Ramadan, Bulan Alquran - Soeara Moeria

Breaking

Selasa, 19 Mei 2020

Ramadan, Bulan Alquran

 

Alquran turun di bulan Ramadan. (Foto: detik.com)
Oleh : Muhamad Lutfi, Guru MAN II TAPIN


Bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling dinanti oleh umat Islam karena di bulan ini penuh dengan ampunan serta pahala amalan yang berlipat ganda. Bulan ramadhan juga seringkali disebut dengan bulan al-Qur’an. Betapa tidak, selain dalam catatan sejarahnya al-Qur’an pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW  bulan Ramadhan, membaca al-Qur’an pada masa ini juga diyakini memberikan pahala yang berlipat ganda. Karena itulah, ummat Islam di seluruh penjuru dunia berlomba-lomba untuk dapat menghatamkan dan berinteraksi lebih dengannya, baik secara mandiri di rumah atau tadarusan bersama di masjid, mushalla dan majlis taklim.


Al-Qur’an, secara literal mengandung makna “bacaan”. Hal ini sebagaimana diungkapkan pula dalam QS.[17]: 106 yang artinya: “Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.”


Dalam kitabnya Al-Adzkarun Nawawiyyah, Imam Nawawi menyatakan bahwa tilawah (membaca) al-Qur’an adalah sebaik-baiknya dzikir dan hal yang dianjurkan dalam membaca al-Qur’an adalah dengan memikirkan maknanya [Adzkarun Nawawiyah, Kitab Tilawatil Qur’an, hlm. 85].


Sedangkan Imam Usman bib Hasan dalam kitab Durratunnasihin menyatakan siapa yang senantiasa membaca al-Qur’an dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya maka akan mendapatkan pertolongan. Bahkan, beliau mencantumkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: ”Aku mendengar Rasulullah saw. berkata, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah maka harus memuliakan keluarga Allah. Lalu bertanyalah sahabat:” Ya Rasulallah, apakah Allah punya keluarga? Beliau menjawab: Ya, siapa ya Rasul? Keluarga Allah di dunia adalah orang-orang yang membaca al-Qur’an.” [Durratunniashihin, bab 47, Fii Fadhilati Qira’atil Qur’an hlm. 171-172].


Dengan realitas ini, adalah wajar jika kemudian masyarakat mengapresiasi kehadiran kitab suci ini dengan aktifivas membaca. Akan tetapi, Membaca al-Qur’an tentunya berbeda dengan membaca buku atau kitab-kitab biasa. Hal ini wajar kiranya, mengingat al-Qur’an bukan sekadar bacaan semata melainkan merupakan Kitab Suci Agama Islam yang berisi petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia.


Membaca al-Qur’an juga merupakan sebagai ibadah bahkan setiap hurufnya mendapatkan 10 pahala kebaikan. Selain itu al-Quran juga akan memberikan syafaat bagi si pembacanya nanti saat hari kiamat. Hadist dari Abu umamah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW Bersabda “Bacalah al-Qur’an maka sesungguhnya al-Qur’an itu akan datang di hari kiamat dengan memberikan syafaat kepada orang yang membacanya”. HR Muslim. [At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, Bab 1, Fii Athrafi min Fadhiilati Tilaawatil Qur’an wa Hamlatihi, hlm.13]


Dari keistimewaan dan fadilah membaca al-Qur’an tersebut, maka sudah seyogyanya  berbagai resepsi dan tata cara khusus diberlakukan saat membaca al-Qur’an. Terdapat beberapa adab yang harus diperhatikan dalam membaca al-Qur’an. Sebagaimana dingkapkan Abu Zakaria Yahya bin Syarifuddin an-Nawawi asy-Syafi’I dalam Kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, dalam membaca al-Qur’an kita di anjurkan dalam keadaan suci. Sehingga, sebelum  membaca terlebih dulu untuk bersiwak, berwudlu atau bertayamum. Selain itu, adalah lebih baik jika saat membaca al-Qur’an kita menghadap ke arah kiblat dan berada di tempat yang bersih dan suci. Sebelum memulai membaca al-Qur’an kita membaca ta’awudz terlebih dahulu dan membaca basmalah (kecuali surah al-Bara’ah).


Di samping ritual-ritual yang berupa persiapan, adalah hal yang penting pula untuk memperhatikan prosesnya. Dalam membaca Alqur’an, sebisa mungkin dengan bacaan yang tartil, urut sesuai urutan mushaf al-Qur’an, tenang dan khusyu’ sambil mentadabburi bacaan al-Qur’an.


Dalam rangka mentadabburi al-Qur’an, sebagian ulama menyarankan untuk mengulang-ulang ayat tertentu yang dianggap penting untuk diselami maknanya lebih jauh. Bahkan, diperbolehkan pula menangis ketika dirasa ayat yang dibaca tersebut mengandung makna yang menyentuh perasaan.


Terkait mengeraskan bacaan, memang terjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian mereka melarang karena dikhawatirkan akan jatuh pada riya’ yang bisa merusak keikhlasan dan mengurangi pahala. Akan tetapi pendapat lain menyatakan mengeraskan bacaan al-Qur’an dengan tujuan dakwah dan menyemangati orang lain agar terpacu untuk ikut membaca al-Qur’an dengan baik dan benar tanpa ada niatan untuk melakukan riya’ lebih disarankan.


Hanya saja, apabila terdapat keraguan dan kekhawatiran akan melakukan riya’ maka alangkah baiknya membaca alqur’an dengan suara pelan. Di samping perkara-perkara tersebut, membaca dengan bacaan yang benar serta memperhatikan cara baca waqaf (cara baca berhenti) dan ibtida’ (permulaan bacaan ayat) al-Qur’an adalah hal yang penting pula untuk dilakukan.


Oleh karena itu, mengetahui tentang ilmu tajwid merupakan sesuatu yang urgen, mengingat hal ini adalah modal untuk membaca dengan baik. Tidak ketinggalan pula, ketika membaca ayat-ayat sajadah kita disarankan untuk melakukan sujud tilawah [dirangkum dari Kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an karya Abu Zakaria Yahya bin Syarifuddin an-Nawawi asy-Syafi’i].


Itulah beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam membaca al-Qur’an. Semoga Ramadhan kali ini kita bisa lebih mendekatkan diri kita dengan al-Qur’an dan mendapatkan syafaatnya kelak. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar