Ini Alasan Ratu Kalinyamat Gagal Jadi Pahlawan - Soeara Moeria

Breaking

Selasa, 12 Maret 2019

Ini Alasan Ratu Kalinyamat Gagal Jadi Pahlawan

FGD Menghidupkan Kembali Gagasan Ratu Kalinyamat Pahlawan Nasional.
Jepara, soearamoeria.com
Pemkab Jepara sudah dua kali mengajukan kepada Pemerintah Pusat Ratu Kalinyamat sebagai Pahlawan. Pertama, pada tahun 2005 era Bupati Hendro Martojo yang bekerjasama dengan pusat penelitian Universitas Diponegoro Semarang. Kedua, pada tahun 2016 masa pemerintahan Ahmad Marzuqi periode pertama dengan bekerjasama dengan pusat kajian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Tetapi usulan itu belum berhasil karena Tapa Wuda Sinjang Rekmo.

Pernyataan itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) “Menghidupkan Kembali Gagasan Menjadikan Ratu Kalinyamat Sebagai Pahlawan Nasional” yang digelar Yayasan Dharma Bhakti Lestari yang berlangsung di Rumah Makan Maribu Jepara, Minggu-Senin (10-11/3/2019) kemarin.

Suhendro, Kabag Kesra Setda Jepara mengatakan kedua usulan tersebut belum disetujui oleh Pemerintah Pusat terkait Tapa Wuda Sinjang Rekmo yang masih kontroversi. Pemerintah memaknai itu secara harfiyah, telanjang tanpa busana. “Kalo kita Tapa Wuda bermakna kiasan meninggalkan keduniawian dan mengasingkan diri di Tulakan,” jelasnya mewakili Bupati Jepara, Ahmad Marzuqi.

Pihaknya menambahkan,”apakah etis seorang Ratu yang pernah memimpin Jepara diduga bertelanjang dada padahal di situs peninggalannya ditemukan tempat salat dan wudu?” tanya dia dengan nada kecewa sembari membaca sambutan Bupati.

Semestinya, lanjutnya Pemerintah mengapresiasi perjuangan, pelopornya, dan patriotismenya. Karena diketahui Ratu Kalinyamat pernah menyerang Malaka 2 kali tahun 1550 dan 1574. “Kegiatan ini sangat baik dan kami mendukung agar upaya mengusulkan Kalinyamat menjadi Pahlawan berhasil,” harapnya.

Dalam kegiatan yang bekerjasama Yayasan Lembayung Kalinyamatan, Yayasan Darwis Nusantara, Lesbumi NU Jepara, dan Yayasan Sultan itu dihadiri oleh beberapa narasumber. Alamsyah, akademisi Undip mengungkapkan usulan Ratu Kalinyamat menjadi Pahlawan untuk ketiga kalinya ini menuai hasil.  “Sehingga Kalinyamat dari tokoh lokal menjadi tokoh nasional,” doanya.

Akademisi asli Jepara itu menyontohkan Pakubuono 10 (Raja Surakarta) 4 kali diajukan kepada Pemerintah menjadi Pahlawan Nasional. “Tahun ke empat baru berhasil,” tegas Alamsyah.

Pada usulan ketiga ini pihaknya berpesan selain melengkapi hasil kajian juga perlu menggelar seminar nasional baik di Jepara atau di Semarang yang menghadirkan penilik dari pusat. Hal lain  dilontarkan Ulil Abshor, seorang penikmat sastra.

Di dalam buku yang ditulis Damarsasongko yang mengulas Kalinyamat saat Tapa di Sonder digambarkan vulgar. “Saya pun prihatin ketika Kalinyamat digambarkan vulgar namun kita hanya diam,” selorohnya.

Sebuah simbol yang diartikan secara harfiyah tandasnya hal itu sangat keterlaluan. Banyak muslim yang berziarah ke Mantingan mengindikasi bahwa Ratu Kalinyamat seorang muslimat sejati. “Ratu Kalinyamat juga sering bersinggungan dengan dewan walisongo,” pungkas pria penyuka karya Pram dan Ahmad Tohari ini.

Nur Hidayat dari Yayasan Dharma Bakti Lestari memaparkan tindak lanjut dari hasil FGD Maret ini berharap selesai dan diajukan kepada Pemerintah Pusat. “Semoga usulan kami berhasil,” harapnya. (sm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar