Sampaikan Dakwah Islam Lewat Pentas Monolog - Soeara Moeria

Breaking

Senin, 26 Januari 2015

Sampaikan Dakwah Islam Lewat Pentas Monolog


Jepara, soearamoeria.com
Berdakwah tidak hanya dilakukan dengan mauidhoh hasanah, ceramah. Dengan ceramah dengan ramah pesan dakwah akan sampai pada obyek yang dituju. Selain dengan model ini ada juga cara lain, yakni dengan cerita.

Dengan cerita, lewat pentas misalnya, media yang satu ini juga merupakan jalan untuk menyampaikan kebaikan. Memberi pesan kebaikan dengan tidak lewat jalur paksaan.

Adalah Zaki Zarung, pegiat komunitas Matapena Yogyakarta ini diundang ke SMK Az Zahra Mlonggo Jepara dalam acara rutin bulanan, Padhang Bulan. Dalam kegiatan ini Guru SMKN 1 Sewon Bantul ini pentas monolog dengan lakon “Satire Sang Kapiten”.  

Monolog yang berdurasi 1 jam ini bercerita tentang seorang Kapiten yang sedang mencari anak buah kapal. Dalam audisi ini si Malin yang pintar namun jahat turut serta. Hasilnya ia terpilih menjadi salah satu anak buah.

Karena memiliki karakter jahat saat ia menjadi anak buah berinisiatif untuk meracun Kapiten. Ide busuk ini tercapai dan Kapiten pun mati. Ia pun mendapat pula anaknya, si cantik.

Usai Kapiten tewas, Malin yang menggantikan posisi Kapiten. Saat memimpin gerombolan bajak laut kapal berhenti di sebuah pulau. Di pulau ini Malin bertemu dengan ibunya. Namun Malin enggan mengakui ibunya. Si Malin pun akhirnya diterjang badai. Singkat cerita ia ditolong oleh Kiai Samudera. Alhasil dari pertolongan ini si Malin mendapatkan hidayah dan mau bertaubat.

Dari monolog ini lelaki kelahiran Bantul 30 Juli 1982 ini hendak mengajak meneladani teks kitab suci lewat seni panggung. Pertama, Ahmad Zaki, nama aslinya ingin menghapus jejak cerita Malin yang dikutuk ibunya menjadi batu.

Mengutuk, mendoakan anak menjadi jelek bagi dia merupakan cara yang keliru. Sejelek apapun kelakuan anak, ibu harus mendoakan kebaikan untuk anaknya.

“Jika seorang ibu sudah terlanjur mengutuk anaknya harus segera menyesal biar doanya tidak dikabulkan Tuhan,” tegas Zaki.

Penulis novel pendididikan Cinta Itu Laduni (2014) ini menerangkan kullu mauludin yuladu alal fitrah. Setiap anak adam yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci. Jika anak menjadi jahat bukan setelah ia lahir tetapi bisa jadi orang tua telah menanam benih-benih kejahatan sehingga tumbuh di sanubari anak.

Kedua, sejelek-jelek apapun manusia itu masih punya ruang dan waktu untuk bertaubat. Dari sini saja, sudah merupakan kisah dari teks qur’an dan hadits. Belum lagi dari teks ilahillah terdapat banyak kisah tentang kenabian. Mulai Nabi Adam hingga Muhammad bersama kaum-kaumnya.

“Suka atau tidak yang terpenting sudah mau berbagi. Persoalan bermanfaat atau tidak itu urusan belakangan,” lanjut Guru Matematika ini.

Berbicara manfaat atau tidak ia meyakini pesan yang disampaikan lewat cerita itu akan selalu nyantol untuk para penyimaknya. Sebab ia sudah membuktikan santri-santri TPQ yang sering mendengar dongengnya mengulangi sebagaimana yang ia ceritakan.

Hal ini sebagaimana ayah dan ibunya dulu semasa waktu masih kecil sering didongengi cerita kenabian oleh bapaknya dan bawang merah dan bawah putih oleh ibunya dan masih diingatkan hingga sekarang.

Dikemukakannya eksistensi monolog dari dulu hingga sekarang, masih sama hanya didemeni oleh penggemar seni saja. Tetapi dongeng untuk anak masih sangat diminati. Ia pun mengaku sering diundang untuk mendongeng. “Peluang ini perlu direspon oleh seniman Jepara,” harapnya.

Caranya bagi yang berminat perlu banyak latihan dan latihan. Dengan monolog, mendongeng niatnya untuk mengajak orang kepada kebaikan tanpa paksaan. “Kadang-kadang dengan monolog kita mengajak penonton untuk tertawa serta mengajak orang untuk mengambil makna,” imbuhnya. (Syaiful Mustaqim)

4 komentar:

  1. mantap mas (y)
    lanjut terus dakwah islam dengan cara yang indah dan menyenangkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mas admin Karimunjawa. semoga travelnya juga laris manis...

      Hapus
  2. Sregep kang saiki. Pantau Jepara jadi Dokumen.

    BalasHapus