Kebakaran Hutan dan Alih Fungsi Lahan - Soeara Moeria

Breaking

Minggu, 19 Januari 2020

Kebakaran Hutan dan Alih Fungsi Lahan

Rizky Editya Rachmansyah
Oleh : Rizky Editya Rachmansyah, mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Publik Universitas Islam Malang

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau dan Kalimantan beberapa waktu belakangan ini, semakin menegaskan betapa abainya pemerintah pada penyelamatan ruang hidup rakyat. Deforestasi boleh diklaim menurun, tetapi problem hilangnya tutupan hutan masih bergulir. Kebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu bukti konkret, jika upaya pemerintah tersebut tidak serius.

Kebakaran hutan ini secara nasional turut mempengaruhi degradasi tutupan hutan nasional, kebakaran juga menegaskan bahwa deforestasi(penghilangan hutan alam dengan penebangan kayu untuk mengubah hutan menjadi lahan non hutan) masih terjadi secara masif. Salah satu faktor berkurangnya hutan ditengarai akibat dari alih fungsi hutan dan deforestasi. Baik untuk industri perkebunan seperti sawit atau hutan tanaman industri guna menyokong produksi industri bubur kertas dan aneka produk turunannya.

Perlu diketahui jika kebakaran hutan dan lahan paling besar dilakukan oleh korporasi, sebagaimana diakui oleh KLHK yang menolak menyebutkan data korporasi pembakar hutan. Menurut data pemerintah ada 9 perusahaan (tersebar di Riau, Jambi, Sumsel, Kalteng, Kalbar, Kalsel) yang tertangkap membakar hutan dan lahan. Semuanya berafiliasi dengan sawit.

Bupati Kabupaten Pelalawan, Riau, pernah melaporkan jika ada perubahan yang signifikan terhadap hutan dan lahan yang telah ludes terbakar. Dia menyebut mayoritas lahan tersebut telah berubah menjadi perkebunan sawit. Di wilayah lain tidak hanya sawit, tetapi juga berubah menjadi kawasan produksi seperti untuk kebutuhan kertas dan aneka produk dibuat dari bahan baku pohon.

Data lain, adalah hasil riset TuK Indonesia, menyatakan sekitar 5,1 juta hektar lahan sawit dikuasai 25 kelompok perusahaan yang menguasai 62 persen lahan sawit di Kalimantan. Terluas di Kalimantan Barat, diikuti Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Kemudian, 32 persen di Sumatra (terluas di Riau diikuti Sumatra Selatan), 4 persen di Sulawesi dan 2 persen di Papua.

Peran Pemerintah dalam Karhutla
Ketika melihat kebakaran hutan dan lahan, maka ini menunjukkan bagaimana rumitnya alur birokrasi dan tidak sinkronnya hubungan inter kementerian. Kementerian ATR/BPN mengurus dan memberikan HGU, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan HTI, serta Kementerian Pertanian mengeluarkan izin perkebunan.

Dalam konteks deforestasi dan pembakaran hutan, tampak terjadi upaya sistematis untuk membuka dan mengalihfungsikan hutan menjadi perkebunan, hutan tanaman industri, izin usaha pertambangan dan lainnya. Hutan sengaja dibakar untuk membuka lahan, yang pada akhirnya menjadi sebab terjadinya kebakaran lahan gambut.   

Guna mencegah dan menghentikan kebakaran hutan, maka pemerintah harus melakukan moratorium izin sawit dan aneka industri lainnya. Pemerintah pun perlu mencabut dan mengusut korporasi yang melakukan pembakaran hutan, serta menghukum korporasi untuk melakukan reforestasi masif seperti sedia kala fungsinya.

Hal mendesak lainnya yang perlu dikerjakan pemerintah, yakni mengubah tata ruang serta tata wilayah nasional, yang lebih mengutamakan keselamatan ruang hidup rakyat, seperti mendukung kelestarian hutan dan menyelesaikan problem ekologis lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar