Jepara,
soearamoeria.com
Sejak
tahun 2006 silam MTs Nurul Islam desa Kriyan kecamatan Kalinyamatan kabupaten
Jepara memasukan Kaligrafi sebagai pelajaran muatan lokal. Sejak itu madrasah
ini memiliki segudang prestasi utamanya seni kaligrafi.
Mulanya,
orang yang diamanati untuk mengajar kaligrafi ialah H. Nur Ichwan. Waktu itu
madrasah masih dipimpin Ribhan. Kemudian, bertemulah Ichwan dengan Ahmad
Jamaludin pada momen kegiatan kaligrafi di Semarang. Saat itu Ichwan delegasi
asal Jepara sedang Jamaludin delegasi Kudus.
Karena
Ichwan sudah mengetahui kiprah Jamal ia meninggalkan nomer hape kepada guru
kaligrafinya, Aufa. Tujuannya agar Jamal bersedia mengontaknya. Alhasil Jamal bergabung dengan MTs Nuris,
begitu masyarakat menyingkat madrasah tersebut.
Sejak
bergabung jebolan STAIN Kudus itu diamanati untuk memegang mapel Kaligrafi.
Selama sepekan sekali 250an siswa memperoleh materi kaligrafi 2 jam pelajaran.
Ia mengajar sendiri. Tanpa didampingi guru-guru lain.
Setiap
jenjang memperoleh materi khat berbeda. Kelas VII materi Naskhi, kelas VIII
Sulus dan kelas IX Diwani. Untuk materi lain yang kadang diajarkan ialah
Rib’ah.
Karena
masuk dalam mapel, lelaki kelahiran 06 November 1981 itu mengaku menemui
sejumlah kendala. “Kendalanya mereka masih anak-anak. Jadi mereka ikutnya masih
mencari nilai,” akunya saat ditemui NU
Online, Selasa (15/12) kemarin.
Meski
terganjal kendala tetapi ia menyebut masih ada sekitar 20% siswa yang minat.
Kepada peserta yang minat itulah ada pendekatan khusus yang ia tempuh.
Semaksimal mungkin dirinya memberikan pengarahan.
Hasilnya
dari ratusan siswa yang ada tiap tahun pelajaran sekitar ada puluhan murid yang
berbobot. “Setiap ada even bisa dipastikan memperoleh penghargaan. Baik tingkat
kabupaten hingga tingkat provinsi,” sebut Jamal.
Strategi
Pelajaran
kaligrafi tidak lepas dari praktik. Pada jam menulis khat itu siswa wajib
membawa pensil/ spidol khat serta buku garis. Saat itu siswa yang sedang diajar
mengerjakan perintah dari sang guru.
Pada
saat UTS serta UAS soalnya juga tidak dari tulis menulis indah itu. Misal
menulis huruf maupun surat pendek. Jika even lomba tiba ia menggenjot siswa
untuk berlatih hingga menjadi juara.
Tiga
tahun terakhir, madrasah yang bernaung di bawah Kemenag Jepara itu tidak sepi
juara. Tahun 2013 memperoleh Juara I tingkat Kabupaten, tahun berikutnya juara
I dan III. Dan tahun ini juara I dan II.
Tahun
ini pula madrasahnya berhasil memboyong juara tingkat provinsi juara I dan III.
“Sejak 2006 sampai sekarang jumlah piala yang didapat jika dihitung sekitar
50an lebih,” kata lelaki yang mendarmabaktikan untuk kaligrafi.
Untuk
juara meliputi dekorasi, lukis, naskah, hiasan dan mushaf.
Agar
bibit-bibit unggul kaligrafi tetap lestari madrasah yang berada di belakang
masjid Al Makmur itu menggelar pelatihan kaligrafi tingkat MI sederajat
se-kecamatan Kalinyamatan, Welahan dan Mayong. “Pesertanya lumayan. Ada
seratusan anak-anak,” lanjutnya.
Digelarnya
kegiatan itu tidak lain memberikan bekal kegiatan lomba Mapsi. Karena kaligrafi
menjadi salah satu even lomba. Strategi lain yang ingin digalakkan ialah
membentuk komunitas sebagai jejaring kaligrafer Nuris dan yang lain. Juga kegiatan
pameran karya.
Untuk
menggelar sebuah even membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sehingga pihaknya
mengharapkan pemerintah untuk mendukung kegiatan kaligrafi di Jepara.
“Selain
perlu sering mengadakan even. Pemerintah juga perlu memberikan anggaran yang
maksimal kegiatan tersebut,” pinta Abdul Rohman Waka Kesiswaan MTs Nurul Islam.
Karena
masih minim dukungan menurut lelaki yang kerap disapa Maman itu menyebabkan
madrasah yang konsisten menggarap kaligrafi masih jarang. Berbeda dengan
kabupaten tetangga Kudus dan Pati.
Pihaknya
juga dengan tegas siap menerima semua elemen yang ingin belajar kaligrafi. “kami
siap berbagi ilmu kepada siapa saja utamanya kaligrafi,” papar lulusan UIN
Yogyakarta ini.
Puluhan
hasil kejuaraan yang telah diraih
madrasah menurut Kepala madrasah, Ali Ashari masih belum seberapa. Cita-cita
yang belum tercapai hingga kini ialah memperoleh juara nasional.
“Semoga
cita-cita ini akan terwujud. Tentu dengan kerjasama antara murid dan pendidik
juga didukung dengan regenerasi yang terus-menerus. Termasuk dukungan penuh
dari pemerintah setempat,” harap Ali yang lulusan UPGRIS, dulu IKIP PGRI
Semarang. (qim)