Konsumsi dan Jual Beli Dideh atau Saren dalam Perspektif Bioetika - Soeara Moeria

Breaking

Rabu, 18 Mei 2022

Konsumsi dan Jual Beli Dideh atau Saren dalam Perspektif Bioetika

Dideh atau saren. (Foto: quora.com)


Oleh : Qonita Khoisnanda, mahasiswi semester 6 UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta


Manusia adalah makhluk sosial yang tentu saja tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, sehingga membutuhkan interaksi dengan manusia lain. Salah satu kegiatan interaksi antar manusia yaitu kegiatan jual beli. Kegiatan jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang atau uang yang mengakibatkan beralihnya suatu hak milik barang atau uang. 


Dalam melakukan transaksi jual beli harus sesuai dengan hukum Islam, yaitu sesuai dengan Al-Quran dan Hadis. Salah satu syarat jual beli dalam Islam adalah suci barangnya. Maka jual beli dideh atau saren merupakan jual beli yang tidak diperbolehkan karena termasuk barang yang najis. Sebagaimana dalam firman Allah SWT yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al- An’am ayat 145.


Dideh atau saren dalam bahasa Jawa merupakan darah yang mengalir dari hewan yang disembelih seperti, ayam, sapi atau hewan lainnya. Darah yang mengalir tersebut dibiarkan membeku. Darah sendiri merupakan salah satu limbah peternakan yang dihasilkan dari pemotongan dirumah potong hewan (RPH), di mana limbah terbesarnya biasanya berasal dari darah dan isi perut hewan. Darah yang mengalir tersebut diolah dengan cara dimasak atau dikukus dan dibiarkan membeku kemudian digoreng agar bisa diolah menjadi beraneka campuran makanan, seperti halnya dicampur dengan gule atau soto, dan sate.

 


Selain dimanfaatkan masyarakat untuk jual beli dan dikonsumsi, pemanfaatan dideh juga diyakini masyarakat untuk obat penambah darah. Tentu saja hal ini sudah tidak layak lagi, karena sudah banyak dijumpai disekitar masyarakat berbagi macam obat yang sudah mendapatkan izin edar. 


Darah memang mengandung protein dengan kadar yang tinggi. Namun, bukan berarti setiap yang mengandung gizi, layak umtuk dimakan. Unsur yang terkandung dalam darah bukan hanya gizi, tapi juga racun, bakteri dan kotoran hasil metabolisme. 


Salah satu kandungan pada darah adalah asam urat (uric acid) yang tinggi. Selain itu, darah juga memiliki kandungan zat besi. Kandungan zat besi inilah yang menjadi salah satu alasan darah berbahaya untuk dikonsumsi. Kandungan zat besi yang berlebih dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit hemokromatosis. Hemokromatosis merupakan kelainan klinis akibat kelebihan jumlah keseluruhan zat besi dalam tubuh dan kegagalan fungsi organ akibat keracunan zat besi. Hemokromatosis dapat menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru, ganguan saraf, serta dehidrasi. 



Terlepas dari masalah keharaman, kandungan gizi, dan bahaya dalam mengkonsumsi dideh atau saren, hal ini juga bertentangan dengan pandangan dalam Bioetika. Bioetika didefinisikan oleh Samuel Gorovitz sebagai penyelidikan kritis tentang dimensi-dimensi moral dari pengambilan keputusan dalam konteks yang berkaitan dengan kesehatan dan yang melibatkan ilmu-ilmu biologis. Pandangan Bioetika dalam hal ini yaitu jual beli dan konsumsi dideh atau saren adalah suatu hal yang lebih banyak mengandung bahaya dari pada manfaatnya. Hal ini tentu saja bertentangan dengan pandangan Bioetika. 


Selain itu, konsumsi dan jual beli dideh atau saren juga bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Bioetika. Pertama, prinsip benefit and harm / manfaat dan bahaya. Prinsip ini berkenaan dengan bahaya atau risiko sesorang apabila mengkonsumsi dideh atau saren, serta tidak terdapat manfaat didalamnya. 


Kedua, prinsip sharing of benefits / berbagi manfaat. Prinsip ini berkaitan dengan kemanfaatan dideh atau saren, dimana tidak ada manfaat didalam mengkonsumsinya. Ketiga, prinsip protecting future generations / melindungi generasi mendatang. Prinsip ini berkenaan dengan bahaya dalam mengkonsumsi dideh atau saren yang tentu saja akan berpengaruh pada generasi mendatang. 


Jadi berdasarkan pemaparan mengenai keharaman, kandungan gizi, bahaya, serta padangannya dalam Bioetika, dapat disimpulkan bahwa konsumsi dan jual beli dideh atau saren tidak diperbolehkan, karena lebih banyak risiko atau bahaya daripada manfaatnya. (*)


Referensi:

Patimah, L. 2018. Tinjauan Hukum Islam tentang Jual Beli Dedeh sebagai Pakan Ternak lele. Lampung: Skripsi UIN Raden Intan Lampung.


Ali, Nuraliah. 2019. Urgensi Bioetika dalam Perkembangan Biologi Modern Menurut Perspektif Islam. Sulawesi Selatan: Jurnal Binomial.


Edelweis Lararenjana, 4 Makanan Haram Dalam Islam, Ini Sebabnya Dari Segi Ilmiah, Diakses dari https://m.merdeka.com/jatim/4-makanan-haram-dalam-islam-ini-sebabnya-dari-segi-ilmiah-kln.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar