![]() |
Foto : Google |
Jepara,
soearamoeria.com
KH
Abdurrahman Wahid telah wafat 7 tahun silam, 30 Desember 2009, namun
kharismanya masih tetap terasa hingga kini. Setiap tahun, selalu dilaksanakan
haul untuk mengenang serta mendoakannya.
Tidak
hanya oleh keluarga, namun juga oleh masyarakat umum, khususnya warga nahdliyin.
Begitu juga dengan PCNU Jepara
pun turut memperingati haul Gusdur di Gedung NU, Jl. Pemuda No. 51 Jepara, Kamis
(29/12/16) malam.
Bertajuk
“Ngaji Gus Dur ” acara tersebut dihadiri oleh para pengurus PCNU Jepara,
terdiri dari Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah, serta perwakilan dari Badan
Otonom, Lembaga, utusan MWC NU se Kabupaten Jepara, beberapa tamu undangan, dan
ratusan warga nahdliyin dari berbagai usia.
Dengan
mengangkat tema “Menebar Damai, Menuai Rahmat”, acara dihelat sederhana.
Ratusan jamaah yang hadir secara hikmat mengikuti seluruh rangkaian acara awal
hingga akhir.
Hadir
untuk memberikan tausyiah, KH. Muadz Thohir dari Kajen. Kiai Muadz banyak
bercerita tentang kehidupan Gus Dur , mulai dari cerita yang lucu, unik hingga
serius. Bagi Kiai Muadz, sosok Gus Dur sudah sangat akrab, karena sejak 1993 ia
senantiasa mendampingi Gus Dur saat berkunjung di wilayah Jawa Tengah.
“Gus
Dur niku tiyang ingkang shalih, nek waline embuh, amergo la ya’riful wali illal
wali,” ujar Kiai Muadz mengawali ceritanya tentang Gus Dur.
Kiai
Muadz menceritakan bahwa banyak para tokoh yang membenci Gus Dur, namun setelah
Gus Dur wafat, dan melihat makamnya seperti sekarang, tidak ada lagi yang
berani berkomentar.
“Para
pembenci Gus Dur tidak lagi dapat berkomentar setelah melihat makam Gus Dur
yang selalu ramai dan bahkan menjadi alternatif ziarah masyarakat ke makam
walisongo, bahkan ada yang menyebut makam Gus Dur menjadi makam wali ke sepuluh
yang diziarahi,” kisahnya.
“Yang
saya amati…,” lanjut Kiai Muadz bercerita, “meniru Gus Dur itu angil tenan, Gus Dur itu
diapiki orang
ya biasa saja, jika dibenci orang, yang membenci malah disukai bahkan ditolong”.
Kiai
Muadz memberikan kesaksian bahwa Gus Dur sangat menghormati Kiai sepuh NU. yang
paling dihormati adalah KH Abdullah Salam Kajen dan KH Sahal Mahfudh. Kiai
Muadz menceritakan bahwa mata Gus Dur pernah akan dioperasi. Gus Dur mengutus
Kiai Muadz untuk meminta izin kepada Kiai Abdullah Salam. Saat minta izin, Kiai
Abdullah Salam memberikan jawaban yang aneh, “nikmat sakmono gedhene kok dibuwak”.
Jawaban itu lalu disampaikan kepada Gus Dur. Mendengar jawaban seperti itu, Gus
Dur akhirnya mengurungkan operasi mata yang telah direncanakan sebelumnya.
Selama
satu jam, Kiai Muadz bercerita banyak tentang Gus Dur. Ia berharap
cerita-cerita itu dapat menginspirasi para generasi muda, khususnya pada
Gusdurian agar melanjutkan perjuangan Gus Dur.
Acara
diakhiri dengan makan bersama seluruh jamaah yang hadir. Dengan model makan “kepungan”, membuat
suasana malam itu semakin akrab.
Para
hadirin membentuk kelompok-kelompok kecil untuk memakan sajian hidangan yang
disediakan panitia dalam satu nampan (tampah). Tiada sekat usia maupun strata
sosial, dengan penuh harmoni, mereka makan bersama dan saling berbagi. (*)
Source : NU Jepara