| Sakinah
Finance
Penulis
| Luqyan
Tamanni & Murniati Mukhlisin
Tahun terbit
| Juni 2013
Penerbit
| PT.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Cetakan - Tebal
| I, 180 hlm
Keuangan
di kehidupan keluarga sering kali kita anggap sebagai hal yang sederhana dan
mudah, padahal tidak jarang kita menemukan masalah yang rumit seperti halnya
pendapatan kita habis sebelum satu bulan, kebutuhan rumah tangga belum tuntas
terpenuhi, keinginan dan impian yang belum tercapai, dan mungkin saja kita
berhutang untuk menutup kebutuhan.
Pertanyaannya,
apakah dengan berhutang menjadi sebuah solusi? Mungkin iya, tetapi hanya
bersifat sementara. Kecendrungan inilah yang terjadi pada masa kini, berhutang
menjadi hal yang lumrah, padahal Islam tidak
menganjurkan utang atau pinjaman, tetapi diperbolehkan (mubah) dan berhutang
diposisikan sebagai akad tolong menolong, bukan hubungan komersial dengan
demikian konteks berhutang adalah untuk saling menolong bukan untuk mencari
keuntungan.
Allah
SWT berfirman, “…Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (Qs
Al-Maidah : 2)
Inilah
bagian dari pentingnya merencanakan keuangan. Dalam buku yang ditulis oleh
Luqyan Tamanni dan Murniati Mukhlisin, Senior Associate di Tazkia Group,
diungkapkan setidaknya prinsip dasar dalam mewujudkan keuangan keluarga,
perusahaan, bahkan keuangan negara menjadi sehat menurut Ibnul Qoyyim adalah
terpenuhinya Maqoshid Syariah. Dalam prinsip keuangan keluarga, penulis
mencoba menerapkan dua hal: pertama, aspek perencanaan secara
keseluruhan, kedua, penyusunan prioritas dalam masing-masing komponen.
Untuk
mencari tahu jawaban atau solusi seputar permasalahan keuangan keluarga dengan
harapan dapat mencerahkan, kita bisa memulainya dengan membaca buku Sakinah
Finance, yang secara garis besar dibagi menjadi lima poin penting dari sembilan
bab pembahasan.
Lima
poin penting dari proses perencanaan keuangan keluarga, diantaranya yang pertama, adalah mengelola pendapatan (income) ini dimaksudkan kita
sebagai muslim diupayakan jeli untuk setiap pendapatan yang diperoleh apakah
masuk dalam kategori halal, subhat dan bahkan haram.
Kedua, me-manage keperluaan belanja (need) dengan
adanya perencanaan yang jelas tentunya
akan terwujud skala prioritas mana yang harus didahulukan dan mana yang harus
diakhirkan, minimal dengan cara ini ada tiga hal yang bisa dihindari yaitu
kemubaziran, berlebih-lebihan dan menanamkan sifat qona’ah.
Ketiga, merencanakan impian (dream/want)
pada pripsipnya setiap insan memiliki dan harapan mewujudkan mimpi, akan tetapi
ini cukup menyita perhatian karenanya diperlukan pula perencanaan yang dijelas
seperti cita-cita nya apa, dengan cara apa,
dan kapan kita merealisasikanya.
Keempat, mengatur surplus atau
defisit, hal ini tidak asal dipandang sebelah mata karena pentingnya ketika
kita sedang kelebihan pendapatan harus nya di kelola secara baik misalnya
dengan ditabung, diinvestasikan bisa dalam bentuk reksadana atau deposito atau
pembeliaan aset akan tetapi ketikan kita mengalami defisit pendapatan ada
beberapa upaya yang bisa dikerjakan misal, mencari pendapatan tambahan dari
berwirausaha, menjual aset yang masuk kategori barag mewah atau mengurangi
pengeluran diluar kebutuhan pokok, mencari pinjaman tapi ini diperlu
kedisiplinan dan tanggung jawab yang tinggi.
Kelima, mempersiapkan kebutuhan
emergensi dalam hal ini kita dituntut untuk selalu siap dalam kondisi apapun
oleh karena itu diusahakan seberapun pendapatan yang diperoleh disisihkan bisa
dalam bentuk tabungan atau asuransi (takaful).
Kelima
kerangka managemen keuangan keluarga harus mampu memenuhi lima aspek yang
dimaksudkan dari adanya aturan agama (syariah), yaitu harus mampu
melindungi agama kita, kehidupan kita di dunia, anak keturunan kita, perangkat intelektual dan
ilmu yang kita kuasai, serta harta benda yang kita punya. Hal ini sangat
penting, terutama ketika kita akan menentukan anggaran belanja, mengejar
impian, atau mengelola surplus pendapatan. Semua aspek dipastikan sudah
memenuhi ketentuan yang dimaksud, misalkan impian keluarga tidak boleh membawa
kerugian terhadap (agama) kita atau menyebakan harta kita terbuang sia-sia.
Yang
menjadi pertanyaan, apakah keluarga dan masyarakat kita sudah siap dengan gaya hidup
manusia modern? Yang terjadi adalah sebaliknya, mereka manusia modern terkesan gumunan
(kagetan) dengan hal baru, keinginan
demi keinginan tak terkendali yang muncul adalah sikap berlebihan dan tentunya
banyaknya pilihan pengguanaan uang sehingga disini perlu adanya
perencanaan pendapatan. Sering juga kita
mendengarkan keluh kesah sahabat bahkan keluarga yang hidup dari uang gaji ke
gaji dan belum ada sebulan bahkan seminggu pun sudah habis, atau bahkan tergiur
oleh tawaran kartu kredit yang semakin ramai menawarkan berbagai keuntungan
produk misalkan salah satu bank yang menargetkan penggunaan kartu kredit dari
kalangan profesional muda mencapai 1.200 kartu per tahun.
Kemudahan
inilah yang perlu kita waspadai, sehingga tidak terjebak dalam jerat hutang
yang tak terasa karena pola hidup (life style) yang tanpa perencanaan
keuangan. Padahal untuk memastikan kebutuhan wajib kita terpenuhi atau mengecek
ulang pengeluaran yang sudah dikeluarkan diperlukan adanya managemen keuangan
dalam kehidupan rumah tangga. Dan Tidak ada salahnya kita selalu melakukan
beberapa langkah instrospektif dan korektif sesuai dengan prinsip dasar Maqoshid
Syariah.
Kemudian,
satu hal yang tidak kalah penting dalam proses diatas adalah menetukan
prioritas keperluan dalam keluarga, yang pertama, mendahuluhukan
kebutuhan yang sifatnya pokok (dharuriyah), kedua, kebutuhan yang
bersifat sekunder (hajiyyat) dan ketiga, semua hal yang bersifat
pelengkap kehidupan (tahsiniyyat).
Seluruh
aspek diatas tentunya diperlukan adanya niat dan tekad yang kuat untuk berusaha
dan melakukan managemen keuangan untuk mewujudkan kekuangan keluarga yang baik,
terkontrol dan aman sehingga dari hal
inilah terwujud kebahagiaan keluarga yang lebih utuh, bukan dalam artian
kebahagiaan itu dililhat dari sisi finansial saja akan tetapi ketika keuangan
kita tidak di kelola secara baik benar akan berdampak negatif, contoh : ketika
tidak ada prioritas dalam membelanjakan harta yang terjadi adalah sikap
konsumtif dan ini akan berpengaruh pada minus nya pendapatan dan seringpula
pertengkaran yang terjadi dalam rumah tangga karena harta. Dengan demikian Inilah
lingkaran setan yang sama-sama kita harus komitmen untuk menyelesaiakan
permasalahan ini.
Motivasi
ini semua adalah keinginan tercapainya dan terpenuhinya kebutuhan hidup kita
dengan perencanaan yang jelas sehingga dapat terwujud masa depan yang baik dan
bahagia, untuk memperoleh itu semua buku ini jawabanya, meskipun penulisnya
menyadari ini belum bisa seutuhnya menjadi jawaban atas setiap masalah
finansial di keluarga, akan tetapi bisa menjadi referensi untuk belajar manata
keuangan rumah tangga secara mudah.
Apalagi
buku ini hasil pengalaman kehidupan rumah tangga penulisnya langsung yang
dengan kerendahan hatinya mencoba diaktualisasikan dalam bentuk buku sehingga dapat kita pelajari
bersama dengan bahasa dan cara pemahaman yang mudah dipahami. Tidak rugi
keluarga muslim khususnya mengoleksi buku ini. (Siti Nurbaiti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar