Selama ini masih jarang orang Indonesia yang
berkesempatan mengikuti Program Sandwich ke luar negeri.
Namun Nurul Friskadewi, dosen yang mengampu mata
kuliah Antropologi Budaya Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI)
STAINU Temanggung itu berkesempatan mewakili Indonesia ke Austria untuk
meningkatkan kualitas pendidikan melalui program tersebut.
Nurul Friskawati merupakan mahasiswi doktoral UGM
Yogyakarta yang juga lolos Program 5000 Doktor Kemenag berkesempatan
mengikuti Program Sandwich ke Austria.
“UGM memiliki kerjasama dengan universitas di
berbagai belahan dunia, salah satunya University of Vienna. Pada tahun
ini, jurusan anthropology mengirim mahasiswa ke Jerman, Belanda, Norwegia,
Austria, maupun daerah Eropa lain. Untuk program doctoral degree,
kebetulan kami ada program student exchange di
Wina,” ujar Nurul Friskawati saat dihubungi melalui telepon selulernya,
Jumat (20/10/2017).
Kami, lanjut dia, se kelas diwajibkan
mengirimkan proposal dan kemudian pihak Vienna University yang menentukan siapa
yang di-approve. “Setelah pengumuman, kebetulan kami berdua yang
dipilih. Setelah itu, atas persetujuan Kaprodi dan Kepala Kantor Urusan
Internasional UGM dan lampiran proposal kami mengajukan support dari
Erasmus International Mobility,” ujar dia.
Kerjasama antara UGM dan Uni-Wien, menurut
dia, merupakan program pertukaran mahasiswa dan dosen yang bertujuan untuk
memperdalam saling pengertian antar bangsa dalam perspektif antropologi.
Ditanya lama pelaksanaan program itu, ia
menjelaskan kurang lebih sampai empat bulan. “Officially 4 bulan,
terhitung 1 Oktober 2017 sampai 31 Januari 2018. Tapi kami harus berada di
sana dua minggu sebelum mulai untuk melakukan orientasi di
kampus,” lanjut dia.
Ia juga membeberkan, ada sejumlah kegiatan yang
dilakukan di Austria tersebut. “Sesuai program kerjasama, kami mengikuti
lecture Religion and New/Social Media: (digital) Anthropological
Approaches dan University in Diversity. Selain itu juga mengikuti kursus
bahasa Jerman, serta melakukan riset pustaka,” imbuh dia.
Dalam kesempatan khusus, kata dia, saya
berkesempatan untuk present mengenai Art and Craft in Yogyakarta,
mengenai tulisan Martin Slama yaitu A Subtle Economy of Time: Social Media and
The Transformation of Indonesia’s Islamic Preacher Economy.
“Selain itu juga menjadi discussant mengenai
tulisan Patrick Eisenlohr yaitu As Makkah is Sweet and Beloved, So is
Madina: Islam, Devotional Genres, and Electronic Mediation in Mauritius, dan
tulisan Birgit Meyer mengenai Religion Sensations: Aesthetics, and Power
Matter in the Study of Contemporary Religion,” ujar dia.
Selain itu, kata dia juga mengikuti berbagai
seminar maupun kunjungan ke berbagai museum antropologi. Juga mengikuti
kegiatan di NUU Galeri seperti konser musik dari berbagai belahan
dunia, dan Lazy Sunday yang di dalamnya berperan memperkenalkan
budaya Indonesia melalui seni tari, cuisine, dan lainnya.
Usai mengikuti program ini, ia
memiliki harapan terkait kelanjutkan kerjasama itu. “Karena saya
didelegasikan officially dari UGM besar harapan saya agar program ini
berkelanjutan dan berkembang dalam hal lain. Karena pengalaman akademis saja
tidak cukup. Melalui pertukaran di satu sisi saya melihat banyak hal baru, di
mana memberikan pengertian kepada saya mengenai perbedaan,” harap dia. (ibda)