![]() |
Ilustrasi : osc.medcom.id |
Oleh : Irna Maifatur Rohmah, alumnus UIN Saizu Purwokerto
Mahasiswa menjadi hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat. Sebutan yang disandang pun bermacam-macam. Ada mahasiswa kupu-kupu, kura-kura, kuman-kuman dan masih banyak lagi. Meme di berbagai sosial media pun bertebaran. Semua itu menggambarkan kehidupan mahasiswa yang beragam baik dari sosial, budaya, dan ekonomi.
Candaan-candaan itu makin ke sini makin biasa aja dan lumrah dilontarkan antar mahasiswa untuk meledek temannya. Apalagi bagi yang aktif di mana-mana, celetukan ‘Si Paling Aktivis’ ngga jarang melekat pada mereka. Padahal hal tersebut tidak selamanya berkonotasi negatif.
Namun, bagi saya ada sebutan lain di dunia mahasiswa, mahasiswa bedug. Kok mahasiswa bedug si? Iya. Kalian tau bedug ngga? Itu lho yang biasa di masjid, yang biasa dipukul ketika salat akan segera dimulai.
Buat yang belum tau bedug nih, saya coba kasih gambarannya dikit, deh. Bedug itu terbuat dari kayu dan kulit sapi atau kambing. Bentuknya tabung. Ini ngomongnya pinjem istilah matematika dikit ya. Untuk selimut tabungnya terbuat dari kayu sedangkan penutup tabungnya terbuat dari kulit sapi atau kambing yang dikeringkan. Dan tengah-tengahnya kosong. Cukup kan buat nggambarin bedug?
Kembali lagi, kok mahasiswa bedug si? Jadi gini, kedua hal ini saya analogikan. Mahasiswa angakatan 2019 saya analogikan dengan bedug? Kok bisa? Kan tadi udah saya gambarkan bentukan bedug kan? Nah, itu ngga jauh beda sama mahasiswa angkatan 2019.
Sekarang saya bahas mahasiswa angkatan 2019. Tahun 2019 menjadi tahun terakhir sebelum pandemi covid-19 melanda seluruh dunia. Masih ingatkan? Kapan terakhir bisa berangkat offline ke kampus? Benar sekali, Satu semester yang masih jadi masa peralihan dari masa SMA ke masa kulih. Dimulai dari orientasi mahasiswa baru dan perkuliahan offline terakhir itu. Tentunya sebelum pandemi berakhir.
Orientasi mahasiswa yang masa itu sangat menyenangkan sekaligus menyedihkan. Di mana seluruh mahasiswa baru berkumpul dan melakukan kegiatan yang sama dalam beberapa hari dari shubuh hingga petang. Dengan segala keperluan yang ngga perlu-perlu banget suruh dibawa ke kampus.
Hal nyeleneh yang wajib dibawa pada masa itu. Masa di mana begadang mulai dikenalkan pada mahasiswa baru. Bikin ID card, resume materi, dan penampilan kelompok yang dikerjakan selepas orientasi di siang hari. Masa itu juga mahasiswa baru digunakan sebagai media pembuatan mozaik yang antar kampus berlomba-lomba menampilkan mozaik terbaiknya. Capek, kesal, marah, sedih, juga senang campur jadi satu.
Setelah masa orientasi selesai, perkuliahan yang sesungguhnya dimulai. Kelas-kelas yang ke depannya menjadi sarang pertukaran ilmu, pengetahuan, perdebatan, sekaligus pengkhianatan. Semester awal yang masih perlu menyesuaikan dengan kondisi kampus serta lingkungan sekitar. Memilah teman, mencari tongkrongan atau sekedar tempat ngopi setelah penak kuliah dan lainnya yang sangat umum di dunia perkuliahan. Memilih organisasi yang bertebaran untuk menepis anggapan mahasiswa kupu-kupu turut serta menghiasi dunia mahasiswa baru.
Pokoknya semester satu menjadi semester penentu kehidupan mahasiswa ke depannya. Semua tentang kampus dan pernak-pernik di dalamnya. Namun, kenyataan berkata lain. Pandemi covid-19 melanda seluruh dunia termasuk Indonesia. Sekolah di rumahkan, termasuk perkuliahan dipindahkan ke rumah. Bayangan, organisasi, dan pertemuan di kampus sirna. Semua diam di rumah. Perkuliahan dilaksanakan daring, hanya bertatapan lewat layar. Namun penugasan tetap berjalan. Perkuliahan luring memaksa mahasiswa memahami materi yang sebenarnya tidak paham. Semua dipaksakan.
Begitulah sampai semester 5. Kegiatan perkuliahan full daring. Memasuki semester 6 dan 7 perkuliahan menggunakan blanded learning, perpaduan daring dan luring. Namun perkuliahan dan kegiatan di kampus belum begitu maksimal. Materi yang disampaikan dosen yang sebenarnya masih nyambung dengan materi semester sebelumnya sempat tersendat karena memang yang daring tidak paham.
Namun di semester 8, harus luring dengan hal-hal yang harus dipenuhi. PPL, seminar proposal, ujian komprehensif, dan sidang. Semua harus diselesaikan dengan penuh. Padahal semester sebelumnya apalagi yang daring diselesaikan dengan tidak maksimal dan penuh kebingungan. Namun diakhir, dituntut untuk menguasai dan menyelesaikannya.
Ya seperti itulah, sebutan mahasiswa bedug yang cocok untuk mahasiswa angkatan 2019. Kedua tutupnya diibaratkan dengan masa semester 1 dan 8 yang harus dilakukan dengan full offline serta padat berisi. Sedangkan semester di antara 1 sampai 8 diibaratkan dengan selimut bedug, ada tapi tengahnya kosong. Sama, masa semester 2 sampai 7 ada, tapi hanya sekedar pengguguran kewajiban dan dilakukan dengan tidak maksimal, isinya ngga tau apa.
Apakah kalian merasakan hal yang sama sebagai mahasiswa angkatan 2019? Setelah sekian lama daring, begitu luring langsung dihadapkan dengan PPL, seminar proposal, ujian komprehensif, dan sidang? Toss jauh dulu, kita senasib. (23)