Di sela-sela kegiatannya belajar mengikuti
Program Sandwich di Austria, Nurul Friskadewi dosen mata
kuliah Antropologi Budaya Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI)
STAINU Temanggung berkesempatan mempromosikan budaya dan keunikan Indonesia di
negeri tersebut, khususnya Islam Nusantara yang ramah, toleran dan jauh dari paham
mengafirkan, membidahkan dan menyalahkan kelompok lain.
Mahasiswi doktoral UGM Yogyakarta yang juga
lolos Program 5000 Doktor Kemenag berkesempatan mengikuti Program Sandwich
di Austria tersebut direncanakan akan berlangsung selama empat bulan.
“As we know, Austria
merupakan tempat nomor 1 di dunia yang paling nyaman oleh karenanya banyak
pendatang sebagai student, refugees atau memang menikah dengan
orang Austria sendiri,” ujar dia saat dihubungi melalui telepon seluler, Jumat
(20/10/2017).
Meskipun banyak perbedaan, kata dia tetapi tetap
tertib, teratur, orang-orang ramah, dan tidak saling menghujat misalnya orang
yang berkulit putih seperti dari orang Austria sendiri, Jerman dibandingkan
dengan orang Nigeria dan lainnya.
“Orang yang berjilbab seperti saya menjadi
minoritas dan tetap dihargai. Di sisi lain, saya membawa nama Indonesia yang
pasti orang-orang banyak yang ingin tahu mengenai Indonesia," beber dia.
Ia juga mengampanyekan Islam Nusantara yang ramah
dan toleran yang selama ini diberitakan banyak teroris asal Indonesia. Padahal
menurut dia, hal itu hanya beberapa oknum yang mengatasnamakan Islam.
"Dalam beberapa hal yang saya alami Indonesia
hampir tidak diketahui. Orang mengenal saya sebagai orang Filipina atau Pakistan.
Dalam beberapa pertanyaan orang mereka lebih mengenal Bali daripada Indonesia.
Dengan dua posisi saya tersebut, setidaknya saya merefleksikan diri saya
sendiri, bahwa pada saat ini berhubungan dengan dunia luar sudah tidak
terelakkan lagi,” jelasnya.
Ia juga membeberkan, meski tempat tersebut bukan
bangsanya sendiri namun ia menganggap sudah seperti negerinya sendiri. “Saya
mencoba melihat bangsa lain dan saat itu juga saya melihat bangsa sendiri.
Latar sejarah, kultur, sosial yang membuat berbeda. Tetapi ada yang lebih
penting bagi saya yaitu pendidikan,” ujar dia.
Di luar program kerjasama, lanjut dia, saya
mengikuti kegiatan Warga Pengajian Indonesia di Austria (WAPENA). “Saat
ini saya sedang mempersiapkan acara Muslime aus Fernost yang bertemakan Einheit
in der Vielfalt pada tanggal 21 Oktober 2017 di Kudlichgasse 3/5, 1100 Wien. Tema dari acara ini
adalah berbeda-beda tapi satu, di mana mengenalkan Islam di Indonesia dengan
melihat penyebaran agama Islam melalui budaya yang akan ditampilkan dengan
pencak silat, gamelan, wayang, qasidah, pameran fotografi, makanan khas
Indonesia dan lainnya,” beber dia.
Dalam berbagai sekolah kinder dan perbincangan bersama
orangtua anak, kata dia, saya melihat pola pendidikan di sini setidaknya
memberikan pesan moral bagi saya bahwa pendidikan senantiasa memberikan
efek positif karena dari kecil ditanamkan pendidikan mengenai bagaimana memuji
orang lain, bagaimana menghargai orang lain, bagaimana mengantre, bagaimana
memberikan kesempatan bagi orang lain untuk duduk ketika berada di tram,
bagaimana peduli dengan orang lain, bagaimana mendahulukan orang tua dalam
berbagai pelayanan, bagaimana secara bersama-sama menjadikan bangsa yang maju,
bukan maju untuk mengalahkan yang lain.
“Perbedaan menjadi colourfull of life bukan
menjadi sumber konflik,” beber dia.
Sesuai rencana, program yang sudah berjalan
sejak 1 Oktober 2017 itu nanti akan berakhir sampai 31 Januari
2018 mendatang. Ia juga membeberkan, bahwa melalui program itu, jika hanya
dari aspek pengalaman akademis saja tidak cukup. Sebab, melalui pertukaran di
satu sisi, kata dia, saya melihat banyak hal baru, di mana memberikan
pengertian kepada saya mengenai perbedaan. (ibda)