![]() |
Ilustrasi : google |
Ayu
pulang sekolah terlambat. Nenek Siti
sudah menunggu dengan gelisah. Nenek
berumur 65 tahun itu berjalan hilir mudik di pekarangan rumah. Sesekali melihat jalan
raya di depan rumahnya. Jalur angkutan kota yang ramai lalu lalang kendaraan.
Sudah
satu jam lebih Ayu terlambat pulang.
Bocah perempuan kelas 4 SD itu
biasanya sudah pulang pukul 12. Tapi
sekarang sudah pukul satu siang
dan Ayu belum pulang.
Nenek
Siti benar-benar dilanda kegelisahan. Ada apa dengan Ayu,
mengapa belum pulang? Padahal jarak rumah sekolahnya tak jauh. Setiap
hari Ayu berjalan kaki pergi dan pulang sekolah. Jarak
sekolah-rumahnya hanya 500 meter.
Berjalan kaki dibutuhkan waktu sekitar
setengah jam.
Nenek
Siti kembali berjalan ke pekarangan
depan, menengok jalanan. Siapa tahu Ayu sedang berjalan menuju rumah.
Setelah
beberapa waktu dilanda kegelisahan akhirnya Nenek Siti bersorak senang, menghela nafas syukur ketika dari kejauhan dia
melihat cucunya pulang.
Tas
merah dan sepatu merah Ayu melambai. Tapi mengapa Ayu pulang tak berjalan kaki?
Siapa kakek kurus yang mengantar Ayu
pulang dengan naik sepeda motor?
“Ayuk..!”
Nenek Siti Zulaikah mendekat. Sepeda motor kembali melaju. Ayu melangkah
terpincang-pincang. Nenek Siti
terheran.
”Ayuk.. sayang. Kamu kenapa?”
Nenek yang sangat menyayanginya itu terlihat kuatir.
Ayu
menangis. ”Kaki Auk sakit, Nek. Kaki Auk
terluka. Sakit-sakit..” Ayu menangis kencang.
Nenek
Siti malah bingung. Untung Mang Cunong, paman Ayu datang.
”Ada
apa, Bu?”
”Keponakanmu
kakinya terluka. Entah kenapa...”
Mang
Cunong segera memeriksa kaki Ayu. Kaget mendapati sepatu Ayu robek. Kaos kaki juga robek.
Dan kaki Ayu juga robek.
Mang Cunong membujuk agar Ayu
menceritakan peristiwa apa yang telah
terjadi menimpanya.
”Ceritakanlah,
Ayu. Tak usah takut pada
Paman. Tak usah takut pada Nenek. Kami takkan
memarahimu.”
Sambil
menangis terbata-bata Ayu menceritakan kronologis kejadian.
Ketika
Ayu pulang sekolah. Di tengah perjalanan pulang Ayu bertemu Ira
teman sebangkunya. Ira yang naik sepeda menawari membonceng.
”Ayolah, Yuk. Naik sepedaku...”
”Enggak, enggak...”
Ayu menolak.
”Naik
deh Yuk. Kuantar sampai ke rumah.”
”Enggak...”
Ayu menolak. Tapi Ira terus memaksa.”Sudah, Yuk, naik aja.
Kamu aku boncengin. Kamu tidak
capek jalan kaki melulu.”
Ira
terus merayu. Akhirnya hati Ayu luluh juga.
”Tapi
benarkan kamu kuat boncengin
aku?” Ayu kuatir karena
tubuhnya lebih bongsor daripada Ira.
”Ayu,
udah deh, naik
aja!” Ira menyuruh.
Ayu
menurut. Ayu menaiki sepeda. Tapi karena tak pernah
bonceng sepeda Ayu tak
merenggangkan dan mengangkat kakinya. Sehingga ketika Ira menggerakkan sepeda jari-jari kaki Ayu masuk sepeda!
Ayu
menjerit kesakitan.
Ira
panik. Ira bingung. Ira ketakutan.
Akhirnya
Ira
membawa Ayu pulang ke rumahnya. Kaki Ayu
yang masuk ke ruji sepeda-terluka,
berdarah. Kakek Ira mencari obat merah.
Tapi tak menemukan. Lelaki tua itu malah mengambil salep dan mengoleskannya pada luka Ayu. Lalu mengantar Ayu
pulang.
Ayu
masih bercerita sambil menangis. Kakinya kini terasa sakit dan perih. Mang Cunong segera mengompres dengan air hangat, setelah membersihkan luka dengan antiseptik
Nenek
Siti marah-marah. ”Orang tak bertanggung jawab. Sudah bikin celaka anak orang!”
”Sudahlah,
Bu.” Mang Cunong menangkan hati ibunya.
”Mengapa
kakek itu sangat bodoh, Nong. Kaki luka berdarah malah diberi salep. Bukannya
dibawa ke dokter atau Puskesmas.
Bagaimana kalau luka infeksi?”
”Semoga
tidak, Bu.”
”Apakah
sepeda temanmu baru atau sudah karatan,
Yuk?”
”Auk tak tahu. Auk tak tahu. Huuuh.” Ayu
malah menangis. Ketakutan melihat Nenek marah-marah.
* * *
Mang
Cunong membawa Ayu ke dokter praktik. Dokter memeriksanya. Katanya Ayu tak perlu disuntik ATS.
”Lukanya
tak parah. Lukanya juga sudah dibersihkan.”
”Ya,
dokter.”
Dokter
tidak menyuntik Ayu. Dokter wanita yang
ramah itu lalu memberi beberapa obat untuk diminum.
”Lain kali
kalau naik sepeda hati-hati anak cantik.
Jangan sampai kakimu masuk ruji lagi.
Bagaimana kalau jarinya patah, ” Dokter muda
berjilbab itu tersenyum sambil menasihati.
Mang
Cunong membayar ongkos berobat dan mereka naik becak untuk pulang.
Ayu
dalam hati berjanji-akan hati-hati kalau membonceng sepeda, atau kalau nanti
bisa naik sepeda.
Ayu
berterima kasih pada dokter yang mengobatinya. Pada
Nenek yang merawatnya. Mang Cunong
yang menyayanginya. Seperti kedua orangtua Ayu yang sedang berada jauh di Malaysia. Mereka berkeja sebagai
TKI. Ayu terkadang rindu
pada mereka. Kapan mereka pulang, ya? (*)
Kota
Ukir, 11 Januari 2018
_Kartika Catur Pelita penulis
cerita anak. Tinggal di Jepara. Cernak karyanya pernah dimuat di Yunior (Suara
Mereka), Lampung Post, Solo Pos, dan
Kedaulatan Rakyat. Pemenang lomba menulis cerita rakyat cerita anak Karya Cipta
PAUD Kemendikbud 2016. Dia tinggal di Perum Kuwasharjo Blok A No. 4 Jalan Padi
1, Rt. 16 Rw. 05 Kuwasen Jepara.