Panduan Zakat
Fitrah-Setiap
tahun menjelang Idul Fitri umat Islam diwajibkan membayar zakat fitrah. Fitrah artinya khilqah
atau sifat pembawaan dari lahir.
Zakat
ini disandarkan pada kata fitri karena kewajibannya berkaitan dengan Idul
Fitri. Zakat fitrah diwajibkan
pertama kali sejak tahun ke-2 hijriyah sebagaimana diwajibkannya puasa Ramadan.
Perumpamaan
zakat fitrah terhadap puasa Ramadan
laksana sujud sahwi di dalam shalat, ia berfungsi menambal cacat di dalam puasa
sebagaimana sujud sahwi menambal cacat di dalam shalat.
Zakat fitrah merupakan simbol
pembersihan dari segala sesuatu yang mengotori diri seorang muslim. Dari Ibnu
Abbas Radliyallahu Anhu berkata : “Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang
yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji juga untuk memberi makan
orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya
diterima dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu dianggap
sebagai sedekah“ (HR Abu Dawud dan Ibnu
Majah).
Apa
hikmah berzakat fitrah? Di antara hikmahnya adalah sebagai media pembersihan
diri seorang muslim dari perkataan sia-sia dan kotor serta cacat selama
berpuasa. Selain itu itu juga sebagai bentuk kepedulian seorang muslim terhadap
saudara muslim yang tidak berkecukupan, dengan begitu akan muncul kepedulian
sosial antar sesama muslim. Zakat fitrah
juga bisa sebagai bentuk penyerahan diri
seorang muslim dalam melakukan ketaatan atas perintah Allah Swt.
Siapa
yang diwajibkan berzakat fitrah?
Setiap muslim yang merdeka, bukan hamba sahaya/ budak wajib membayarkan zakat
fitrah. Setiap muslim yang merdeka juga berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah
atas dirinya dan atas orang-orang yang menjadi tanggungannya seperti, anak yang
belum dewasa dan belum berpenghasilan, istri dan orang tua. Selain itu adalah
seorang muslim yang memiliki kelebihan harta untuk mencukupi kebutuhan pokok
pada hari raya dan malamnya.
Kapan
zakat fitrah ditunaikan?
Waktu
wajib, yaitu sejak terbenamnya matahari pada hari terakhir Bulan Ramadan hingga
terbenamnya matahari pada Idul Fitri, dengan kata lain menemui sebagian waktu
pada Bulan Ramadan dan sebagian waktu pada bulan Syawal.
Beberapa
ketentuan lain soal waktu zakat fitrah.
Pertama, anak yang lahir setelah
terbenamnya matahari pada hari terakhir Bulan Ramadan tidak wajib dibayarkan
zakat fitrah.
Kedua, pernikahan yang
terjadi setelah terbenamnya matahari di Bulan Syawal zakat fitrahnya istri tidak menjadi tanggungan suami tetapi menjadi
kewajiban istri sendiri.
Ketiga, masuk Islam
setelah matahari terbenam di akhir bulan Ramadan juga tidak mewajibkan zakat fitrah. Keempat, kematian setelah terbenamnya matahari di akhir bulan
Ramadan tetap berkewajiban membayar zakat fitrah.
Soal
waktu itu sendiri, ketentuannya adalah: waktu diperbolehkan, yaitu sejak
permulaan bulan Ramadan (takjil zakat
fitrah). Ada juga waktu makruh, yaitu berzakat fitrah setelah melaksanakan
shalat Idul Fitri hingga sebelum matahari tenggelam pada hari raya.
Selain
itu ada waktu haram berzakat fitrah,
yaitu setelah matahari tenggelam pada Idul Fitri. Zakat fitrah yang dikeluarkan
pada waktu ini menjadi qadla.
Adapun
bentuk dan kadar zakat fitrah
adalah, pertama, berupa quut, yaitu
makanan pokok daerah di mana ia tinggal. Makanan pokok yang dikeluarkan harus
dalam kondisi baik dan layak konsumsi, sehingga tidak sah apabila cacat atau
rusak.
Tidak
sah mengeluarkan zakat fitrah berupa
uang meskipun senilai kadar yang wajib dikeluarkan. Bagi panitia pengumpul
zakat fitrah apabila para pembayar zakat menunaikan menggunakan uang, solusinya
adalah panitia menyediakan makanan pokok diluar hasil zakat yang sudah
terkumpul, lalu panitia menjualnya kepada pembayar zakat.
Kedua, kadar yang
dikeluarkan adalah 1 sha’. Terdapat beberapa pendapat ulama tentang ukuran
1 sha’, yang lazim dipakai di negara
kita adalah 2,5 kg beras.
Ada
Ashnaf Tsamaniyyah (kelompok delapan)
yaitu yang tegas disebut sebagai orang yang berhak menerima zakat fitrah. Pertama, fakir, yakni
orang yang sama sekali tidak memiliki harta atau penghasilan dari suatu
pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan pokoknya dan kebutuhan pokok
orang-orang yang ia tanggung.
Kedua, miskin, yakni
orang yang mempunyai harta atau penghasilan dari suatu pekerjaan halal dan
pantas baginya tetapi tidak mencukupi kebutuhan pokoknya dan kebutuhan pokok
orang-orang yang ia tanggung, seperti orang yang berpenghasilan 7-8 ribu/ hari
sementara kebutuhan pokoknya 10 ribu/hari.
Ketiga, muallaf, yakni
orang yang baru masuk Islam. Keempat,
amil, yakni orang yang diangkat pemerintah untuk mengurusi harta zakat. Kelima, riqab, yakni para budak mukatab.
Keenam, gharim, yakni orang yang
mempunyai hutang baik untuk kemaslahatan umum maupun untuk diri sendiri.
Ketujuh sabilillah, yakni
orang yang berperang secara fisik membela agama Allah secara sukarela tanpa ada
gaji tetap dari negara. Dan kedelapan, ibnu sabil, yakni orang yang bepergian
tanpa bekal yang cukup untuk kembali ke daerahnya.
Menurut
madzhab Syafiiyyah diwajibkan mengeluarkan zakat
kepada ashnaf tsamaniyyah di mana pembayar zakat tinggal. Apabila dikeluarkan
di daerah lain maka sudah mencukupi menurut Madzhab Malikiyyah. Cukup
mengeluarkan zakat fitrah kepada
salah satu dari ashnaf tsamaniyyah yang ada di daerahnya.
Niat Zakat Fitrah
“Nawaitu
an ukhrija zakatal fitri – an nafsi / an zaujati… / an ibni …/ an binti …/ an
abi / ab ummi – fardhon lillahi taala “
“Aku
berniat mengeluarkan zakat fitrah – atasku / atas istriku … / atas anak
lelakiku … / atas anak perempuanku … / atas bapakku / atas ibuku – fardlu
karena Allah Ta’ala”.
Baca juga : Niat Zakat Fitrah
Penulis : Muhammad Nasrullah Huda
Sumber : NU Jepara
No comments:
Post a Comment