![]() |
Ilustrasi: Google |
Cerpen Lina Nur Jannah
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang
yang bernama Amir Hasan. Ia adalah putra dari Sunan Muria yang diasuh dan dididik oleh kanjeng Sunan. Sunan
Muria selalu
menanamkan jiwa kedisiplinan dengan mengajarkan dasar-dasar agama Islam yang
kuat. Sedangkan ibunya Dewi Sujinah selalu memanjakan Amir Hasan.
Dalam keseharian Amir Hasan
merupakan anak yang nakal. Ia tidak mengikuti kedisiplinan yang diajarkan
ayahnya. Semakin hari Sunan Muria merasa resah dengan kenakalan Amir Hasan.
Ia khawatir jika nanti putranya
tumbuh menjadi anak yang tidak taat pada ajaran agama. Akhirnya, Sunan Muria
dan Dewi Sujinah memutuskan untuk menitipkan Amir Hasan kepada pamannya, yaitu
Sunan Kudus dengan harapan kelak Amir Hasan dapat menjadi orang yang baik dan
soleh.
Selama dalam asuhan Sunan Kudus,
Amir Hasan sudah mulai menunjukkan perubahan menjadi pemuda yang baik dan taat
menjalankan perintah agama. Ia mulai dapat mengikuti kedisiplinan yang
diajarkan oleh Sunan Kudus. Melihat perkembangan yang baik pada Amir Hasan, Sunan
Kudus merasa cukup membimbing dan mengajari Amir Hasan.
Oleh karena itu, Sunan Kudus
berencana untuk mengembalikan Amir Hasan kepada ayahnya, Sunan Muria. Kemudian,
Sunan Kudus menyampaikan kabar gembira ini kepada Sunan Muria, bahwa putranya
Amir Hasan telah berubah menjadi anak yang baik dan sholeh.
Setelah menerima laporan dari Sunan
Kudus, Sunan Muria dan Dewi Sujinah menjadi sangat bahagia karena
putranya mampu menjadi anak seperti yang mereka harapkan. Amir Hasan menjadi
anak yang baik dan mau mematuhi ajaran agama islam.
Kemudian untuk melatih dan menguji
ilmu yang telah dikuasai oleh Amir Hasan, Sunan Muria mengutusnya untuk pergi
ke daerah yang terlihat kremun-kremun (bahasa Jawa)
atau samar-samar dari atas gunung Muria atau yang sudah kita kenal dengan nama
Karimunjawa.
“Wahai anakku, pergilah engkau ke
daerah yang terlihat kremun-kremun
itu!, supaya engkau bisa memperdalam dan menyebarkan ajaran agamamu di sana!”
Perintah Sunan Muria kepada Amir Hasan.
“Sendiko
dawuh ayahanda,” jawab Amir Hasan
Karimunjawa merupakan salah satu
kecamatan yang berada di Kota Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Karimunjawa
merupakan kepulauan yang terletak di tengah laut Jawa.
Sekarang kecamatan Karimunjawa ini
merupakan kawasan alam yang dilindungi karena memiliki sumber daya alam yang
khas dan unik baik dalam bentuk flora, fauna, dan kebudayaan. Ekosistem di
Karimunjawa merupakan kondisi alam yang menjadikan Karimunjawa sebagai cagar laut yang sangat
potensial.
Sebelum hendak melakukan perjalanan
menuju Karimunjawa, Amir Hasan berpamitan dengan ayahanda, berjabatan tangan
dan mencium tangan ayahnya, Sunan Muria. Akan tetapi, ketika itu ibunya, Dewi
Sujinah begitu memanjakan Amir Hasan. Beliau tidak ingin putranya pergi lagi
dari pelukannya, setelah kepulangannya dari asuhan Sunan Kudus. Alhasil, Amir Hasan pun tidak berpamitan
dan bersalaman dengan ibunya.
Untuk menuju Karimunjawa Amir Hasan
harus menyeberangi lautan Jawa. Kemudian, Amir Hasan pergi bersama dua orang
pengikutnya dengan menaiki perahu kecil menyeberangi lautan menuju ke daratan Karimunjawa.
Amir Hasan pergi dengan bekal 2 biji buah nyamplung untuk ditanam di
karimunjawa. Oleh karena itu, Amir Hasan dikenal juga dengan sebutan Sunan
Nyamplungan.
Sementara itu, ibunya tengah
bersedih atas kepergian Amir Hasan. Dewi Sujinah merasa sangat bingung dan
gelisah. Antara dua keinginan Ia tidak menginginkan putranya pergi ke
Karimunjawa, akan tetapi ia juga menginginkan kebaikan untuk putra tercintanya.
Ia berlari kesana kemari berusaha untuk bisa bertemu dengan Amir Hasan.
Dewi Sujinah bermaksud menyusul Amir
Hasan hinggga akhirnya, ia sampai di tepi pantai Bandengan. Namun Sayang, Amir Hasan telah
pergi jauh meninggalkan bibir pantai. Dewi Sujinah semakin sedih tak karuan. Ia
menangis dan menjerit memanggil nama Amir Hasan. Akan tetapi, sekeras apapun
suara panggilannya sudah tidak dapat terdengar oleh Amir Hasan.
Dewi Sujinah menangis sambil
memegang kepelan atau bungkusan yang
telah ia siapkan untuk bekal Amir Hasan dalam perjalanan. Kini, Amir Hasan
telah pergi, dan bekal yang telah Dewi Sujinah persiapkan untuk Amir Hasan
belum dapat tersampaikan.
Dengan perasaan sedih ia
menghanyutkan bungkusan berisi pecel lele dan siput kesukaan Amir Hasan ke
dalam laut. Ia berharap agar nantinya
bungkusan tersebut bisa terbawa ombak hingga sampai kepada Amir Hasan.
“Nak, ibu sudah menyiapkan makanan
kesukaanmu untuk bekal dalam perjalanan. Semoga nantinya pecel lele ini akan sampai kepadamu,” kata Dewi
Sujinah penuh harap.
Sementara itu, Perjalanan menuju
karimunjawa memang memakan waktu yang cukup lama. Amir Hasan dan dua orang
pengikutnya terus mendayung perahu yang ditumpanginya. Bersama dengan ombak
mereka sabar menuju tempat daratan Karimujawa.
Setelah melakukan perjalanan yang
lama, akhirnya Amir Hasan dan kedua orang pengikutnya sampai di daratan
Karimunjawa. Ketika itu, Karimunjawa masih sepi dari penduduk. Daerahnya merupakan
kawasan hutan yang ditumbuhi pepohonan
yang sangat lebat, serta dikelilingi lautan.
Di sana terdapat
berbagai tanaman yang tumbuh, baik rerumputan dan pepohonan. Terdapat juga di
dalamnya berbagai macam binatang mulai dari burung, tupai, serangga hingga binatang
liar yang ganas, salah satunya adalah jenis ular edor.
Melihat
keindahan karimunjawa Amir Hasan pun mengucap kagum atas ciptaan Tuhan. “Subhanallah,
sungguh indah alam ciptaan Tuhan, lihatlah pohon yang rindang ini, lautan yang
luas, burung-burung yang beterbangan,”
kata Amir Hasan kepada dua orang pengikutnya sembari memandangi alam
sekitarnya.
Sembari melihat
keindahan alam karimunjawa, ia mencari tempat yang cocok untuk
beristirahat dan juga melaksanakan tujuannya, yaitu memperdalam ajaran agama
dan menyebarkannya. Ia memandang jauh tertuju pada sebuah tempat yang terlihat
terdapat sebuah pemukiman kecil dengan
beberapa penduduk.
“Lihat, di sana terdapat beberapa rumah. Mungkin di sana kita bisa menemukan pemukiman penduduk, dan kita dapat
tinggal di sana,” kata Amir Hasan dan menunjukkan jarinya ke arah pemukiman.
“Tapi Tuan, apa
tidak terlalu berbahaya? Untuk menuju ke pemukiman di sana kita harus melewati
hutan yang lebat itu.” kata salah satu pengikutnya.
“Yakinlah pada
Tuhanmu, niscaya Tuhan akan selalu melindungi kita. Mari kita lanjutkan
perjalanan,” jawab Amir Hasan
Amir Hasan berkeinginan
untuk membangun sebuah masjid di tempat yang hendak ia tuju. Ia berharap dengan
masjid yang ia bangun, ia bisa semakin memperdalam ajaran agama islam dan juga
menyebarkannya disana sebagaimana perintah ayahandanya, yaitu Sunan Muria.
Di masjid itu
juga Amir Hasan dan penduduk bisa menjalankan ibadah sholat berjama’ah dan
kegiatan keislaman lainnya. Dan ia ingin menanam bijih Nyamplungan di dekat
masjid yang hendak ia bangun.
Hari semakin
terik, dengan langkah perlahan mereka melanjutkan perjalanan melewati hutan
yang lebat untuk menuju tempat yang telah ia tentukan. Mereka melewati jalan
setapak yang dikelilingi pepohonan besar dan lebat. Tanahnya tertutup dengan
ranting-ranting patah dan juga dedaunan kering. Sesekali terdapat juga
rumput-rumput yang hijau.
Perjalanan untuk
menuju tempat yang diinginkan masih jauh. Dua orang pengikut Amir Hasan sudah
tidak kuat melanjutkan perjalanan. Mereka sudah mengeluh lelah, dan lapar.
Wajahnya pun sudah penuh dengan keringat, hingga baju yang dipakai oleh mereka
sudah sedikit basah karena keringat.
Akhirnya, Amir Hasan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Mereka
pun beristirahat di bawah pohon besar yang berdaun sangat lebat. Mereka
menyenderkan tubuhnya pada batang pohon, beralaskan daun kering yang berguguran
di tanah.
Sembari
beristirahat, mereka melihat pohon yang berbuah. Karena merasa lapar akhirnya, salah satu pengikut dari Amir Hasan memetik beberapa
buah untuk mereka makan. Dan menyimpannya sebagian untuk bekal dalam
perjalanannya nanti.
Setelah dirasa
cukup untuk istirahat, kemudian mereka melanjutkan perjalanannya kembali. Rasa
lelah tergantikan dengan memakan buah-buahan yang mereka petik dari pohon.
Tiba-tiba, di
tengah perjalanan terdapat seekor ular yang bertubuh lebih pendek dari ular
pada umumnya. Ia berada di balik sebuah batu besar. Ular itu berwarna hitam dan
bersisik mengkilap. Itu adalah jenis ular edor yang sangat mematikan.
Tidak ada
seorang pun yang selamat dari gigitan ular berbisa itu. Beberapa orang yang
telah terkena gigitan ular edor ini tidak dapat diselamatkan. Konon, Ular jenis
ini hanya berada di Karimunjawa.
Rupanya, ular
ini sedang tertidur dengan pulasnya, ketika Amir Hasan berjalan menuju
pemukiman yang dituju. Karena mendengar suara langkah kaki, ular edor akhirnya
terbangun. ia menjulurkan lidahnya, dan mulai menggerakkan ekornya.
“Sssttttt,,,,” suara desisan ular yang terbangun dari tidurnya.
“Siapakah yang
berani melintasi daerah kekuasaanku?” kata ular dengan menjulurkan lidahnya.
Karena merasa tidurnya
terganggu, Ular edor geram dan mencari tahu asal suara langkah kaki yang berani
memasuki hutan kekuasaanya. Ia keluar dari balik batu hitam, menggerakkan
kepalanya ke kanan dan ke kiri.
Ketika ular edor
mencari tahu siapa yang melewati hutan tersebut, akhirnya ia melihat ada
seorang yang berbadan tinggi dan besar, memakai baju putih, dan membawa tasbih
di tangan kanannya. Akan tetapi, ia tidak sendirian, ia bersama dua orang yang
membawa sesuatu yang dibungkus dalam kain.
Kemudian, ular
pun berpikir untuk mengganggu orang tersebut yakni Amir Hasan
beserta pengikutnya. Ia menggerakkan ekornya yang pendek menuju syekh Amir
Hasan. Melewati semak-semak yang hijau,
daun-daun kering, dan ranting yang berguguran.
“Ssssstttt,,,,” suara ular dari balik dedaunan kering.
Mendengar suara
tersebut, Amir Hasan menghentikan langkahnya sejenak, mencari sumber suara itu. Ia menoleh ke
belakang, tapi tak ada sesuatu di belakangnya. Kemudian ia menoleh sisi kanan
dan kiri, berusaha memastikan bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi di
sekitarnya.
“Hahahaha... enak saja kau melewati hutan kekuasaanku. Lihat saja aku
akan mengeluarkan bisaku dan menggigitmu. Selama ini tidak ada satu orang pun yang
dapat selamat dari gigitanku. Hahahaha...,”
ujar ular edor.
“Sssssstttt...,” suara itu muncul kembali di telinga Amir Hasan.
Ia kembali menolehkan
kepala ke kanan dan ke kiri. Kali ini ia berusaha memastikan keadaan di
sekitarnya dengan seksama. Ia juga membalikkan badan untuk melihat bahwa
keadaan sekelilingnya aman. Akan tetapi, muncullah ular hitam yang bertubuh
pendek di depan Amir Hasan.
Amir Hasan tak
ingin mengganggu atau merusak alam sekitar termasuk ular edor. Ia hanya ingin
melewati hutan untuk menuju tempat yang sudah ia tentukan, yaitu pemukiman
penduduk di mana ia akan memperdalam sekaligus menyebarkan ajaran agama Islam. Untuk itu, Amir hasan mencoba meminta izin kepada ular edor untuk bisa melewati jalan setapak yang
tengah dihadang ular edor.
“Permisi ular, izinkan aku melewati jalan ini untuk menuju ke pemukiman warga
di sana,” kata Amir Hasan meminta ijin.
Akan tetapi,
ular edor tidak mendengarkan perkataan Amir Hasan, ia tetap berada di
tempatnya, tidak pindah dari tempat semulanya. Ia masih saja melingkarkan
badannya dan menjulurkan lidahnya untuk menghalangi perjalanan Amir Hasan. Ular edor merasa sombong dengan bisanya yang sangat
mematikan. Ia menganggap hutan itu miliknya, dan siapa yang memasuki hutan
tersebut harus atas seizinnya.
“Tidak akan kuizinkan. Ini adalah hutan kekuasaanku. Siapa pun yang berani
melewati hutan ini, ia tidak akan selamat. Termasuk engkau hai pengembara,” jawab ular edor dengan angkuhnya.
Keangkuhan ular
edor itu sangat berlebihan, sehingga ia pun menolak izin Amir Hasan untuk melewati hutan. Kesombongannya
menggiringnya untuk berbuat jahat pada Amir Hasan. Ia ingin membunuh Amir Hasan
dengan bisa mematikan yang ia miliki. Ia lupa bahwa hutan tersebut adalah
ciptaan Tuhan, dan termasuk dirinya dan bisanya yang mematikan adalah ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa.
Tanpa pikir
panjang, ular edor menuju kaki Amir Hasan. Ia menjulurkan lidahnya, dan mengeluarkan
bisa beracun yang mematikan tepat pada kaki Amir Hasan. Dua orang pengikutnya
melihat apa yang terjadi, bahwa seekor ular edor telah menggigit Amir Hasan.
Mereka sangat terkejut, dan
mengkhawatirkan keadaan Amir Hasan.
“Tuan ular itu menggigitmu.” Kata salah satu pengikutnya dengan
terkejut. Dua orang pengikutnya merasa khawatir dan takut, jika nantinya Amir
Hasan tidak bisa selamat. Mereka gugup mencari sesuatu untuk mengusir ular, di samping mereka harus mencari cara untuk bisa mengobati Amir
Hasan.
Dicarikannya
kain untuk mengikat kaki Amir Hasan agar bisa ular tidak menyebar ke anggota
badan yang lain. Salah satu pengikutnya merobek kain yang dibawanya untuk
membawa bekal. Ia berjongkok untuk bisa mengikatkan kain pada kaki Amir Hasan.
Saat hendak
mengikatkan kain pada kaki Amir Hasan, ia pun berkata “Tidak perlu kau
mengikatkannya di kakiku. Insyaallah, aku tidak apa-apa”
“Apa tuan yakin
baik-baik saja?” tanya pengikut Amir Hasan meyakinkan.
Ular edor masih
berada di sekitar Amir Hasan, ia bersembunyi di balik batu hitam. Ular edor
ingin memastikan bahwa orang yang telah digigitnya akan terjatuh dan mati. Akan
tetapi, apa yang terjadi? Melihat Amir Hasan masih sehat, Ular edor terkejut.
Orang yang dinantinya tergeletak mati, tak kunjung mati.
“Apa yang terjadi? Mengapa bisaku belum bereaksi juga? Apa aku
salah menggigitnya?” pikir ular edor.
Ternyata gigitan
ular edor tidak mempan, Amir Hasan masih kuat berdiri dan bahkan ia masih
baik-baik saja. Ia selamat dari bisa beracun ular edor, dan tidak merasakan
sakit atas gigitan ular tersebut. Amir Hasan dilindungi oleh Allah karena
kebaikannya, dan ular edor ditegur Allah atas kesombongannya. Bahwa alam ini
dan apa yang kita miliki adalah milik Allah semata. Allah yang menciptakan
bumi, langit dan seisinya.
Atas perbuatan
ular edor Amir Hasan pun marah. Ia tak pernah mengganggu ular edor, untuk
melewatinya pun ia berusaha meminta izin
dengan cara yang baik. Namun, apa balasan dari ular edor. Ia tidak mengindahkan
cara Amir Hasan. Ahirnya, rasa marah tak dapat ia bendung. Tangannya mulai
mengepal, matanya melebar, alis di wajah
pun ikut mengerut.
“Ular yang sombong,
kau telah lancang dengan menggigitku. Kau menyakiti orang yang tidak pernah
menyakitimu. Aku tahu bahwa kau bersembunyi. Kau takut atas perbuatanmu. Keluarlah...!” ujar Amir Hasan.
Mendengar
perkataan Amir Hasan, ular edor menampakkan dirinya di depan Amir Hasan. Ia
masih berpikir bahwa ia berhak menyakiti dan membunuh orang yang
melewati hutan kekuasaannya. Ia tidak pernah takut dengan apa pun, karena ia
memiliki bisa yang sangat beracun dan mampu membunuh lawan-lawannya. Ia belum
sadar bahwa ini semua adalah milik Allah Yang Maha Esa.
“Apa? Aku takut? Aku tidak takut pada siapa pun. Akulah ular
yang memiliki bisa beracun yang sangat mematikan,”
ular edor masih saja menyombongkan dirinya.
Amir Hasan semakin marah. Lantas, ia mengambil ranting kayu yang
ada di sekelilingnya.
“Krak...!” Amir
Hasan mematahkan ranting kayu yang berada di sekitarnya. Kayu itu berwarna coklat
berkelok atau tidak lurus mempunyai serat yang alot atau keras, lebih keras
dari kayu biasa pada umumnya. Kayu jenis setigi ini sangat banyak dijumpai di
sekitar karimunjawa.
Atas ulah ular
edor, Amir Hasan marah. Ia menengadahkan tangannya dan berdoa pada Allah.
Kemudian, ia mengutuknya dengan menunjukkan ranting kayu yang dipegangnya tepat
diarahkan pada mata ular edor. Ia mengutuk ular edor agar menjadi buta. “Dengan
menyebut nama Allah, kau akan menjadi ular buta,” kata Amir denngan nada tinggi.
Akhirnya, ular edor takut akan kutukan dari Amir Hasan. ia
menundukkan kepalanya. “Ampun tuan, jangan kutuk saya. Hamba akan mengizinkanmu untuk melewati hutan ini.” sesal ular edor.
Ia tidak ingin
terkena kutukan Amir Hasan, ia ingin tetap menikmati kekuasaan dan kekuatannya
sebagai ular edor yang mematikan. Ingin rasanya ia lari dan pergi dari hadapan
Amir Hasan untuk menghindari kutukan, tapi Amir Hasan telah menahannya dengan
kekuatannya atas izin Allah.
Namun, apalah
daya nasi sudah menjadi bubur. Selama
ini, Ular edor telah menyombongkan kekuasaan dan kekuatannya sehingga ia
mengganggu dan mencelakai orang-orang
yang tidak bersalah. Sudah banyak korban atas kesombongan ular edor.
Sehingga tak ada seorang pun yang berani melintasi hutan belantara itu.
Bukan maksud
Amir Hasan untuk menyakiti ular edor. Ia hanya ingin mengingatkannya bahwa alam
dan seisinya adalah ciptaan Tuhan. Dan sebagai pelajaran kepada ular edor
lainnya agar tidak lagi mengganggu sesama mahluk ciptaan Tuhan. Kita tidak boleh
merusak dan mengganggu sesama mahluk ciptaan Tuhan, apalagi orang yang tidak
bersalah.
Alhasil, sejak
itu ular edor menjadi rabun dan dikenal dengan sebutan ular buta. Ular ini
berbentuk lebih pendek dari ular lainnya. Ia berwarna hitam mengkilap dan
memiliki bisa yang mematikan. Ular edor hanya akan beraktivitas pada malam hari, sedangkan pada siang hari ia tidak
bisa melihat dan akan bersembunyi, tidak beraktivitas.
Sampai sekarang ular ini masih bisa ditemui di karimunjawa.
Dan kayu setigi yang
digunakan oleh Amir Hasan untuk mengutuk ular edor sampai sekarang dipercaya
masyarakat mempunyai sifat alami sebagai kayu penyedot bisa hewan atau serangga
berbisa upas-upasan. Kayu setigi
dapat digunakan dengan cara ditempelkan pada bekas sengatan atau gigitan (luka
baru). Kulit bekas gigitan akan terasa tersedot sampai bisa racun keluar atau
terhisap oleh kayu setigi.
Kayu setigi bertuah secara alami yang diciptakan oleh Allah.
Jika digunakan untuk kebaikan maka, kemanfaatan kayu setigi lebih optimal.
Konon, kayu setigi bisa mengapung jika dimasukkan dalam air.
No comments:
Post a Comment