![]() |
Foto : google |
Kudus, soearamoeria.com
Siang itu, matahari berteduh di balik awan putih,
sehingga suasana tak begitu panas. Di komplek Perumahan Indah Desa
Gondangmanis, Kecamatan Kota, Kudus tampak sebuah kediaman yang memancarkan
kesejukan bagi penghuninya.
Di Solo, beliau mendirikan yayasan yang bergerak di
bidang dakwah, Fosmil (Forum Minggu Legi, red) begitu Habib yang bersuara sejuk
ini menamakannya.
Bukan tanpa alasan, tapi nama itu merupakan
interpretasi dari kearifan lokal masyarakat Solo. Minggu, ditahbiskan agar
semua masyarakat bisa menerima. Sedangkan Legi, supaya masyarakat jawa juga
merasa dihormati, dan dapat menerima pula.
“Segala yang besar, berawal dari hal kecil,” ungkap
Habib Syech. Begitu pula dengan Jamiyyah Ahbabul Mustofa Kudus. Pada saat itu
kisahnya, Habib Muhammad Al Kaf, Manajer Jamiyyah Ahbabul Mustofa, asal Desa
Prambatan Kidul, Kecamatan Jati, Kudus, bertandang kerumahnya, dan meminta
untuk berdakwah di Kudus.
“Daerah yang pertama kali saya sambangi, adalah
Bacin,” terang Habib. Waktu itu, ujar beliau, jamiyyah yang saya asuh di Bacin
belum bernama Ahbabul Mustofa, masih berupa jamiyyah-jamiyyah shalawat
sebagaimana di tempat lain.
Habib menambahkan, baru ketika intensitas jami’yyah semakin
rutin, dan jumlah hadirin semakin banyak, kemudian baru da’i masyhur ini
menggagas sebuah wadah perkumpulan orang-orang yang hub (cinta,
red) kepada Nabi Muhammad SAW.
Akhirnya, kenang Habib Syech, lahirlah jamiyyah
shalawat Ahbabul Mustofa, yang berarti kekasih-kekasih manusia pilihan
Muhammmad.
Benih Cinta
Padatnya jadwal pengajian, dan aktifitas
sehari-hari, tidak menghalangi Habib Syech untuk bersholawat bersama
masyarakat. Dengan niat teguh menjadi orang bermanfaat, membuatnya selalu
berlipat semangat.
“Sebenarnya saya tidak mengunakan resep untuk
menjaga stamina. Hanya, saya mempunyai keyakinan, kalau rasa cinta tertanam di
hati kepada Baginda Rasul Muhammad SAW, segala rasa lelah akan sirna seketika,”
tuturnya.
Kemudian, dia menghela nafas, beliau menuturkan
kelelahan fisik akan terbenam dengan kelezatan nikmat dari syafaat Muhammad.
“Sebaliknya, seletih apapun kita kalau berjumpa dengan kekasih kita, pasti akan
merasa senang, rasa lelah juga hilang,” ujar Habib Syech.
Di antara pembicaraan panjang itu, Habib sempat
menyinggung problem konflik antar umat. Menurutnya, keadaan bangsa yang kian
bertambah rapuh, dikarenakan semangat untuk meniru dan mencintai Rasulullah SAW
meluruh. Lagi-lagi, putra Abdul Qadir Assegaf dan Syarifah Bustan Al Qadiri
ini, mengepakkan sayap petuahnya, kalau ingin memperbaiki keadaan bangsa ini,
tanamkan rasa cinta kepada Nabi, karena beliaulah suri tauldan yang baik dan
kunci keselamatan.
Suara Menggetarkan
Salah satu daya tarik tersendiri dari Habib yang
pernah merantau di Arab Saudi selama 10 tahun ini adalah pada suaranya yang
syahdu dan menggetarkan hati. Hampir tiap kali pengajian yang dihadirinya,
jamaah membludak, mencapai ribuan orang. Bahkan terkadang ada yang menyatakan
kedatangannya untuk mengikuti pengajian karena terdorong ingin mendengarkan
suaranya yang khas.
Ketika kru Paradigma menanyakan hal ini, beliau
langsung menepisnya. “Saya ini hanya motor, ini semua berkat doa ulama
terdahulu dan sekarang yang ada di kota ini, supaya masyarakar Kudus gemar
bershalawat,” tuturnya.
Banyak orang yang berpendapat, sambungnya, bahwa
saat saya melantunan qasidah (lagu sanjungan kepada Nabi Muahammad atau orang
yang mulia dengan menggunakan bahasa Arab, red), mereka merasa asyik dan
khusyuk. “Saya tidak mempunyai resep apa-apa untuk merawat suara, ini karunia
Allah,” ujarnya tawadhu’.
Beliau juga mengenang masa kecilnya yang indah,
“Ketika kecil, saya diminta ayah untuk membaca qasidah-qasidah ketika
ulama-ulama bersilaturrahim ke rumah saya. Setidaknya keluar dari lisan mereka
doa barokallahu fiik, hal ini mengalirkan berkah doa mereka juga”.
Kesehariannya sebagai seorang dai tidak menyebabkan
beliau menanggalkan tanggungjawab duniawi. Di sela-sela kesibukannya, Habib
Syech menyempatkan diri untuk bekerja. “Di rumah, saya mempunyai usaha
kecil-kecilan, berdagang sorban dan baju muslim, saya juga menjual kaset,
Rasulullah mengajari kita untuk bekerja, selain‘amar makruf nahi ‘anil
munkar. Agar kehidupan dunia dan akhirat seimbang dan terhindar dari sifat tama’ ”.
Dalam kurun waktu tujuh tahun berdakwah di Kudus
ini, sosok Habib Syekh menjelma layaknya terminal kesejukan, tempat
pemberhentian sementara para salik dan pecinta rasul. Sahut-menyahut merdu,
mengobati kerinduan dan kehausan akan cinta, mengisi ruang kosong antara bumi
dan langit. Tiada lain dan satu harapanya perjumpaan dengan kekasihnya,
Muhammad SAW.
Ya nabi salam ‘alaika, ya rasul salam ‘alaika, ya
habib salam ‘alaika, shalawatullah ‘alaika. (zak)
No comments:
Post a Comment