Pak guru Ilyas namanya. Beliau
guru kelas V di sekolah kami. Pak Ilyas
guru yang galak. Bila mengajar suaranya terdengar sampai di luar kelas. Bila
ada murid yang tak mendengar atau tak memperhatikan, akan dilempar kapur. Bila
ada murid yang lupa mengerjakan PR, Pak Ilyas tak segan-segan memberi
hukuman. Seperti peristiwa di hari
Selasa itu.
”Selamat pagi anak-anak!”
”Selamat pagi Pak guru!”
”Keluarkan buku tugas kalian.
Bapak akan memeriksa PR matematika!”
Kami mengeluarkan buku tugas. Pak Ilyas memeriksa satu per satu. Berkeliling
ke seputar kelas sambil membawa penggaris
kayu. Pak Ilyas mencekal dua orang yang kedapatan tak mengerjakan PR.
”Anton...maju ke depan!”
Anton takut-takut melangkah menuju
ke depan kelas.
”Mengapa kau tidak mengerjakan
PR?”
”Saya...saya lupa, Pak.”
”Alasan! Kalau kau lupa mengerjakan
PR... mengapa kau tak lupa memakai baju atau celana!? Kau bediri di depan kelas, dan sebelah kakimu
diangkat!”
Pak Ilyas memukulkan penggaris
kayu ke punggung Anton sebelum dia menjalani hukuman. Kemudian kembali
berkeliling. ”Edi kamu maju ke depan!”
Edi, bocah gemuk, dengan perasaan
takut melangkah maju ke depan kelas.
”Mengapa kau tidak mengerjakan
PR?”
”Saya...saya...”
”Kau mau bilang kalau lupa seperti
Anton?”
Edi menggeleng. ”Saya sudah mengerjakannya, Pak. Tapi buku saya hilang.
Mungkin jatuh di jalan atau...”
”Kau pasti berbohong!” Pak Ilyas
menatap tajam.
”Sungguh, Pak. Benar. Saya tidak berbohong, saya tidak ber...!”
”Saya tak mau mendengar ceritamu. Bukumu
mau jatuh di jalan, di kali, atau di kandang kerbau, yang jelas hari ini kau tak mengerjakan PR! Kau berdiri di dekat
Anton. Kalian berhadapan. Kau juga angat
kaki kirimu. Cepat!”
Selama pelajaran Anton dan Edi
menjalani hukuman di depan kelas. Sebagian
besar teman-temannya memandang kasihan.
* * *
Pak Ilyas memang guru yang galak.
Suaranya yang keras, suka membentak dan
memberi hukuman menjadikan anak-anak takut. Terutama yang tak bisa pelajaran
matematika. Mereka semakin takut dan semakin tak bisa mengikuti pelajaran
tersebut. Karena mendengar penjelasan pak Ilyas, bukannya mengerti matematika, tapi mereka semakin bodoh.
”Ina Mariana maju ke depan!”
Bocah perempuan bertubuh mungil,
berambut kuncir dua takut maju ke depan.
”Kerjakan soal no. 1!” Pak Ilyas
memberi tugas.
Ina Mariana mulai mengerjakan
soal. Sebenarnya soal di papan tulis itu mudah. Tapi karena Ina Mariana mengerjakannya di depan kelas dan dipelototi
Pak Ilyas membuatnya merasa takut,
Gemetar. Konsentrasinya buyar. Akibatnya dia salah menghitung perkalian.
Pak Ilyas marah-marah. ”Tolol!
Kelas V menghitung perkalian tak becus! Masak,
8X8=81?”
Ina Mariana menghapus angka,
menggantinya. Dia ingin menulis angka 64. Tapi karena gugup dia menulis angka 46. Pak Ilyas semakin marah. Pak Ilyas
membentaknya! ”Idiot! Kau berdiri di depan kelas! Angkat sebelah kaki!”
Ina Mariana berdiri di depan kelas
mengangkat sebelah kaki, sambil menangis.
”Zahra Aulia. Maju ke depan
kerjakan soal. Awas jika kau tak bisa
mengerjakan kau boleh menemani temanmu yang idiot!”
Dengan perasaan takut-takut Zahra bangkit
dari duduknya. Tapi ketika bangkit teman-temannya menyorakinya. Karena
ketakutan, Zahra ngompol di bangkunya!
* * *
Pak Ilyas memang guru matematika
yang galak. Suka menghukum. Suka membentak.
Suka menghukum. Suka memukul. Sebagian
besar murid takut.
Hari ini pelajaran pertama adalah matematika.
Pak Ilyas sedang mengajar, ketika pintu kelas di ketuk. Nila masuk dan menunduk takut-takut. Karena
terlambat datang ke sekolah.
”Mengapa kau terlambat?!” Pak Ilyas
menatap galak.
”Saya… saya kendaraan
macet, Pak.”
”Alasan!” Pak Ilyas memukulkan kayu
penggaris. Buk! Kayu mengenai bahu Nila. Terlihat Nila meringis kesakitan.
”Kau duduk di bangkumu!”
Nila melangkah. Tapi baru dua langkah dia terjatuh. Nila pingsan. Murid-murid menjerit. Pak Ilyas pun
tak kalah terkejut. Penghuni sekolah geger. Bapak Kepala Sekolah
segera bertindak. Nila dibawa ke UKS. Tapi tak juga siuman. Nila dibawa ke rumah sakit. Nila dirawat. Orang tuanya datang
ke sekolah dan marah-marah. Berita menyebar ke mana-mana. Wartawan pun
memberitakannya. Stasiun TV menanyangkannya.
”Seorang guru memukul siswanya
sampai pingsan. Gara-gara siswa terlambat ke sekolah. Padahal siswa baru saja sembuh dari sakitnya.”
Hari-hari selanjutnya kami tak
diajar matematika. Pak Ilyas ditahan untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kami merasa kehilangan juga karena tak
melihat pak Ilyas. Sebenarnya pak Ilyas guru yang baik. Disiplin. Tapi siapa pun murid tentu tak suka pada guru yang galak. Pak
Ilyas yang tak hanya galak dengan kata-kata dan sumpah serapah, tapi juga
hukuman fisik.
Semoga Pak Ilyas menyadari
perbuatannya yang keliru. (*)
Kota Ukir, 12 Agustus 2016
No comments:
Post a Comment