![]() |
Ilustrasi : rs-jih.co.id |
Oleh: Irna Maifatur Rohmah, alumnus UIN Saizu Purwokerto
Hidup sebagai makhluk sosial tak jarang kita terlena dengan satu kondisi. Kita bersosialisasi sampai kadang terlupa dengan goals masing-masing yang harus dicapai. Sedangkan tiap individu memiliki goals yang berbeda. Di sinilah kita kadang terhenti. Terlalu banyak melihat orang lain yang harusnya kita hiraukan. Alhasil, hanya kesedihan dan pesimistik yang kita ambil. Padahal itu bukan yang harus kita usahakan.
Kita menjadi sedih, merasa kalah, tidak berguna, dan dampak negative lain yang bisa membawa kita pada titik terendah. Mental kita tergoncang. Nah, untuk mengatasi hal tersebut kita perlu beberapa hal agar mental health kita tetap terjaga.
Memisahkan antara yang bisa dan tidak bisa kita kendalikan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita sering sekali mendapat komentar, pandangan, atau kritik dari orang sekitar. Ketika lagi down, kita mudah sekali terbawa oleh orang lain. Akhirnya kita kebingungan dengan yang akan dilakukan. Kita menjadi pesimistik dari yang sebelumnya sangat optimis untuk mencapai impian kita.
Di sinilah kita perlu memilah-milah mana yang perlu dipertimbangkan atau hanya angin lalu. Kita harus menyadari bahwa tidak semua hal itu bisa dikendalikan oleh diri sendiri. Ada banyak hal yang berada di luar kendali kita. Fokuskan saja pada hal yang masih bisa dikendalikan oleh diri sendiri.
Seperti, bagaimana usaha kita sendiri, bagaimana kita memandang pada masa depan, seperti apa kita menyikapi pada hal yang tidak kita inginkan, dan lainnya. Fokuskan pada apa yang berasal dari diri sendiri. Bukan berasal dari orang lain. Orang lain memiliki hak untuk berbicara atau berkomentar karena mereka punya lisan. Kita ngga bisa membatasi orang lain buat berkomentar. Tapi kita punya kendali akan apa yang perlu didengar dan mana yang tidak perlu.
Menerima, kita harus menerima. Bagaimanapun keadaannya, terimalah yang menjadi jatah kita. Terimalah apa yang menjadi takdir kita. Jangan menuntut orang lain untuk menuntaskan ekspetasi kita. Belajarlah menerima apa yang ada di depan kita saja. Selebihnya biarkan Tuhan dan alam yang bertindak.
Andaikan memang kita merasa dicurangi, biarkan waktu yang berbicara. Kita hanya bisa mengusahakan dan apabila kita berada di pihak yang kurang beruntung, terimalah dengan lapang dada. Tidak perlu sedih berlebihan. Kita akan memiliki masa masing-masing untuk mendapat kebahagiaan. Tidak terlalu dini dan tidak terlewat.
Jadikan peluang untuk tumbuh. Ajari diri sendiri untuk memandang apa yang menimpa menjadi ladang untuk belajar. Jadikan setiap kejadian sebagai upaya untuk menumbuhkan jiwa kita. Kita tidak selamanya diberi kemudahan untuk belajar. Namun, semua medan bisa menjadi peluang untuk kita tumbuh dan belajar. Kita perlu didewasakan oleh keadaan.
Tumbuhlah dari kegagalan-kegagalan yang selalu disirami dengan usaha dan optimism. Jadilah individu yang memiliki perspektif positif dalam memandang banyak hal yang berpeluang membawa kesedihan. Husnudzon selalu kepada Tuhan bahwa semua hal sudah direncanakan sebaik mungkin untuk kita. Selalu tumbuh dari banyak kejadian baik itu kejadian yang menyenangkan atau bahkan sebaliknya.
Ciptakan mental yang sehat dari dalam diri kita masing-masing. Jangan menggantungkan pada makhluk lain. Karena mereka semua fana. Yang abadi hanya Tuhan. Berpegang teguhlah pada Tuhan dan kendalikan diri sendiri dengan berhusnudzon pada Tuhan. Tinggalkan berharap kepada makhluk satu pun. Kita perlu menyadari bahwa sumber segala sumber adalah Tuhan. Makhluknya hanya menjadi perantara-Nya memberikan banyak hal pada kita. (30)