Santri dari Pesantren Raudlatut Tholibien Leteh,
Rembang menyampaikan pesan menolak Full Day School (FDS) yang
diberlakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi.
Mereka menyampaikan hal itu saat menjadi peserta
karnaval Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan Republik Indonesia ke-72 yang
digelar Pemerintah Kabupaten Rembang Ahad (20/08/2017) pagi.
Ratusan santri pesantren yang diasuh Mustasyar PBNU
KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) itu berjalan kaki dan mengkampanyekan full
day sarungan, sebagai dukungan keberlangsungan aktivitas pesantren.
Menurut koordinator santri Leteh, Muhammad Ali
Musthofa, keikutsertaan santri pada karnaval itu, sebagai salah satu wujud
nyata jiwa patriotisme yang ditanamkan di dalam pesantren.
"Semua itu untuk memeriahkan hari ulang tahun
kemerdekaan RI yang ke-72, sebagaimana yang diajarkan di dalam pesantren,"
jelas Ali sebagaimana dilansir NU Online.
Sementara, soal full day sarungan, menurut
dia, sebagai aspirasi para santri untuk menolak Peraturan Mentri Pendidikan Dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 yang mengatur tentang jam belajar siswa sekolah,
yaitu 8 jam setiap hari. Kebijakan itu dinilai ancaman keberlangsungan
pembelajaran sekolah nonformal, seperti madrasah dan pesantren.
Menurut Ali, pesantren mempunyai andil tak kalah
penting dalam pembentukan karakter generasi bangsa. Jika kebijakan tersebut
diterapkan di Indonesia, akan sangat merugikan generasi muda.
Para santri Gus Mus itu juga menampilkan drama
kolosal singkat dengan mengusung tema “Perjuangan Pahlawan dalam Merebut
Kemerdekaan” yang dipertontonkan di hadapan para pejabat daerah.
Sayangnya, hal itu urung dilakukan, karena tidak
diberikan kesempatan oleh anggota polisi yang kebetulan berada di area depan
panggung kehormatan para pejabat. Santri pun merasa kecewa, karena tidak
diberikan waktu seperti para peserta yang lain.
"Bagaimana ya, kalau kecewa sih kecewa, cuma
yang bagaimana lagi, inilah nasib santri," kata salah satu santri yang
menjadi bagian kolosal. (aa)
No comments:
Post a Comment