![]() |
Ilustrasi : Google |
Sore jam tiga, saatnya Tumi melakukan ritual.
Ia mandi selama satu jam, menyabuni
tubuh tiga kali, luluran dan keramas dua kali, menggosok gigi sebersih-bersihnya. Ia kemudian berdandan di
depan cermin luas, secantik-cantiknya,
bedak tebal merona dan lipstik merah menyala.
Ia membuka almari besarnya, memilih gaun
termolek, mengenakan sambil berlenggak-lenggok, kemudian memakai sepatu high
heels, menggamit tas cantik. Ritual terakhir Tumi menyemprotkan parfum ke seluruh
anggota tubuh, lalu melenggang menyusuri gang rumah petak, ke jalan besar,
berburu taksi.
Sepanjang gang Tumi tersenyum, melambaikan tangan dan kiss muah,
ketika orang-orang menyapanya. Bahkan ketika anak-anak muda jahil menggodanya, “Tum,
bukak sithik jambule...!” Tumi tak rikuh membuka sedikit gaunnya, menyingkapnya
centil, meniru gaya Marilyn Monroe.
* * *
Taksi berhenti pada sebuah taman di punggung
kota. Tumi duduk manis di bangku kayu warna merah di bawah pohon palem. Ia sudah berjanji
bertemu Pangeran Langit di sini. Mereka sua pertama kali di tempat bekerja Tumi
pada satu swalayan kecil. Kala itu Pangeran Langit kesulitan memilih baju yang
hendak dibelinya.
“Ada yang bisa saya bantu, hei, Tampan?”
“Maaf saya ingin membeli baju yang khusus
dibuat untuk pria setampan saya.”
“Oya?”
“Saya mendapat petunjuk, jika hanya gadis
secantik kamu yang bisa menolong.”
“Baju model apa yang kau perlukan, Tampan?”
“Baju yang bisa untuk terbang. Aku seorang
pangeran yang berasal dari langit. Satu hari aku bosan berada di langit. Maka aku turun ke bumi, mandi di telaga dalam
hutan, eh seseorang mencuri pakaianku, hingga aku tak bisa lagi balik ke
langit.”
“Aku turut berduka.”
“Engkau lihatlah pakaian yang terpaksa-mau tak mau mesti
kukenakan. Celana gombrong hitam dan
baju hitam, lusuh. Baju petani yang
kutemukan di ladangnya.”
“Kau mencurinya?”
“Hanya pinjam, nanti dikembalikan.”
“Terserah kau.”
“Maka tolonglah, segera carikan baju untukku.
Jika aku cocok, nanti kuberi kau hadiah.”
“Uang?”
“Tentu, dan ada bonus: timun ajaib!”
“Aah, kau penggoda!”
Tumi akhirnya menemukan pakaian yang cocok
untuk Pangeran Langit, sebuah kostum
terbaru Superman!
“Kau pantas pakai ini. Semoga kau bisa
terbang lagi...”
“Tapi aku bingung, pakai celana dalamnya di
luar atau di dalam.”
“Tentu celana dalam dipakai di dalam, tapi setelah memakai baju kau boleh pakai celana dalam lagi di
luar. Gimana?”
“Kau cerdas. Aku jatuh cinta padamu pada
pandangan pertama. Bisakah setelah ini kita kencan, Cantik?”
“Tentu. Di mana?”
“Taman Seribu Janji.”
* * *
Sore jam tiga, saat Tumi melakukan ritual. Ia
mandi selama satu jam, menyabuni tubuhnya tiga kali, keramas dua kali,
mengguyur tubuh sebersih-bersihnya. Ia kemudian berdandan secantik-cantiknya di
depan cermin. Menyemprotkan parfum seharum-harumnya.
Tumi melenggang menebar harum di ruang tamu,
ketika seorang perempuan sedua kali lipat
usianya menegurnya.
“Apa yang kau lakukan, Tum? Kau hendak ke
mana?”
“Tumi ada janji dengan Pangeran Langit.”
“Pangeran yang mana? Kau tak malu? Kau tak boleh
keluar rumah. Kamu hamil tanpa suami.”
“Tak ada yang bikin malu, Mi. Perempuan hamil
itu biasa. Tumi hamil karena Pangeran Langit. Pangeran sedang pergi ke langit mengambil bintang kejora untuk Tumi. Nanti dia pasti kembali.
“
“Kau ngomong apa? Kau gila! Kau dulu
diperdaya Pangeran Bumi yang katanya pergi ke dalam kawah gunung demi mengambil intan untukmu. Kemudian
kau membawa Pangeran Laut yang katamu menyelam ke dasar samudera untuk membawakanmu
kerang permata.”
“Semua itu benar, Mi. Pangeran Bumi tak
kembali karena terjadi gunung meletus. Pangeran Laut tak kembali karena bencana
tsunami. Tumi harus bagaimana, Mi? Beruntung
sekarang Tumi bertemu Pangeran Langit.”
“Kau ngawur, kau sudah ditipu. Mereka bukan
pangeran, tapi laki-laki jahat. Suruh si Pangeran Langit untuk datang ke sini
dan mengawinimu, atau kau pergi dari rumah ini!”
“Baiklah. Tumi akan pergi, tapi nanti malam
Tumi kembali. Semoga nanti malam Pangeran Langit sudah datang dan membawakan
bintang untuk Tumi. Nanti bintangnya boleh untuk Mami.”
“Pergilah. Pergi. Oalah, Gusti Allah, seandainya
saja aku masih punya suami.
Seandainya Engkau beri aku anak yang lain. Mengapa aku Kau beri anak edan turun, edan taun?”
* * *
Sore jam tiga saatnya Tumi melakukan ritual mandi. Sudah satu jam lewat, Tumi belum
keluar kamar mandi. Mami gelisah menanti, berdiri di balik pintu kamar, mengaduh-aduh memegang perut.
“Tum,
sudah selesai mandinya?”
“Belum, Mi. Sebentar lagi. Lagi asik.”
“Tumi, cepat, mami wes ora tahan. Sakit perut
nih.”
“Nanggung, Mi. Lagi asik. Ah, ah, ah.”
“Tumi cepet, cepet...”
“Mi, sebentar lagi keluar. Ah, ah...”
Mami tak tahan lagi, mendobrak pintu. Mami terjengkang
terpeleset karena sesuatu yang licin,
bersamaan crot brot brot dut, sesuatu serupa bubur berselubung cair, berbau
seperti telur busuk, merembes di celana. Bau tak sedap. Busuk. Tapi lebih busuk yang terhampar di kamar mandi.
Darah membasah, meleleh. Amis. Anyir. Tumi
terduduk di lantai berkubang darah sambil menahan sakit, tersenyum pias, tangannya menenteng- sesuatu
yang mengerikan-yang masih meneteskan darah!
“Ia memaksa keluar, Mi. Padahal Pangeran Langit
belum datang. Ia memaksa. Tumi menariknya, dan hanya dapat... ndase, kepala!”
Kota Ukir,
22 Januari 2016 - 1 April 2016
Kartika Catur Pelita lahir 11 Januari 1971.
Karya berupa 700-an cerpen, cerber, novel, esai, opini, resensi, pantun,
naskah drama, skenario, dan puisi.
Sejumlah karya dipublikasikan di Suara
Merdeka, Suara Pembaruan, Kartini, Koran Merapi, Kedaulatan Rakyat, Minggu
Pagi, Solo Pos, Radar Bojonegoro, Sabili, Annida Online, Okezone.com, Joe
Fiksi, Jembia Batam Pos, Lampung Pos, Koran Muria, SoearaMoeria.Com, Bangka
Pos, Metro Riau, Analisa Medan, Haluan Padang, Aceh Pos, Kupang Pos, Satelit
Pos, Kendari Post, Republika, Media Indonesia dan Nova. Karya cerpen ‘Watu Kucing’ terpilih
pada antologi cerpen Joglo 11 ”Tatapan Wajah Boneka” Taman Budaya Jawa
Tengah (TBJT, 2011), dan cerpen ‘Bangsat’ termuat dalam antologi Joglo 12
“Tahun-tahun Penjara”(TBJT, 2012). Cerpen
‘Bukan Robot’ terpilih dalam 15 Cerpen Inspiratif Annida Online(2012.)
Karya puisi termaktub dalam antologi ‘Sepotong Rusuk Untukmu(Samudra, 2011).
Buku fiksi “Perjaka”, “Balada
Orang-orang Tercinta” dan “Bintang Panjer Sore”. Bermukim di Jepara dan bergiat
di komunitas Akademi Menulis Jepara (AMJ).
No comments:
Post a Comment