![]() |
Usianya sebelas tahun. Sebaya
usiaku. Tinggi tubuhnya sama dengan
tubuh aku. Kulitku putih, kulit dia sawo matang. Tapi badannya lebih berisi
daripada aku yang kerempeng.
Namanya Gentar. Kami, teman-temannya
sering mengolok-oloknya dengan menyanyikan lagu perjuangan
Maju Tak Gentar. Tapi liriknya kami ubah. Dengarkanlah.
”Maju tak gentar. Gentar maju ke
depan.”
”Maju tak gentar. Mengapa Gentar
gemetar?”
Ya, kau harus tahu, Gentar sering gemetar kalau harus maju ke depan kelas. Entah mengapa?
* * *
Pak Guru Saiful menyuruh Gentar
maju ke depan kelas.
Di tempat duduknya Gentar merasa
takut. Keringat sebesar biji jagung menetes di keningnya.
”Ada apa, Tar? Dipanggil Pak Guru,
tuh,”
bisikku. Oya, Gentar adalah teman sebangkuku.
”Aku takut...,” Gentar berdesis.
”Ngapain sih takut? Paling juga
disuruh ngerjain soal Matematika itu.”
”Iya.”
”Kamu bisa mengerjakan soal itu,
kan?”
”Bisa. Tapi...”
”Gentar. Cepat maju ke depan!
Kerjakan soal no. 3!”
Gentar takut-takut maju ke depan.
Gentar mencoba mengerjakan soal. Tapi karena didera rasa takut dan gemetar Gentar
gagal mengerjakan soal. Gentar hanya berdiri di depan kelas tanpa
menyentuhkan kapur ke papan tulis.
Pak Guru Saiful menghela nafas sabar. Menyuruh Gentar kembali ke tempat duduknya.
* * *
Aku memandang Gentar
kasihan.
”Mengapa sih, Tar...kamu
suka gemetar?”
”Entahlah. Aku tiba-tiba merasa
takut, tubuhku lalu gemetar....”
”Seperti barusan?”
Gentar mengangguk.
”Padahal soal matematikanya
mudah,” gumamku.
”Iya sih. Di buku aku bisa
mengerjakannya. Tapi ketika harus mengerjakan di papan tulis, aku gemetar.
Takut. Konsentrasiku buyar. Aku gagal mengerjakannya.”
Gentar mengeluh.
* * *
Suatu hari Pak Guru Saiful memberi kami tugas
membaca karangan di depan kelas.
”Kalian menulis cerita tentang
liburan semester kemarin. Kalau kalian pergi ke satu tempat- misalnya tempat
wisata, ceritakan di mana tempat itu, bagaimana
perjalanan kalian ke sana, kesan-kesan kalian selama berada di tempat
itu.
Kalau kalian berada di rumah saja sewaktu liburan, ceritakan apa saja
kegiatan kalian selama mengisi liburan. Misalnya kalian belajar memasak. Menemani ayah mancing di sungai atau laut,
berkebun bersama. Terserah pada kegiatan
kalian masing-masing.
Kamu murid kelas VB mengangguk-angguk
Hari ini kami maju satu persatu ke
depan kelas. Membacakan cerita selama liburan. Ketika giliran Gentar
maju ke depan kelas, timbullah masalah. Si Gentar bediri di depan kelas deangn
tubuh gemetar. Bukannya bercerita,
si Gentar malah sepert patung
gemetar.
Teman-teman yang melihatnya tertawa.
Gentar wajahnya merah padam. Malu. Bahkan hampir menangis.
”Sudahlah Gentar kamu kembali ke
bangkumu.” Pak Guru Saiful memang seorang guru yang bijaksana.
* * *
Aku memandang Gentar kasihan.
“Apakah gemetar merupakan penyakit, Don?”
Aku menggeleng. ” Entahlah.
Mungkin tidak.”
”Tapi mengapa aku selalu gemetar
bila maju ke depan kelas. Bila aku berkumpul bersama kalian, santai seperti
saat ini. Lihat nih aku baik-baik saja. Aku bisa lancar bercerita. Tak gemetar.”
”Mungkin kamu gemetar karena
merasa takut, Tar. Kupikir kamu harus bisa menghilangkan rasa takutmu bila guru menyruhmu maju ke
depan kelas.”
”Tapi bagaimna caranya?”
”Mungkin salah satunya dengan
menganggap orang yang berada di
depanmu tak ada. Anggap saja kamu berdiri di depan pohon. Atau kau anggap kami
hanya patung yang berdiri di depanmu.”
Gentar mengangguk mendengar
penuturanku.
”Atau kamu bisa menanyakannya pada Ayah dan Ibumu, Tar. Orang
dewasa lebih banyak pengalaman daripada kita. Mungkin mereka lebih tahu apa
yang harus kau lakukan agar tak gemetar bila maju ke depan kelas.”
”Ya,
aku kan menanyakannya pada mereka. Mungkin orang tuaku
akan membawaku ke dokter.”
Gentar sesaat merenung memikirkan
dirinya yang suka gemetar, takut.
Aku pun diam-diam merasa gemetar
di hati memikirkan Gentar! Inilah sepotong kisah tentang temanku bernama Gentar. Yang suka gemetar bila maju ke depan
keals. Bagaimana dengan kamu?
* * *
Kota Ukir, 11
Mei 2015