Fakultas Hukum Universitas Muria Kudus (FH UMK)
menggelar seminar nasional ‘’Membedah
Konsep Perang Melawan Terorisme’’ yang diselenggarakan di Aula Masjid Darul
Ilmi UMK, Rabu (25/5/2016).
Seminar yang diikuti lebih dari 200 peserta yang
terdiri atas akademisi perguruan tinggi di Kudus dan sekitarnya, guru agama,
guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), unsur Polri, Kodim, dan pengurus Pondok
Pesantren di Kudus, Jepara, dan Pati ini, menghadirkan tiga narasumber.
Tiga narasumber itu adalah Dr. Retno Mawarini S.,
SH. M.Hum. (Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme/ FKPT Jawa Tengah),
Subkhan SH. (Kanit Ianit Igaras Intelkam Polres Kudus), dan Dr. Abdul
Jalil MEI (tokoh agama Kudus).
Retno mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), menjelaskan, radikalisme merupakan paham atau aliran yang menginginkan
perubahan (pembaruan) sosial politik, dengan cara kekerasan dan drastis, atau
sikap ekstrem dalam satu aliran.
Sedang terorisme, di Indonesia banyak fakta-fakta
yang sungguh ironis. Mulai dari konflik komunal (sektarian) di Pos dan Ambon
(1999-2000), bom natal di 10 kota besar di Indonesia (2000), bom Bali I (2002),
bom JW Marriot (2003), hingga bom JW Marriot II dan Ritzt Carliton (2009).
‘’Ada beragam alasan mengapa radikalisme muncul dan
terorisme terjadi. Antara lain karena balas dendam, kemiskinan, ketidakadilan,
pendidikan, dan politik,’’ ujar Retno.
‘’Untuk mengantisipasi, bisa melalui berbagai
pendekatan, baik pendekatan keagamaan, psikologis, sosial budaya, ekonomi,
hkum, politik, dan teknologi,’’ lanjutnya.
Subkan pada kesempatan itu menjelaskan apa yang
bias dilakukan untuk melakukan radikalisme dan terorisme. ‘’Biasanya ada
perubahan signifikan pada sikap mental dan perilaku. Seperti menghindari teman
lama, pribadinya tertutu (tertekan) jiwanya, dan pulang sering telat tanpa alas
an jelas,’’ katanya.
Di luar itu, dalam kehidupan keseharian para pelaku
radikalisme dan terorisme mengimplementasikan doktrin-doktrin, antara lain
fanati, tidak toleran, eksklusif, bahkan berani menentang orang tua (keluarga).
‘’Untuk menangkal gerakan ini, maka pelajari agama
dengan baik dan benar, dialog dengan orang lain jika ada materi yang tidak
paham, tolak bila diajak melakukan kajian sembunyi-sembunyi, dan tanamkan rasa
cinta tanah air,’’ terangnya. Sedang Abdul Jalil pada seminar itu mengulas
mengenai konstruksi Islam Nusantara untuk perdamaian dunia. (ros)