“Kami sedang memproduksi film dokumenter tentang ukiran khas Jepara, Macan Kurung yang sudah tidak lagi diproduksi dan tidak banyak lagi warga Mburi Gunung (Mulyoharjo, red) yang bisa membuatnya,” papar Rhobi Shani, sutradara film dokumenter Macan Kurung.
Dengan dibantu 5 personil Home 17, pihaknya hendak mendokumentasikan pembuatan ukiran Macan Kurung. Mulai dari memilih kayu untuk dibuat Macan Kurung, ritual sebelum memulai membuatnya dan kemudian menjadi ukiran 3 dimensi, dimana macan didalam kurungan dengan dirantai bola yang dibuat dari batang kayu utuh tanpa ada proses sambungan atau penempelan ornamen.
Lebih lanjut Rhobi menyampaikan dari hasil penelitian sederhana yang ia lakukan bersama tim, kini tidak banyak warga asli Mulyoharjo yang dapat membuat ukiran Macan Kurung. Bahkan, dari puluhan showroom patung dan art gallery yang ada di sentra industri patung di desa setempat tak satu pun yang menjual Macan Kurung.
Sejumlah pematung warga asli Mulyoharjo mengaku tak bisa membuat Macan Kurung. Meski ada 1 atau 2 orang menyatakan bisa tetapi membutuhkan waktu setidaknya 1 bulan untuk merampungkan ukiran Macan Kurung tanpa sambungan. Boleh jadi hal itu yang menyebabkan warga mulai enggan memproduksi Macan Kurung selain membutuhkan waktu lama juga belum tentu ada peminat yang akan membeli.
“Nantinya film ini kami beri judul Macan Kurung (Asli) Mburi Gunung karena semula ukiran Macan Kurung itu terkenal dari desa di belakang gunung—sekarang Mulyoharjo. Namun saat ini pembuatan Macan Kurung sudah di tepi pantai tidak lagi di belakang gunung tetapi Macan Kurungnya tetap asli,” tambah Rhobi.
Dipilihnya Suyato sebagai objek pembuat Macan Kurung karena bisa dibilang ia satu-satunya warga asli Mulyoharjo yang sampai saat ini masih bisa membuat ukiran khas Jepara itu. Suyato merupakan cicit dari Singo Sawiran, tokoh yang mempopulerkan ukiran Macan Kurung di era RA Kartini. (Syaiful Mustaqim)