![]() |
Foto : Google |
1. “Saya salut banyak bendera Merah-Putih.
Tapi nanti tolong setelah selesai, jangan pernah ditumpuk atau dilempar di
tanah. Kayunya silakan ditumpuk di tanah, kalau benderanya disampirkan di bahu
baru ditata yang rapi. Sikap pada bendera itu bukan mengultuskan benda,
melainkan bentuk penghormatan dan sikap cinta pada tanah air. Dalam Merah-Putih
meski tidak ada tulisannya, tapi ada arti jati diri bangsa, itulah kehormatan
bangsa. Kalau tidak kita sekalian yang menjaga, jangan salahkan orang lain
kalau ada yang menghina. Jika bukan para warga Indonesia sendiri, siapa lagi
yang menjaga dan menghormatinya?"
2. "Sikap cinta tanah air harus dibangun
di semua lini. Pengucapan Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya tidak
hanya saat kegiatan upacara resmi kenegaraan atau pemerintahan dan saat
peringatan HUT RI 17 Agustus saja, namun harus dinyanyikan dalam setiap acara
sosial dan keagamaan. Kalau hanya dikibarkan saat 17-an, bisa-bisa bangsa ini
lupa pada negaranya sendiri. Ini penting sekali, kelihatannya enteng. Jangan
main-main sama lagu kebangsaan. Timbulnya tidak ada rasa ‘handarbeni’ jadi
penyebab merosotnya nasionalisme di kalangan anak muda."
3. "Dasar negara Indonesia yakni
Pancasila dibuat memiliki keterkaitan dengan keagamaan. Makanya ada sila pertama,
di belakang Pancasila ada kekuatan agama."
4. "Kecintaan terhadap tanah air akan
mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Jika nasionalisme kita
semakin melemah, jangan harap kita sebagai Muslim bisa menjawab tantangan umat
dan tantangan bangsa."
5. “Walau hanya sebutir pasir yang ada di
atas tanah air ini akan kita jaga mati-matian. Kata siapa cinta tanah air atau
nasionalisme tidak ada dalilnya? Nabi Saw. mengatakan, “Aku cinta Arab karena
aku adalah bangsa Arab”. Ini contoh kongkrit kecintaan suatu bangsa pada tanah
airnya. Cinta tanah air itu sebagai wujud syukur kepada Allah atas anugrah bumi
pertiwi ini. Ulama adalah benteng ideologi, TNI-POLRI adalah benteng NKRI. Mari
kita bersatu. Jangan goyahkan persatuan karena oknum kiai, TNI atau
POLRI."
6. “Salah satu pesan yang kita ingat dari
peringatan Maulid Nabi adalah ajaran agar kita taat pada pemerintah. Bangsa
lain fokus membangun kita masih memperdebatkan khilafiyah-khilafah. Pancasila
sudah final. Boleh berdebat penafsirannya, tapi tidak boleh memperdebatkan
butir-butirnya."
7. “Muktamar NU di Situbondo sudah menegaskan
Pancasila sebagai asas Negara dan Jam'iyah Thariqah menegaskan NKRI harga mati.
Pendakwah dahulu begitu toleran menghormati perbedaan. Untuk itu Sunan Kudus
enggan menyembelih sapi, karena menghormati tradisi non-Muslim. Bahkan bangunan
Masjid Kudus mengakomodasi arsitektur non-Muslim yang berkembang pada waktu
itu. Tidak anti dengan kebudayaan lokal. Simpatik."
8. “Muslim itu harus seperti air laut,
meskipun ratusan sungai mengalirkan air tawar, ia tetap asin dan tak pernah
memaksa ikan di dalamnya menjadi asin. Ketika kita akan melakukan perbuatan
tercela, ingat Merah-Putih, malu di dalamnya ada tumpah darah para pahlawan dan
jati diri bangsa yang memiliki adat dan etika ketimuran."
9. "Ajak anak-anak kita ke makam para
pahlawan. Anak-anak mengerti itu orang mati, tidak akan menyembahnya. Jelaskan,
ini kopral 'ini' adalah pahlawan, makam itu adalah makamnya pahlawan tak
dikenal. Kenalkan para pahlawan kepada anak-anak kita sejak dini agar mereka
paham kemerdekaan ini bukan hadiah. Dan agar dalam diri anak-anak tumbuh
kecintaan pada bangsa. Rasa cinta yang kuat pada bangsa ini lebih dahsyat dari
nuklir sekalipun."
10. “Bangga terhadap Indonesia bukan sombong,
tapi rasa syukur pada Allah Swt. Hormat pada Merah Putih bukan syirik, tapi
ungkapan rasa syukur pada Allah Swt. untuk memiliki Bangsa Indonesia.”
11. “Bendera Merah Putih adalah harga diri
Bangsa, kehormatan Bangsa. Jika kita mau bercermin kepada Bendera Merah Putih
semestinya kita malu menjadi Bangsa. Koruptor tidak akan melakukan korupsi jika
mau bercermin pada pendiri Bangsa, pada sang saka Merah Putih.”
12. “Cinta NKRI tidak hanya dilaksanakan pada
17 Agustus saja, melainkan setiap hari Senin dan upacara kebangsaan yang lain.
Cinta kepada Bangsa selalu ditanamkan melalui pengibaran sang saka Merah Putih.
Kalau kita tidak cinta pada NKRI, untuk apa kita harus melakukan upacara
bendera, hormat kepada sang saka Merah Putih?”
13. “Betapa pentingnya cinta tanah air, salah
satu contohnya dengan menghormati Bendera Merah Putih. Meskipun jahit atau
bikin merah putih itu gampang, namun banyak darah yang mengucur, banyak
pengorbanan yang penuh rasa sakit demi menurunkan bendera Belanda dan
menggantinya dengan Bendera Merah Putih. Sehingga sebagai anak Indonesia kita
harus mempunyai penghormatan yang luar biasa kepada Merah Putih, harus
menyucinya dan merawatnya dengan penuh perasaan cinta.”
14. “Kecintaan pada partai jangan melebihi
mata kaki. Kecintaan pada bangsa dan negara sampai ke leher. Kecintaan pada
agama melebihi ujung kepala.”
15. “Yang memperjuangkan Bangsa ini adalah
para ulama, kiai dan pejuang Muslim yang tak sempat dianugerahi bintang
gerilnya. Maka jika ada kelompok-kelompok yang hendak menggerogoti kesatuan
Bangsa ini, mereka adalah orang-orang yang tidak tahu sejarah. Wajib hukumnya
bagi kita untuk menjaga keutuhan Negara ini dari rongrongan sekelompok orang
yang tidak bertanggung jawab.”
16. “Semangat nasionalisme sekarang ini
semakin menurun. Itu terlihat dari sikap dan perilaku para elit, termasuk juga
masyarakatnya yang tidak pernah rukun. Selalu ribut dalam perbedaan,
khilafiyah. Segala sesuatu selalu dipolitisir dan dihubung-hubungkan, yang
akhirnya hanya saling menyalahkan. Hingga akhirnya, Indonesia hanya dijadikan
lintasan saja oleh bangsa lain. Saya tidak ingin masalah khilafiyah ini
dibesar-besarkan, yang ujung-ujungnya hanya menjadikan Indonesia negara yang
selalu jadi tontonan. Padahal Indonesia dengan segala potensinya, mampu menjadi
negara yang besar dan disegani bangsa-bangsa lain. Ini menjadi salah satu tugas
umat Islam agar Indonesia bisa maju dan sejajar dengan negara-negara lain.”
17. “Umat Islam seharusnya memasang
gambar-gambar para pahlawan, khususnya pahlwan Islam, seperti Pangeran
Diponegoro, juga gambar-gambar para wali, termasuk pendiri NU KH. Hasyim
Asy’ari. Hal ini agar setiap warga yang melihat gambar itu selalu terkenang
dengan semangat para pahlawan yang ada di gambar itu. Semangat untuk membela
negara, semangat untuk memerdekakan negara, semangat kepahlawanannya. Bukan
bermaksud syirik maupun menyekutukan Tuhan dengan gambar-gambar itu, tetapi
semangat yang dimiliki para pahlawan itu untuk dikenang dan diamalkan di zaman
sekarang ini. Bahwa mereka yang sudah meninggal itu, ternyata masih memberikan
semangat untuk membangun negara. Mereka yang sudah syahid, tidak tinggal diam
untuk bangsa dan generasi penerusnya.”
18. “Pancasila mampu melindungi pluralitas
yang ada, dan menjadi ideologi negara, maka Pancasila akan memperkokoh
pertahanan nasional dan memperkokoh NKRI. Sebab Pancasila akan dimiliki semua
pihak. Bila Pancasila itu tumbuh pada diri setiap anak bangsa dengan diperkokoh
atau di beck-up oleh agamanya, maka kekuatan, kesatuan dan persatuan semakin
erat terjalin dan tidak akan mudah digoyahkan. Karena Pancasila menjadi sebab
tumbuhnya nasionalisme dan bebas dari kepentingan politik atau tidak akan
menjadi bemper kepentingan politik. Sehingga tumbuh mekar secara murni
kecintaan kepada agama, tanah air dan bangsa. Dari itu akan menjadi cermin bagi
bangsa lain.”
19. “Nasionalisme secara filosofis sudah
dicontohkan oleh para leluhur, para pendahulu bangsa semenjak penajajahan
seperti sedekah bumi, sedekah laut, ‘terlepas dari persoalan syirik/musyrik’,
karena saya tidak tahu hati orang. Sedekah bumi dan sedekah laut itu adalah
wujud syukur atas bumi dan laut yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia.
Sedekah bumi itu sebagai bentuk handar beni, perasaan yang bukan saja memiliki
tapi juga mencintai.”
20. “Siapapun yang menjadi pemimpin bangsa,
harus dihormati dan ditaati. Jika rakyat menghormati pemimpinnya maka Bangsa
dan Negara ini akan kuat. Sebaliknya jika rakyat terus menerus mengkritik,
mendemo, dll., pemimpinnya, maka kapan pemerintah akan bisa fokus bekerja. Saya
tidak melarang ‘kritik’, akan tetapi salurkan kritik dan aspirasi itu pada
saluran yang sudah disediakan pemerintah.”
21. “Aliran-aliran di luar Ahlussunnah yang
meresahkan, mereka adalah kelompok Islam yang menolak Pancasila dan menganggap
pemerintah tidak sah. Untuk mengatasi kelompok Islam seperti ini perlu
ditekankan pentingnya sosialisasi ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah. Jangan sampai
anak seorang tokoh NU, menjadi anggota Islam radikal.”
Sumber : FB Meme Komic Aswaja