Islam Nusantara Gabungan Etik dan Pergumulan Budaya - Soeara Moeria

Breaking

Senin, 19 Oktober 2015

Islam Nusantara Gabungan Etik dan Pergumulan Budaya


Jepara, soearamoeria.com
Pimpinan Anak Cabang IPNU-IPPNU Kecamatan Mlonggo Jepara bekerjasama dengan SMK Az Zahra Mlonggo Jepara menyelenggarakan Seminar “Islam Nusantara di Tengah Ancaman Radikalisme” berlangsung di aula SMK, Kompleks Pesantren Az Zahra, Jalan Raya Jepara-Bangsri Km. 12 Sekuro Mlonggo Jepara, Sabtu (17/10) pagi.

Dalam kegiatan yang dihadiri puluhan pelajar itu salah satu narasumber KH Nuruddin Amin, pengasuh pesantren Hasyim Asyari Bangsri Jepara menegaskan Islam Nusantara yang menjadi grand tema dalam Muktamar NU ke-33 lalu ialah penggabungan Islam sebagai etik dan Islam dalam pergumulan budaya.

Islam menurut Gus Nung merupakan ajaran yang bersifat Kaffah, total dan menyeluruh. Semua ketentuan beragama baik itu fiqih, tasawuf dan sebagainya diyakini warga NU ialah implementasi dari ajaran Aswaja.

Sedangkan Islam sebagai pergumulan budaya lanjutnya sudah termaktub dalam Fiqih. Sebab Fiqih selalu sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Hal ini sejalan dengan alhukmu yadullu maa illatihi. Sehingga tradisi yang berkembangkan di tengah masyarakat tegasnya sudah dilegitimasi dalam fiqih.

Misalnya, orang Indonesia yang menunaikan ibadah haji meski berangkat ke tanah suci tetapi tidak harus menjadi “Arab”. “Haji ialah nilai etik bagaimana kita berserah diri total kepada Allah. Mentauhidi Allah secara total,” terangnya.

Sekembalinya ke tanah air misalnya tidak memakai jubah dan peci hitam tetapi menggantinya dengan mengenakan blangkon juga tidak masalah. Pada ranah itu sebutnya harus bisa membedakan Islam dengan kultur arab. Sunan Kudus yang melarang masyarakat menyembelih sapi ialah strateginya untuk menghargai kebudayaan.

Sehingga sebagai pengikut Islam di Indonesia tidak larut dengan kultur arab. “Arab memliki kultur, kita (Indonesia) juga mempunyai budaya sendiri. Misalnya blangkon peci hitam dan sejenisnya merupakan ciri khas dari kita,” imbuhnya.  

Jepara “Gudang” Islam Nusantara
Pembicara lain, Hamzah Sahal menerangkan Islam Nusantara bukanlah hal yang baru. Islam Nusantara terang Litbang NU Online bisa dilakukan dengan menikmati karya-karya ulama Nusantara. 

Hamzah menyimpulkan salah satu gudangnya Islam Nusantara tidak lain adalah Jepara. Sosok Kiai Saleh Darat dalam khazanah Islam Nusantara pernah menerjemah Al Qur’an dalam bahasa Jawa atas saran dari RA Kartini meski penerjemahannya tidak sampai rampung. 

Selain karya ulama yang mumpuni Jepara sambung juga memiliki institusi yang kuat. Sebagai proses penelusurannya menulis pesantren tua di Jawa, aktivis muda NU itu menyebut Pesantren Balekambang Jepara berada di urutan pesantren tertua ke-23 yang usianya lebih tua jika dibandingkan dengan pesantren Tebuireng, Krapyak dan Mranggen.

Sehingga sebagai warga Jepara tidak hanya mempopulerkan ukirannya, RA Kartini sebagai pejuang perempuan tetapi juga mempopulerkan Kartini sebagai muslimah yang dengan gagasan brilian.

“Alhasil tugas pesantren maupun warga NU ialah nguri-nguri warisan ulama terdahulu agar niat-niat jahat kelompok yang ingin menggembosi tradisi kita menyingkir semua. Radikalisme juga surut dengan sendirinya,” kata dia.

Kaum santri, kaum sarungan harus selalu memberikan sumbangsh lebih terhadap sejarah panjang berbangsa, bernegara dan ber-Nahdlatul Ulama (NU).

Nasionalisme Tangkal Radikalisme
Sementara itu, Dwi Suryoatmojo, Peneliti Madya Kementerian Pertahanan RI menyatakan nasionalisme pemuda saat ini bisa dibilang mengalami penurunan. Karena mereka menganggap sekarang sudah tidak ada perjuangan mengangkat senjata lagi. Sebab mereka hanya tinggal menikmati hasil perjuangan.

Dengan keprihatinan itu alhasil pemuda hanya bisa seenaknya sendiri. Misalnya meminta uang untuk sekolah maupun kuliah. Meskipun pemuda tidak hidup di era penjajahan seyogianya pemuda dituntut memberikan kontribusi yang kreatif dan progresif.

Melalui cara itu menurut lelaki kelahiran Jepara, 14 Agustus 1967 radikalisme yang makin berkembang di Indonesia bisa dicegah. Ia menjelaskan sebenarnya pelaku tindak radikal ialah pemuda sehingga yang patut menanggal hal negatif itu juga di tangan pemuda. Sebab pemuda lebih tahu tentang lingkungannya.

Untuk itu pemuda harus disiapkan menjadi generasi potensial untuk menangkal pengaruh-pengaruh yang kurang bagus tersebut sebagai generasi perubahan. “Pemuda sekarang harus disiapkan dengan dibekali dengan ilmu yang  baik dan cukup,” kata Kepala Bagian Operasi Intelegen AD.

Hal itu menurutnya sejalan dengan apa yang pernah Soekarno yang meminta pemuda untuk mengubah dunia. Selain peran dari pemuda agar nasionalisme tetap berkobar perlu ditopang dengan peran pemerintah. Juga peran serta dari ulama yang senantiasa untuk dimintai pendapat tentang permasalahan yang dihadapi bangsa.

Selain Seminar kegiatan yang berlangsung 2 hari ini juga diisi dengan Latihan Kader Muda (Lakmud) dan Pentas Padang Bulan. (qim)

Link terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar