![]() |
Gembira beragama diikuti ratusan peserta. |
Karanganyar, soearamoeria.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah menggelar Kegiatan Moderasi Beragama bertajuk Gembira Beragama yang diikuti oleh 100 Peserta dari perwakilan organisasi masyarakat Karanganyar, Sukoharjo dan Kota Surakarta bertempat di Joglo NU Soloraya pada Rabu (26/06/2024).
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka silaturahmi lintas organisasi masyarakat dalam menciptakan iklim beragama yang kondusif dan cinta damai.
Hadir dalam acara tersebut Imam Subekti, (Kepala PHI BNPT RI), Syamsul Ma'arif (Ketua FKPT Jawa Tengah), dan Iwan Endroyono (Kepala Bakesbangpol Karanganyar).
Dalam sambutannya, Ketua FKPT Jawa Tengah Prof. Syamsul Maarif melaporkan bahwa kegiatan Gembira Beragama ini merupakan kegiatan yang sifatnya mandatory BNPT RI.
"Banyak kegiatan Mandatory BNPT, salah satunya adalah Gembira Beragama seperti saat ini. Sehingga program relaksasi semacam ini bukan tanpa tujuan. Sebuah program untuk pencegahan dari setiap idiologi radikal dan sebuah program untuk perjumpaan antar komunitas. Lebih-lebih progam semacam ini in line dengan akar teologis, bahwa beragama harus dijalankan dengan penuh kegembiraan karena banyak karunia dan rahmat Tuhan yang telah dilimpahkan kepada kita semua. “Qul bifaḍlillāhi wa biraḥmatihī fa biżālika falyafraḥụ”.
"Indonesia ini luar biasa, banyak negara luar terkesima. Kalau di luar everything is money, kalau di Indonesia everything is smile. Gambaran masyarakat yang pada wataknya sangat religius, penuh toleransi, guyub rukun, dan mengedepankan kemanusiaan. Di samping hidup penuh kedamaian dan santai. Indonesia mempunyai bonus demografi dan kondisi geografis yang luar biasa. Kenyataan ini harus disyukuri dalam kohesi yang saling mendukung dan bahu membahu," ujar Prof. Syamsul yang juga menjadi pengasuh Pesantren Riset Al-Khawarizmi Semarang.
Kepala PHI BNPT RI, Imam Subekti menekankan betapa pentingnya mewaspadai gerakan-gerakan radikalisme seperti penggalangan dana atas nama masjid, sekolah dan pesantren.
"Masyarakat harus jeli dan pintar dalam menyalurkan amal jariyah, karena banyak motif kelompok radikalisme ini dalam menunjang kegiatannya, salah satunya adalah penggalangan dana ke masyarakat dengan alibi pembangunan rumah ibadah, sekolah, pesantren, dan sebagainya."
Pj. Bupati Karanganyar yang diwakili oleh Kepala Bakesbangpol Kabupaten Karanganyar, Iwan Endroyono berpesan bahwa Indonesia belum sepenuhnya merdeka dan masih terjajah oleh banyak hal.
"Apakah Indonesia sudah merdeka? Belum. Mungkin secara fisik kita sudah terbebas, namun secara perilaku, kebudayaan dan pemikiran kita masih terjebak dalam pusaran narkoba, degradasi moral dan ekstrimisme. Ekstrimisme atau radikalisme itu memiliki proses pembentuk yang saling berhubungan, baik dari lingkungan keluaraga, kondisi ekonomi, bahkan pemahaman keagamaan," jelasnya.
Ia juga berpesan agar kita senantiasa memperkuat keimanan, agar imunitas keagamaan kita menjadi baik.
"Keimanan harus kita kuatkan dengan memahami agama secara paripurna, sehingga imunitas kita kuat, sehingga doktrin-doktrin yang menyesatkan bisa kita tangkal," pungkasnya.
Imam Subekti menyampaikan dalam materinya tentang definisi intoleransi, radikalisme dan terorisme. Ia juga menjelaskan bentuk atau gaya penyebaran paham radikalisme.
"Radikalisme bisa dibagi menurut gayanya menjadi dua, pertama adalah gaya lama atau konvensional yang lebih menekankan kepada penyebaran melalui jalur keluarga, pertemanan dan lembaga dakwah. Sedangkan gaya baru atau modern lebih menggunakan pendekatan sosial media dan website."
Lebih lanjut, ia berpesan agar masyarakat senantiasa saling menjaga kerukunan umat beragama, memiliki komitmen kebangsaan dan menghindari kekerasan.
K.H Hudallah Ridwan menjelaskan betapa kita harus memiliki tujuan hidup dan memahami siapa jati diri kita sebenarnya.
"Untuk mencapai kebahagiaan dalam diri dan dalam beragama, kita harus memahami posisi kita, yaitu sebagai penghamba. Orang kalau masih sering menyakiti orang lain baik melalui pemikiran, perkataan dan perbuatan. Maka, ia belum menghayati dan belum berbahagia dalam beragama," imbuhnya.
Sholehuddin menyampaikan pesan bahwa sesama manusia tidak boleh saling menyakiti dan menghakimi.
"Kita itu manusia, tidak boleh merasa paling benar, tidak boleh menyakiti apalagi menghakimi, karena hanya ada satu sebagai penghakim, yaitu Tuhan yang Maha Esa," jelasnya. (ip)