“Berwacana Jangan Dikaitkan dengan Kebenaran Gusti Allah” - Soeara Moeria

Breaking

Jumat, 11 Desember 2015

“Berwacana Jangan Dikaitkan dengan Kebenaran Gusti Allah”

Edi AH Iyabenu, CEO Diva Press memantik peserta Kampus Fiksi. 
Semarang, soearamoeria.com
Edi AH Iyabenu, CEO Penerbit Diva Press menekankan dalam menyampaikan gagasan atau wacana baik berupa esai, artikel maupun makalah jangan dikait-kaitkan dengan kebenaran Gusti Allah. Meskipun argumen-argumen yang kita lontarkan mengutip pendapat Abu Bakar maupun Abu Lahab “bukan garansi” bahwa wacana kita paling benar.

Hal itu ditekankan Edi sebagai landasan teori Teknik Menulis Non Fiksi agar  tidak salah kaprah. Sehingga ketika gagasan kita dikritisi jangan sampai marah.

Dalam kegiatan bertajuk Kampus Fiksi Nonfiksi Roadshow Semarang yang berlangsung di Aula Gedung Wanita Semarang, Ahad (29/11/15) lalu Edi AH Iyabenu yang bernama asli Edi Mulyono itu menjelaskan semestinya perlu belajar kepada imam-imam terdahulu.

Imam Ghazali pernah mengkritik para filosof dengan menerbitkan tahafut falasifah. Kemudian pandangan Ghazali dibantah Ibnu Rusyd dengan karya yang berbeda.

“Semestinya kita yang gak punya pandangan yang matang malu dong dengan ulama-ulama terdahulu,” katanya kepada ratusan peserta.

Calon Doktoral Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga itu menegaskan menjadi penulis harus jembar dada. Mau menerima perbedaan. Jangan sampai tulisan dikritik ujung-ujungnya bilang kebenaran hanya milik Allah.

Setelah landasan teori kita benar langkah selanjutnya menampung ide apa pun. Apalagi sekarang sedang musim gadget jangan sampai menyia-nyiakan ide yang bertaburan.

“Fenomena nginjak-nginjak kembang di Gunungkidul kita bisa buat tema Barbarisme Kembang. Atau Pengaruh Orang Tua Terhadap Psikologis Anak (Studi Kasus Injak-injak Kembang),” jelasnya.

Ide-ide yang tersimpan di gadget harapannya 1-2 tahun mendatang jika longgar ide bisa dibuat menjadi tulisan. Hal yang juga penting selain ide yakni mastering (penguasaan mainstream). Ketiga landasan teori.

Menulis lanjut Edi bukan sekadar kliping teori. Tetapi wajib ada gagasan dari peribadi penulis. Berikutnya common sense dan preposisi. Outline/ kerangka tulisan, analisis dan ending.

Materi lain disampaikan Qurotul A’yun. Dalam kesempatan itu editor Agama Islam Diva Press mengedit bukan sekadar hal tanda baca dan diksi. Tetapi perlu detail. Jika menulis tentang Fikih (Hukum Islam) harus teliti jangan asal-asalan.

Untuk landasannya pemilik web ayuniverse.com itu mencakup tiga hal. KBBI, EYD dan Selingkung (aturan independen yang dibuat oleh penerbit). “Di KBBI tertera Salat. Kamus Diva menulisnya dengan Shalat,” contoh A’yun tentang Selingkung.

Adapun hal-hal apa yang diedit ungkapnya mulai materi, pola kalimat, kata ambigu, penulisan, diksi dan tanda baca. (qim)  

2 komentar:

  1. Waa beda ya tulisan abal2 saya sama ini.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aslinya substansi tetap sama. Yang beda cuma genre tulisannya saja. Tetap semangat menulis ya mbak!

      Hapus