Pancasila Sebagai Etika Politik - Soeara Moeria

Breaking

Senin, 13 Januari 2020

Pancasila Sebagai Etika Politik

Ikhwanul Ulum 
Oleh : Ikhwanul Ulum, Mahasiswa Universitas Islam Malang 

Masalah etika merupakan masalah yang makin mendapat perhatian di dunia, bahwa cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan yang dibangun oleh Orde Baru. Inti dari cita- tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis, adanya dan ditegakkannya hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia. Sehingga, corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia.

 politik adalah filsafat moral tentang dimensi politik kehidupan manusia. Karena itu, etika politik mempertanyakannya tanggungjawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan sebagai warga negara terhadap negara, hukum dan sebagainya. Selanjutnya dijelaskan bahwa “Dimensi Politis Manusia” adalah dimensi masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi yang menjadi ciri khas suatu pendekatan yang disebut “Politis” adalah pendekatan itu trejadi dalam kerangka acuan yang berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan.

 Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan.dalam hal ini termasuk setika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia. Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betulsalahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya.

 Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif daargumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif. Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan. 

Etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas masalah baik dan buruk. Ranah pembahasannya meliputi kajian praktis dan refleksi filsafati atas moralitas secara normatif. Kajian praktis menyentuh moralitas sebagai perbuatan sadar yang dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat yang mengatur perbuatan baik (susila) dan buruk (asusila). Adapun refleksi filsafati mengajarkan bagaimana tentang moral filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggung jawab

Pancasila sebagai dasar etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara diberdayakan melalui kebebasan akademik untuk mendasari suatu sikap mental atau attitude. Kebebasan akademik adalah hak dan tanggung jawab seseorang akademisi. Pancasila tidak dilandasi dengan pemahaman segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah segi￾segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah segi-segi fenomenalnya saja, tanpa menyentuh inti hakikinya. 

Pancasila merupakan hasil kompromi nasional dan pernyataan resmi bahwa bangsa Indonesia menempatkan kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan antara penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga tidak membedakan unsur lain seperti gender, budaya, dan daerah. Tapi banyak isu sara yang masih terjadi dalam masyarakat, penyebabnya adalah perilaku masyarakat dan negara cenderung menunjukkan inkonsistensi dengan Pancasila. Hal tersebut berkaitan dengan belum tersusunnya filsafat Pancasila ke dalam sistem perilaku masyarakat. Di sisi lain berbagai kebijakan perundangundangan, peraturan pemerintah, peraturan daerah, meskipun secara verbal menyebut Pancasila sebagai sumber, isinya justru bertentangan dengan pancasila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar