Nurul Friska Dewi, Dosen PAI Jurusan Tarbiyah
STAINU Temanggung berkesempatan mengikuti Festival Dia De Los Muertos di
Meksiko, Ahad (29/10/2017) waktu Wina.
Menurut dia, saat dihubungi via telepon menjelaskan
bahwa meski caranya berbeda akan tetapi orang Meksiko masih memegang teguh
nilai-nilai untuk menghormati orang yang sudah mati yang secara substansi sama
seperti tradisi Islam di Nusantara ini khususnya bagi orang-orang Islam di
Jawa.
Peraih Program Beasiswa 5000 Doktor Kemenag dan
Program Sandwich Austria ini menjelaskan Festival Dia De Los Muertos
menjadi budaya unik di Meksiko.
Menurut dia tradisi itu hampir sama seperti di Jawa
yang intinya menghormati orang-orang yang sudah mati. Meski berbeda orang
Meksiko juga punya cara untuk menghormati orang yang sudah mati yang
substansinya sama seperi orang Jawa khususnya yang melestarikan tradisi Islam
khas Nusantara seperti tahlilan, ziarah kubur, nyadran, nyewu,
nyatus dan lainnya.
Jika di Eropa dan Amerika ada festival Halloween,
di Indonesia ada Takbir Keliling, tradisi nyewu, nyatus, maka
di Meksiko ada festival unik.
Festival El Dia de Los Muertos merupakan
hari orang mati di Meksiko. Perayaan tradisional dimulai pada tengah malam pada
malam, biasanya mulai tanggal 29-30 Oktober atau tanggal 1 dan 2 November
setiap tahunnya.
Hari tersebut manjadi hari libur nasional. Di
Amerika Serikat festival tersebut juga dirayakan oleh komunitas Mexican atau
masyarakat Meksiko yang menetap di sana.
“Malam ini (29 Oktober 2017 waktu wina) saya
mendatangi acara Dia De Los Muertos (Day of the Dead) yang diadakan oleh
masyarakat Meksiko. Acara ini dihadiri anak-anak, orang dewasa, maupun
keluarga. Ketika saya masuk di Kursalon, saya melihat orang-orang dengan wajah
yang dilukis. Saya kemudian masuk, di ruang tersebut sudah ada pertunjukan.
Kelap-kelip lampu dan dekorasi warna-warni di atas ruangan tersebut
mempercantik ruangan. Saya pun melihat ruangan lain yang isinya adalah makanan
dan barang-barang handmade dari Meksiko. Setelah saya mencicipi camilan
dan roti, saya pun menuju ruang pertama tadi. Di pojok saya melihat tempat
untuk merias wajah atau melukis wajah,” jelas Alumnus Pascasarjana UGM
Yogyakarta ini.
Saat menunggu giliran, kata dia, disapa beberapa
orang dan langsung bicara cas cis cus bahasa Spanyol.
“Hmmm... di situ saya mulai roaming.
Akhirnya kami bicara Bahasa Inggris, ternyata oh ternyata saya dikira orang
Spanyol. Hadeh padahal beda. Dalam acara tersebut juga terdapat ritual
bagaimana mereka menghormati orang-orang yang sudah meninggal. Hal ini hampir
sama dengan tradisi di Jawa misalnya 3 dina, 7 dina,
nyatus, nyewu dan lainnya,” tegasnya.
Dia pun memberanikan diri untuk dilukis setelah
giliran temannya, katanya dan ini hasilnya, “nggak menakutkan sih
tapi malah lucu kaya Panda dan setelah acara tersebut, saya pulang, nah di situ
saya mulai merasakan bagaimana saya menjadi hantu karena orang di luar sana
yang tidak tahu akan kaget, untung deh di lift ga ketemu orang pas buka
pintu,” ujar dia sambil bercerita.
Ia menilai ternyata orang Meksiko juga mengenal
tradisi seperti di Jawa, yaitu nyewu, nyatus, tahlilan, ziarah
kubur meskipun cara merayakannya berbeda.
Akan tetapi ia menilai tradisi itu sebagai bentuk menghormati
orang yang sudah mati.
Menurutnya jika warga nahdiyyin
menghormatinya dengan membaca doa-doa, tahlil, atau ziarah kubur, namun di
Meksiko memiliki cara sendiri. Akan tetapi menurutnya sama, tradisi ini menjadi
wujud penghormatan bagi orang yang sudah meninggal. (ibda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar