Kasus yang Menjerat Pegawai Negeri Sipil Gayus Tambunan - Soeara Moeria

Breaking

Kamis, 09 Januari 2020

Kasus yang Menjerat Pegawai Negeri Sipil Gayus Tambunan

Ajeng Sonia Dharma
Oleh : Ajeng Sonia Dharma mahasiswi Fakultas Administrasi jurusan Administrasi Publik 3C Universitas Islam Malang

Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau biasa disebut Gayus Tambunan (lahir di Jakarta, 9 Mei 1979; umur 40 tahun) adalah mantan pegawai negeri sipil pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia. Ia dikenal ketika Komjen (Pol) Susno Duadji menyebutkan bahwa Gayus menyimpan uang 25 miliar rupiah di rekening banknya, plus uang asing senilai Rp 60 miliar dan perhiasan senilai Rp 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya yang kesemuanya dicurigai sebagai harta haram. Dalam perkembangan selanjutnya, Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng proses reformasi perpajakan di Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang saat itu gencar digulirkan Sri Mulyani dan sekaligus menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.

Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin. Polri, diungkapkan Cirrus Sinaga, seorang dari empat tim jaksa peneliti, lantas melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri, Gayus dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. "Karena Gayus seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Kok bisa pegawai negeri yang hanya golongan III A punya uang sebanyak itu," kata Cirrus mengungkap alasan mengapa awalnya Gayus dijerat tiga pasal berlapis. Seiring hasil penelitian jaksa, hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapannya.

Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp.25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri itu. Untuk korupsinya, terkait dana Rp.25 milliar itu tidak dapat dibuktikan sebab dalam penelitian ternyata uang sebesar itu merupakan produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal Batam ini mengaku pemilik uang senilai hampir Rp.25 miliar di rekening Bank Panin milik Gayus."Ada perjanjian tertulis antara terdakwa dan Andi Kosasih. Ditandatangani 25 Mei 2008," kata dia. Menurut Cirrus keduanya  awalnya berkenalan di pesawat. Kemudian keduanya berteman karena sama-sama besar, tinggal dan lahir di di Jakarta Utara. Karena pertemanan keduanya, Andi lalu meminta gayus untuk mencarikan tanah dua hektar guna membangun ruko di kawasan Jakarta Utara.

Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta. Namun Andi, dikatakan Cirus baru menyerahkan uang  sebesar US$ 2.810.000. Andi menyerahkan uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada pada 1 juni 2008 sebesar US$ 900.000 US dolar, kemudian 15 September 2008 sebesar US$ 650.000, 27 Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, lalu pada 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, 10 Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada 16 Februari 2009 sebesar US$ 300.000. "Andi menyerahkan uang karena dia percaya dengan Gayus. Dalam bisnis hanya diperlukan kepercayaan," kilah Cirrus menanggapi mengapa Andi dapat menyerahkan uang sebanyak itu kepada Gayus. Sementara untuk money laundringnya, dikatakan Cirrus itu hanya tetap menjadi dugaan sebab Pusat pelaporan analisis dan transaksi keuangan (PPATK) sama sekali tidak dapat membuktikan uang senilai Rp.25 milliar itu merupakan uang hasil kejahatan pencucian uang (money laundring).

PPATK sendiri telah dihadirkan dalam kasus itu sebagai saksi. "Jadi waktu itu hanya dikatakan ada dugaan melawan kepemilikan, uang itu pidana. Dalam proses perkara itu, PPATK tidak bisa membuktikan transfer rekening yang yang diduga tindak pidana," ujarnya.

Dari perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, dikatakannya, ditemukan juga adanya aliran dana  senilai Rp.370 juta di rekening lainnya di bank BCA milik Gayus. Uang itu diketahui berasal dari dua transaksi dari PT.Mega Cipta Jaya Garmindo.  PT. Mega Cipta Jaya Garmindo dimiliki oleh pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak di bidang garmen. Transaksi dilakukan dalam dua tahap yaitu pada 1 September 2007 sebesar Rp.170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp.200 juta. Setelah diteliti dan disidik, uang itu diketahui bukan merupakan korupsi dan money laundring juga. "Bukan korupsi, bukan money laundering, tapi penggelapan pajak murni. Itu uang untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi. Tapi setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak tahu berada di mana. Tapi uang masuk ke rekening Gayus. Tapi ternyata dia nggak urus (pajaknya). Uang itu tidak digunakan dan dikembalikan, jadi hanya diam di rekening Gayus," jelas Cirrus.

Berkas P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir dan kemudian menyita uang senilai Rp.370 juta itu. Dalam petunjuknya itu, jaksa peneliti juga meminta penyidik Polri menguraikan di berkas acara pemeriksaan (BAP) keterangan itu beserta keterangan tersangka (Gayus T Tambunan). "Kapan diberikan uang itu," ujarnya.  Dugaan penggelapan yang dilakukan Gayus itu, diungkapkan Cirrus terpisah dan berbeda dasar penanganannya dengan penanganan kasus money laundring, penggelapan dan korupsi senilai Rp.25 milliar yang semula dituduhkan kepada Gayus. Cirrus dan jaksa peneliti lain tidak menyinggung soal Rp.25 milliar lainnya dari transaksi Roberto Santonius, yang merupakan seorang konsultan pajak. Kejaksaan pun tak menyinggung apakah mereka pernah memerintahkan penyidik Polri untuk memblokir dan menyita uang dari Roberto ke rekening Gayus senilai Rp.25 juta itu.

Sebelumnya, penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan persnya mengungkapkan jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas Gayus memerintahkan penyidik untuk menyita besaran tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus. Adapun tiga transaksi itu diketahui berasal dari dua pihak, yaitu Roberto Santonius dan PT. Mega Jaya Citra Termindo. Transaksi yang berasal dari Roberto, yang diketahui sebagai konsultan pajak bernilai Rp.25 juta, sedangkan dari PT. Mega Jaya Citra Termindo senilai Rp.370 juta. Transaksi itu terjadi pada 18 Maret, 16 Juni, dan 14 Agustus 2009.
Uang senilai Rp.395 juta itu disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti kasus itu. Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan pada rekening Gayus T Tambunan. PPATK pun meminta Polri menelusurinya.
Kembali ke kasus, dilanjutkan Cirrus, berkas Gayus pun dilimpahkan ke pengadilan. "Jaksa lalu mengajukan tuntutan 1 tahun dan masa percobaan 1 tahun," lengkap jaksa penuntut umum Antasari itu.

Namun, anehnya penggelapan ini tidak ada pihak pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian maju kepersidangan Pengadilan Negeri Tangerang. Hasilnya, Gayus divonis bebas. "Di Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Tapi kami akan ajukan kasasi," tandas Cirrus.

Menurut saya bahwa sangat membingungkan uang 25 milyar milik pegawai negri sipil tersebut, dan secara kacamata orang awam itu sangat tidak mungkin, kurangnya pengawasan dalam KPK juga sangat berpengaruh untuk para koruptor, sebagai rakyat biasa kami sangatlah kecewa terhadap apa yang dilakukan oleh gayus tambunan.

Masyarakat jadi memiliki argumentasi untuk menunda atau bahkan boikot membayar pajak karena melihat banyaknya oknum predatoris bercokol di tubuh Ditjen Pajak. kebocoran dan tindakan koruptif, serta lambannya proses reformasi birokrasi yang menjadi surga bagi para pengemplang pajak, jangan sampai semakin menimbulkan antipati dan memantik kembali himbauan boikot membayar pajak. Sebab jika semangat dan kesadaran masyarakat membayar pajak yang menjadi sumber pendapatan terbesar negara ini sirna dan berubah menjadi pembangkangan, bisa kita bayangkan dampak sistemik yang bakal terjadi. Negara ini terancam stuck karena pajak adalah energi utama yang menggerakkan mesin pembangunan . Pajak yang memiliki peran sangat vital guna memacu roda pembangunan.  Pajak menggalakkan tujuan-tujuan umum pemerintah seperti mencegah pengangguran, kestabilan moneter, dan pertumbuhan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar