Notification

×

Iklan

Iklan

Bintang Bersinar dengan Caranya Sendiri

Rabu, 01 Oktober 2025 | 12:39 WIB Last Updated 2025-10-01T05:39:44Z

Nurul Zulaeha. Foto: Koleksi pribadi. 


Oleh : Nurul Zulaeha, Kepala SMP Walisongo Pecangaan Jepara


Setiap anak adalah anugerah yang berharga. Mereka lahir dengan keunikan, potensi, dan jalan hidup masing-masing. Di antara mereka, ada yang termasuk dalam kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), yaitu anak-anak yang memiliki perbedaan dalam perkembangan fisik, intelektual, emosional, maupun sosial, sehingga memerlukan dukungan dan perhatian khusus.


Sayangnya, banyak masyarakat yang masih memandang ABK dengan sebelah mata, menganggap mereka sebagai beban atau keterbatasan. Padahal, jika diberi kesempatan, anak-anak ini mampu menunjukkan keistimewaan yang tidak kalah dari anak-anak lain. Mereka bukan sekadar berbeda, melainkan bintang yang bersinar dengan caranya sendiri.


ABK adalah anak-anak yang dalam proses tumbuh kembangnya membutuhkan layanan pendidikan, pendampingan, atau perlakuan yang berbeda dengan anak pada umumnya. Perbedaan itu bisa disebabkan oleh kondisi fisik, intelektual, emosional, sosial, atau gabungan dari beberapa hal.


Jenis-jenis ABK antara lain: anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan, hambatan fisik (misalnya cerebral palsy), hambatan intelektual, autisme, ADHD, anak dengan kesulitan belajar spesifik dan anak dengan hambatan emosional atau sosial. 


Mereka membutuhkan pendekatan yang berbeda, bukan untuk menonjolkan kekurangan, tetapi untuk membuka jalan bagi kekuatan yang mereka miliki.


Banyak orang tidak menyadari bahwa anak berkebutuhan khusus sering kali memiliki potensi luar biasa yang tersembunyi. Misalnya; anak autis yang sangat detail dan teliti dalam bidang matematika atau seni, anak tunarungu yang mampu mengekspresikan diri dengan indah melalui bahasa isyarat atau seni rupa, anak dengan ADHD yang penuh energi, kreatif, dan punya daya imajinasi tinggi dan anak dengan kesulitan belajar yang ternyata memiliki bakat luar biasa dalam musik atau olahraga.


Perbedaan bukanlah penghalang. Justru, perbedaan itu bisa menjadi pintu menuju keunikan dan kekuatan yang orang lain tidak punya.


Meski penuh potensi, ABK dan keluarganya sering menghadapi tantangan besar, seperti: Stigma sosial. Banyak orang masih menganggap ABK sebagai “anak cacat” atau “tidak normal”. Stigma ini membuat mereka dan keluarganya merasa tersisih.


Kesulitan pendidikan. Tidak semua sekolah memiliki fasilitas inklusif. Padahal, pendidikan yang tepat adalah kunci bagi perkembangan mereka.


Beban emosional. Keluarga sering merasa tertekan menghadapi komentar orang sekitar, atau merasa sendiri dalam perjuangan.


Akses terbatas. Fasilitas kesehatan, terapi, atau pendampingan masih sulit dijangkau di banyak daerah.


Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi ABK. Dukungan orang tua dan saudara sangat menentukan perkembangan mereka. Ada beberapa hal penting yang bisa dilakukan keluarga. 


Pertama, menerima dengan ikhlas bahwa anak adalah anugerah, bukan beban. Kedua, mencari informasi dan dukungan melalui konseling, komunitas, atau terapi. Ketiga, memberikan kasih sayang tanpa syarat, karena anak ABK sangat peka terhadap penerimaan emosional. 


Keempat, menumbuhkan rasa percaya diri anak dengan cara; memberi pujian, mendorong kemandirian, dan mengakui pencapaian kecil mereka. Kelima, keluarga yang hangat akan membuat anak ABK tumbuh dengan rasa aman, percaya diri, dan bahagia.


Selain peran keluarga, salah satu kunci utama bagi ABK untuk berkembang adalah pendidikan yang inklusif. Pendidikan inklusif berarti sekolah menyediakan ruang bagi semua anak tanpa diskriminasi, termasuk anak-anak ABK.


Di sekolah inklusif, anak-anak belajar bersama, saling menghargai perbedaan, dan berkembang sesuai kemampuan masing-masing. Guru berperan sebagai fasilitator yang peka, bukan hanya pengajar. Dengan pendekatan ini, ABK bisa mengembangkan potensi akademik maupun non-akademiknya, sekaligus belajar bersosialisasi di lingkungan yang menghargai keberagaman.


Masyarakat juga punya andil besar dalam kehidupan ABK. Dukungan lingkungan akan membantu mereka merasa diterima. Beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain; tidak mengolok-olok atau mengejek anak ABK, mengajak mereka bermain atau berinteraksi, mendukung keluarga ABK dengan empati dan memberi ruang bagi mereka untuk menunjukkan bakat, misalnya melalui lomba seni atau olahraga inklusif. Karena semakin banyak masyarakat yang peduli, semakin besar pula kesempatan ABK untuk berkembang.


Anak Berkebutuhan Khusus bukanlah anak yang “kurang”, melainkan anak yang berbeda dan istimewa. Mereka memiliki cahaya masing-masing yang menunggu untuk dipancarkan. Tugas kita sebagai orang tua, pendidik, dan masyarakat adalah menjadi cermin yang memantulkan cahaya itu, bukan tirai yang menghalanginya.


Dengan dukungan penuh kasih, pendidikan inklusif, serta lingkungan yang ramah, anak-anak ABK bisa tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dan berprestasi. Mereka bukan sekadar bagian dari masyarakat, melainkan permata bangsa yang berharga.


Mari kita hentikan stigma, mari kita mulai melihat dengan hati. Karena di balik setiap anak berkebutuhan khusus, ada potensi besar yang bisa menjadi cahaya bagi dunia. (02)

close close