Notification

×

Iklan

Iklan

Hasil Survei! Masyarakat Pati Tolak Kebijakan 5 Hari Sekolah, Ini Penjelasan Lengkapnya

Selasa, 08 Juli 2025 | 21:22 WIB Last Updated 2025-07-08T14:22:31Z

Fakultas Tarbiyah Ipmafa Pati gelar FGD bincang kebijakan 5 hari sekolah, mengadirkan para ahli. 



Pati, soearamoeria.com - Wacana dan implementasi kebijakan lima hari sekolah telah menjadi topik hangat di berbagai daerah, memicu beragam tanggapan dari masyarakat. 


Untuk memahami lebih dalam persepsi publik di Kabupaten Pati terhadap kebijakan ini, Fakultas Tarbiyah Institut Pesantren Mathaliul Falah (IPMAFA) Pati telah menyelenggarakan survei. 


Hasil survei ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi pemangku kebijakan dalam meninjau ulang dan menyempurnakan program pendidikan.


Survei ini dilaksanakan pada tanggal 30 Juni hingga 2 Juli 2025. Sebanyak 208 responden berpartisipasi dalam survei ini, terdiri dari 53,4% laki-laki dan 46,6% perempuan. 


Mayoritas responden berada dalam kelompok usia produktif, dengan 32,7% berusia 20-30 tahun dan 26,4% berusia 31-40 tahun.


Meskipun sebagian besar responden (85%) menyatakan tahu tentang kebijakan lima hari sekolah, sumber informasi utama mereka adalah media sosial (84,2%), bukan dari website pemerintah daerah (9,6%) atau sosialisasi langsung (11,9%).


M. Sofyan Alnashr, Dekan Fakultas Tarbiyah Ipmafa Pati menyatakan hasil survei menunjukkan penolakan yang signifikan dari masyarakat terhadap kebijakan lima hari sekolah. 


"Sebanyak 67,2% responden menyatakan tidak setuju dan tidak mendukung  penerapan kebijakan ini. Hanya 13,6% yang menyatakan setuju atau mendukung, sementara 19,2% bersikap netral," jelasnya. 


Secara keseluruhan, persepsi masyarakat terhadap kebijakan ini cenderung negatif. Sebanyak 52% responden menyatakan sangat negatif dan 29,4% menyatakan negatif. Hanya 11,3% yang berpersepsi sangat positif dan 7,3% positif.


Ditambahkan Sofyan, neberapa dampak negatif yang paling sering diutarakan oleh masyarakat terkait kebijakan lima hari sekolah antara lain: anak-anak tidak dapat mengikuti pendidikan keagamaan seperti TPQ dan Madin serta aktivitas lain karena sekolah seharian, yang diutarakan oleh 73,4% atau 130 responden.


"Beban belajar yang padat menyebabkan anak kelelahan secara fisik dan psikis, diutarakan oleh 59,9% atau 106 responden. Orang tua kesulitan mengatur jadwal pengasuhan, les bakat minat, atau kegiatan lain untuk anak, diutarakan oleh 32,8% atau 58 responden. Guru kelelahan dengan jam mengajar yang padat, diutarakan oleh 28,8% atau 51 responden," tambahnya. 


Selain itu, mayoritas masyarakat (63,8%) beranggapan bahwa kebijakan ini belum melalui kajian mendalam, dan 54,2% menyatakan tidak tahu adanya naskah akademik terkait kebijakan ini, bahkan 35% menganggap tidak ada naskah akademik.


Ditambahkan, sebanyak 85,9% masyarakat juga berpendapat bahwa kebijakan lima hari sekolah tidak memperhatikan ekosistem pendidikan lain seperti TPQ dan Madin.


Tingkat kesiapan sekolah dalam menerapkan lima hari sekolah juga menjadi sorotan, dengan 91% masyarakat menganggap sekolah belum siap dari segi SDM dan sarana prasarana.


Sebagai rekomendasi atau alternatif, masyarakat mengusulkan beberapa hal: 40,7% mengusulkan kembali ke enam hari sekolah. 36,2% mengusulkan integrasi dengan ekosistem pendidikan lain. 14,1% mengusulkan pengurangan beban kurikulum, bukan hari belajar.


Hasil survei yang dilakukan oleh Fakultas Tarbiyah IPMAFA Pati ini secara jelas menunjukkan adanya resistensi yang kuat dari masyarakat Pati terhadap penerapan kebijakan lima hari sekolah. 


"Temuan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan penting bagi pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan dalam mengevaluasi kembali kebijakan pendidikan, dengan senantiasa memperhatikan aspirasi, kekhawatiran, dan kebutuhan masyarakat demi terwujudnya sistem pendidikan yang lebih baik dan berkelanjutan," pungkasnya. (ah)

close close