Hukum pasung. (foto: pikiran-rakyat.com) |
Sampai saat ini, keberadaan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di tengah keluarga sering dianggap sebagai beban bagi keluarga. Anggapan ini hadir karena adanya berbagai masalah yang muncul, salah satunya masalah ekonomi dengan hilangnya produktivitas dari seseorang yang mengalami gangguan jiwa untuk mencari nafkah dan tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung oleh keluarga.
Selain itu, keberadaan ODGJ terkadang menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat dengan tindakan yang dilakukannya. Kemudian, adanya stigma dan diskriminasi bagi seseorang yang mengalami gangguan jiwa, seperti penolakan, disisihkan, dan diisolasi yang menimbulkan beban keluarga menjadi semakin kompleks.
Atas dasar hal tersebut, berbagai tindakan coba dilakukan oleh keluarga untuk mengurangi tekanan dari masyarakat. Sayangnya tindakan yang seringkali diambil oleh keluarga terkadang kurang tepat, seperti pemasungan.
Pemasungan adalah suatu tindakan dengan cara pengikatan, penyekapan, pemblokan, dan pengurungan terhadap orang yang menunjukan penyimpangan tingkah laku untuk membatasi gerak dan kebebasannya dengan alasan mengamankan orang tersebut dari lingkungan masyarakat.
Pemasungan hingga saat ini masih terjadi di Indonesia terutama di pedesaan. Bagi sebagian masyarakat di pedesaan, pemasungan menjadi salah satu alternatif untuk menangani ODGJ agar tidak meresahkan warga sekitarnya. Pengambilan keputusan hukuman pasung ini menjadi tindakan yang tidak mudah bagi keluarga karena memiliki konsekuensi yang berat.
Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah dalam rangka menghilangkan hukum pasung di masyarakat. Namun, usaha yang dilakukan belum mampu menyelesaikan permasalahan tersebut karena masih bersifat kuratif dengan cara membebaskan klien gangguan jiwa yang dipasung dan membawanya ke rumah sakit jiwa untuk dirawat. Hal itu membuat berbagai permasalahan baru muncul terkait perlindungan terhadap masyarakat pasca klien dibebaskan dari pemasungan, kehidupan klien pasca mendapat pengobatan dari rumah sakit jiwa, dan pertanggungjawaban terhadap keberlanjutan pengobatan klien.
Atas dasar permasalahan tersebut diperlukan suatu tinjauan dari aspek bioetika yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menganalisis permasalahan tersebut dan langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mengatasinya.
Dari sisi bioetika, pemasungan merupakan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip bioetika. Pada kasus tersebut, muncul beberapa prinsip yang harus dipertimbangkan antara lain: pertama, martabat dan hak asasi manusia. Dalam menerapkan suatu hukum, martabat manusia, hak asasi manusia serta kebebasan dasar harus dihormati sepenuhnya kepentingan dan kesejahteraan individu harus diprioritaskan
Kedua, manfaat dan bahaya. Dalam menerapkan suatu hukum atau praktik medis, manfaat langsung dan tidak langsung bagi pasien harus dimaksimalkan, serta segala kemungkinan bahaya untuk pasien harus diminimalkan.
Ketiga, menghormati kerentanan dan integritas pribadi. Dalam menerapkan suatu hukum, kerentanan manusia harus diperhitungkan kerentanan, terutama perorangan atau kelompok dengan kerentanan khusus harus dilindungi dan integritas pribadi mereka harus dihormati. Keempat, kesetaraan dan keadilan. Semua manusia pada dasarnya bermartabat dan mempunyai hak untuk dihormati, sehingga setiap orang berhak mendapat perlakuan secara setara, adil, dan tidak dibeda-bedakan.
Kelima, Non-diskriminasi dan non-stigmatisasi. Tidak ada individu atau kelompok yang boleh didiskriminasi atau distigmatisasi atas dasar apapun, karena segala bentuk tersebut menjadi pelanggaran terhadap martabat dan hak asasi manusia.
Pendekatan prinsip bioetika diperlukan untuk membuat manajemen suatu masalah secara komprehensif. Tidak hanya dari sisi profesional medis saja, melainkan juga dari sisi kemanusiaan, etika, hukum, dan sosial. Berbagai dilema etik yang muncul dapat dicari pemecahannya dengan cara yang paling dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, pendekatan prinsip bioetika pada kasus hukum pasung sangat bermanfaat untuk meminimalkan konflik-konflik yang terjadi di masyarakat. Dengan konsep pertimbangan yang menyeluruh, diharapkan setiap keputusan yang diambil untuk pasien merupakan keputusan yang paling rasional dan bisa dipertanggungjawabkan baik secara etik, profesional medis, maupun secara hukum.
Referensi:
Mubarok, Moh Erfan Fahmi. 2020. Pemasungan Orang dengan Gangguan Jiwa Dalam Prespektif Hukum Pidana. Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG): Surabaya.
Siswantoyo; Bambang Panji Gunawan. 2019. Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pemasungan Pada Penderita Gangguan Jiwa. Fakultas Hukum Universitas Maarif Hasyim Latif: Sidoarjo
Yusuf; Dian Tristiana; Ignatius Purwo MS. 2017. Fenomena Pasung dan Dukungan Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa Pasca Pasung. Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga: Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar