Kudus, soearamoeria.com
Golongan Ahlus sunnah wal jamaah (Aswaja)
merupakan representasi dari Islam moderat zaman dahulu dan sekarang. Pernyataan
itu dikemukakan Dr Mahir Hasan Al Munajjid, cendekiawan muslim Syiria saat
menyampaikan Halaqah Quraniyyah di Masjid Darul Ilmi Universitas Muria Kudus
(UMK), Jumat (20/01/17) pagi.
Dalam halaqah bertajuk “Pesan Damai dan Cinta Tanah
Air dalam Kajian Al Quran” itu Dr Mahir menyatakan lantaran golongan ini
ada di tengah-tengah. Tidak membela Syiah maupun Khawarij.
“Kelompok Syiah menuhankan Ali, Khawarij adalah
kelompok yang benci Sayyidina Ali. Sedangkan Aswaja adalah kelompok mayoritas
yang setia kepada Hasan bin Muawiyah,” terang Mahir sebagaimana uraiannya diterjemahkan
Gus Nasih dari Aswaja Center.
Dalam kegiatan yang diikuti oleh puluhan peserta itu
dosen Jamiah Imam Syafii Cianjur berbicara menggunakan bahasa Arab. Gus Nasih
sebagai penerjemah sesi pertama sedangkan Dr. Faiz penerjemah sesi kedua.
Dijelaskan lagi Dr Mahir, waktu itu kelompok Syiah
sangat menuhankan Ali. Sementara kelompok Khawarij sangat memusuhi Ali juga
banyak sahabat yang dibantainya secara tidak logis.
Dosen kelahiran Syiria tahun 1971 itu membeberkan,
kelompok Khawarij terdiri dari orang yang keras hatinya karena hidup di padang
pasir. Alih-alih ketika salah satu kelompok ini mendatangi Rasul. Etika
yang tidak digunakannya tidak sopan sampai-sampai memegang kerah baju Nabi.
Sehingga kelompok ini disebut qaswatul qalbi, keras hatinya.
Masih menurutnya, sumber perpecahan ialah ketika
sahabat Umar wafat. Ketika pintu fitnah terbuka mereka saling mengkafirkan dan
menyesatkan.
Otoritas Jamaah
Doktor jebolan jamiah Umu Darman tahun 2011 itu
menegaskan jika ingin selamat tetaplah berpegang teguh kepada jamaah. Karena
kebenaran itu menyertai jamaah (mayoritas).
Dikatakannya di dalam al quran sudah dijelaskan agar
mengikuti jamaatil muslimin. Begitu juga di hadits agar berpegang teguh
kepada jamaah. “Jamaah adalah representasi kebenaran,” imbuh Dr Mahir.
Orang-orang yang ada di luar lingkaran aswaja tidak
boleh asal dikafirkan. Karena sebagaimana yang diajarkan Nabi, sitirnya tidak
boleh dikafirkan. Karena mereka juga sesama muslim.
Sebagai kelompok mayoritas, pngikut Aswaja juga perlu
waspada utamanya kelompok minoritas. “Mereka bekerjasama dengan dengan Negara
luar untuk memberangus Aswaja dari muka bumi ini,” ingatnya.
Hubbul Wathan; Cinta Tanah Air
Menurut pengajar qiraah di Jamiah Imam Syafii itu
banyak Negara Islam yang hancur itu akibat ulah rakyatnya sendiri. Mereka
sebutnya tidak mengenal hubbul wathan, cinta tanah air.
Cinta kepada tanah air lanjutnya dilakukan dengan cara
setiap unsur masyarakat menjaga tanah air agar jangan sampai merusak dan
merobohkan tanah airnya sendiri.
Abdullah bin Umar paparnya merupakan sosok yang
mencintai tanah air. Meski Negaranya sedang gonjang-ganjing tetapi beliau tidak
berontak. Maka, ketika kita mengalami masa pemerintahan yang dalim tidak boleh
serta merta khuruj, memerangi pemerintah.
Dengan kudeta ia meyakini akan terjadi kekacauan yang
semakin besar. “Satu hakim yang fasik akan memunculkan darar yang besar,”
jelasnya.
Jika penguasa dilengsengkan maka yang lain akan main
hakim sendiri. “Kita patuh dengan aturan pemerintah saja,” pungkasnya.
Itu yang diajarkan oleh Abdullah bin Umar. Di samping
itu urai Dr Mahir cinta tanah air juga harus mengedepankan majelis ilmu. Duduk
bersama saling berdiskusi untuk menuntaskan berbagai problem. Tentu
sebutnya ialah ilmu yang bersumber dari Ulama. Karena pungkas dia konteks
hubbul wathan adalah peran ilmu dan juga Ulama. (sm)