Penulis : Adhitya
Mulya
Penerbit : Gagasmedia
Tahun : cet 1, 2014
Tebal : 277
halaman
ISBN : 978-979-780-721-4
Ingatan yang seketika terlintas ketika tersebut kata
“Bapak” atau “Ayah” adalah seorang kepala rumah tangga yang memimpin keluarga.
Posisi seorang bapak dalam kehidupan keluarga memegang peranan penting. Ia tak
ubahnya nahkoda yang mengemudi kapal besar untuk mengarungi samudera kehidupan
yang luas terbentang. Ke mana arah dan tujuan kapal akan berlabuh menjadi tugas
dan tanggung jawab kepala keluarga dalam memimpin anggota keluarganya.
Melihat hal tersebut, menjadi jelas bahwa arah atau
nilai-nilai yang dipegang suatu keluarga akan bergantung pada bagaimana seorang
Bapak bersikap dan memimpin. Jika demikian, lalu bagaimana jika sebuah keluarga
ditinggalkan oleh seorang Bapak? Tentu hal ini akan sangat memengaruhi
perjalanan sebuah keluarga. Posisi Bapak akan digantikan oleh seorang Ibu untuk
melanjutkan perjalanan suatu keluarga dan mengurusi anak-anak. Apa hal
terpenting yang ditinggalkan oleh seorang Bapak?
Bekal Berharga
Novel ini menceritakan tentang peninggalan tersebut.
Adalah Gunawan
Garnida, seorang Bapak dari keluarga sederhana yang harus pergi untuk selama-lamanya meninggalkan seorang istri bernama Itje
dan dua anaknya, Satya serta Cakra. Gunawan Garnida meninggalkan “warisan” yang kelak akan menjadi bekal penting bagi istri
dan kedua anaknya ketika telah tiada.
Sebelumnya, sewaktu masih hidup dan mengetahui bahwa
umurnya tak panjang lagi karena penyakit kanker yang diderita, Gunawan Garnida mulai melakukan langkah-langkah yang luar biasa. Hal yang kelak akan
sangat berguna bagi istri dan kedua anaknya. Sewaktu kedua anaknya, Satya serta Cakra masih kecil, Gunawan Garnida selalu merekam
banyak video-video yang berisi pesan-pesan hidup yang bijak dan bermanfaat.
Gunawan
Garnida paham betul, kelak, rekaman tersebut akan sangat
membantu kedua anaknya meskipun sosok Bapak telah tiada di antara mereka. Maka
semenjak Bapaknya meninggal, Satya dan Cakra selalu menonton video-video
peninggalan Bapak. Hal itu mereka lakukan setiap hari Sabtu, hingga menjadi
rutinitas yang terus mereka lakukan setiap minggunya.
Keberadaan rekaman video tersebut mulai dirasakan
pengaruhnya oleh Cakra dan Setya. Satu ketika Cakra merasakan kerinduan yang
sangat pada Bapaknya. Ia memutar video tersebut terus-menerus. Merasakan
kenangan saat-saat bersama Bapak hingga berkali-kali hingga tanpa terasa ia
telah melihat rekaman tersebut sampai pagi menjelang. Melihat rekaman tersebut,
ia merasa seakan Bapak masih ada, ia hadir di hadapannya dan berbicara banyak
hal padanya. Cakra menitikkan air mata, merasakan betapa berharganya
remakan-rekaman tersebut bagi dirinya.
Selain soal rekaman
video dari Bapak tersebut dan bagaimana itu menjadi bekal berharga bagi Bu Itje
beserta kedua anaknya dalam menjalani hidup, cerita dalam novel ini juga
berlanjut dengan kehidupan Setya dan Cakra yang semakin tumbuh dewasa.
Ada kisah tentang
Cakra yang belum juga mendapatkan pasangan. Padahal dari segi usia dan
pekerjaan sudah mencukupi. Kemudian Satya yang mulai memiliki istri dan anak. Bagaimana
ia mengarungi kehidupan baru bersama keluarga kecilnya. Bagaimana pesan-pesan
dari Bapak yang kerap ia lihat bisa memengaruhi dan memberikan bekal bagi Satya
dalam membangun keluarga barunya.
Pada intinya, novel
ini bercerita tentang bagaimana sebuah pesan atau peninggalan seorang Bapak
dapat menjadi pegangan berharga bagi anak-anaknya. Meninggalkan keluarga dengan
rekaman video yang berisi pesan-pesan kehidupan bagi anak-anak merupakan ide
menarik yang jarang sekali ditemui dalam kehidupan nyata. Kebanyakan,
peninggalan orang yang meninggal lebih mengarah kepada warisan atau materi apa
yang bisa dibagikan pada ahli waris.
Melalui novel ini,
kita diajarkan untuk melihat hal lain yang jauh lebih penting untuk ditinggalkan.
Peninggalan yang akan selalu bermanfaat bagi orang-orang sekitar. Peninggalan yang
dapat menjadi bekal penting dan akan tetap hidup dalam pikiran dan hati, terus
meninspirasi orang-orang orang, meski raga telah lama pergi. Bekal yang
bersifat abadi, bukan bekal yang berwujud materi.
Diresensi oleh Al Mahfud,
Penikmat buku, tinggal di Pati,
Menulis artikel, esai, cerpen, dan
resensi buku yang dimuat di berbagai media