Jepara,
soearamoeria.com-M Nur
Fawaid, setahunan ini boyong dari
pesantren Salaf Modern “Nurul Huda” desa Mantingan kecamatan Tahunan kabupaten
Jepara. Namun sebelum pulang ia memulai menekuni keahlian mengukir sandal.
Tepatnya
tahun 2013 lalu sebelum lebaran ia meminta seniornya di pondok membikinkan
sandal ukir. Setelah jadi di uploadlah
sandal itu di facebook.
“E malah ada yang mesan, mas. Pesannya
langsung 10 pasang,” terangnya sebagaimana rilis yang diterima, Ahad (16/8).
Alhasil, waktu itu rekan sepondoknya diajak
kerjasama. Kedua temannya yang membuat sedangkan dia, bagian marketing (pemasaran). Tiba-tiba ada
kendala. Pesanan yang dipasrahkannya teman, tidak tepat waktu. Dari problem ini, lelaki kelahiran Jepara, 29
Maret 1993 ini mencoba membikin
sendiri. Sehingga yang mulanya ia terbilang ogah
mengukir sandal lambat laun harus menekuninya. Karena selain untuk mengisi
waktu luang juga untuk pemasukan dirinya.
Sebenarnya,
si pesantren keahlian mengukir sandal jepit berlangsung turun-temurun. Hal ini
untuk menunjukkan identitas pemilik sandal. Sebab terdapat nama baik panggilan
maupun nama asli. Bagi putra pasangan Sukandar-Maisyatul Muthohharoh (almh)
menekuni usaha ini dijadikan untuk mengais rupiah.
“Karena
membuatnya asyik. Pengerjaannya nggak
ribet-ribet amat juga sebagai sarana untuk menorehkan isi kepala. Hasilnya
mendapatkan penghasilan,” akunya.
Hanya
dengan modal isi cutter kecil
(dibungkus kertas), pensil, pena dan sandal misi sudah bisa dilaksanakan.
Lulusan SMP Az Zahra Mlonggo Jepara dan Kejar Paket C ini dalam sepekan
mengerjakan 15 – 25 pasang. Motif yang dikerjakannya beragam dari lambang klub
bola, wajah, huruf nyeni maupun motif
sesuai dengan pesanan.
Untuk
waktu pengerjaan, sambung pria yang tinggal di di Jalan Krajan RT.08 RW.02 Desa
Jambu Timur kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara ini maksimal dirampungkan dalam
dua hari. Jika motifnya sederhana 2 jam sudah usai. “Harganya kisaran 25-50
ribu. Kalo yang hiasan mulai 75 ribu,” tambahnya.
Santri
yang mondok selama 6 tahun ini dalam menekuni usaha tidak sendirian. Saat ini
dibantu adiknya, M Faza Ainun Nafi. Sebelumnya pernah dibantu keponakannya, Edi
Sujatmiko. Sedangkan untuk guru mengukir sandal, dua teman semasa di pesantren
Shofiyul Anam dan M. Najih.
Ditanya
soal masa depan, ia meyakini usahanya memiliki prospek nan cerah. Sebab jika dikelola dengan baik hasilnya akan
menjanjikan. Apalagi dilihat dari respon orang-orang yang pernah lihat dan
memesan mereka antusias.
“Lebih-lebih
yang menekuni usaha ini selain unik juga masih jarang,” imbuhnya.
Hasilnya,
meski ia belum menghitung omzet secara rinci. Ia mengaku omzetnya di atas 1
juta per bulan.
Fawaid
memiliki motto “Bumi itu bulat. Putarlah semaumu. Pilihlah sesukamu. Mana yang tepat
untukmu berkarya dan menorehkan sejarah.” Karena itu kepada santri Nusantara,
ia berpesan, apa yang ada di depan kita, di situlah tempat kita menorehkan
sejarah dan mengais rizki.
“Semut
saja diberi rizki. Apalagi manusia. Tugas kita hanyalah ikhtiar. Setelah itu
serahkan kepada sang maha kaya, Allah SWT,” pantiknya.
Sebagai
santri, Fawaid berpesan dalam berdagang/ berwirausaha, tidak hanya soal untung
dan rugi tapi juga harus selalu ingat surga dan neraka. (qim)