Ketika Pendeta Bicara Sosok Gus Dur - Soeara Moeria

Breaking

Rabu, 15 Juli 2015

Ketika Pendeta Bicara Sosok Gus Dur

Dok. Lukman Hakim 

Jepara, soearamoeria.com
Pendeta Gereja Injili Tanah Jawa (GITJ) Jepara, Danang Kristiawan didaulat untuk menjadi pembicara dalam Ngaji Gus Dur; Tadarus Kemanusiaan, Budaya dan Islam Indonesia berlangsung di pesantren Darus Saadah desa Bugel kecamatan Kedung kabupaten Jepara, Kamis (9/7) lalu.

Dalam kesempatan ini ia diminta panitia kerjasama Lakpesdam NU Jepara, Gusdurian Jepara dan Fakultas Syariah dan Hukum Unisnu Jepara untuk berbicara Gus Dur dan Keindonesiaan.

Ia memaparkan tiga hal. Pertama tentang demokrasi. Dalam pandangannya sebagaimana mengutip 3 referensi Islamku, Islam Anda dan Islam Kita (Buku), Islam, Pluralism and Democracy (Artikel) serta Islam and Indonesia; Religio Political Thought of Abdurrahman Wahid.

Demokrasi merupakan ruang di mana setiap kelompok dapat berkontribusi untuk kebaikan bersama. Demokrasi memberi kesempatan setiap kelompok untuk menyelesaikan permasalahan secara dewasa.

“Demokrasi dengan demikian tidak sekadar suara terbanyak tetapi adanya kesempatan setiap kelompok bahkan yang kecil dan berbeda sekalipun untuk menyampaikan pendapat dan keinginannya.

Sehingga dalam berdemokrasi memiliki dua tantangan yakni sikap yang sangat diperlukan dalam berdemokrasi. Kesediaan untuk peduli kepada kepentingan yang lain dan kesediaan untuk memberi dan menerima terhadap pihak lain. Ini merupakan sikap dan kerendahan hati.

“Jadi nilai dalam demokrasi menurut pembacaan saya terhadap Gus Dur adalah diperlukannya sikap kepedulian kepada yang lain yang berbeda dan kerendahan hati terhadap yang lain. Menurut saya inilah yang mewarnai pemikiran politik keindonesiaan Gus Dur,” terangnya sebagaimana rilisnya ke NU Online.

Pembina Komite Sekolah Minggu GITJ Jepara ini menambahkan demokrasi tidak akan bisa hidup hanya secara formal saja misal pemilu dan sebagainya. Demokrasi perlu untuk dihidupi masyarakat dalam kehidupannya.

Berikutnya soal agama dan negara sebagai mutual supportive, saling mendukung. Jadi bukan negara agama dan negara sekuler. Dalam hubungan yang saling mendukung itu masing-masing punya fungsi yang beda. Agama sebagai landasan moral dan etis. Sedangkan negara melindungi dan memfasilitasi agama-agama.

Sehingga dalam konteks Indonesia yang plural Pancasila adalah landasan terbaik. Karena merupakan kompromi dari kelompok yang ada. Pancasila bersumber juga pada nilai-nilai agama. “Jadi agama dalam konteks negara berperan dalam memberikan esensinya, nilai-nilainya, bukan bentuk atau sistemnya. Karenanya Gus Dur pernah berkata akan mempertahankan Pancasila sepenuh hidup,” imbuh Danang.  

Dalam kesempatan ini hadir juga pembicara lain. Kholis Hauqola memaparkan Biografi Gus Dur dan Sholahuddin bicara tentang Gus Dur dan Pesantren. (qim) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar