Guru Galak itu Bernama Pak Ilyas - Soeara Moeria

Breaking

Sabtu, 13 Agustus 2016

Guru Galak itu Bernama Pak Ilyas


                     
Cerpen Kartika Catur Pelita

Pak guru Ilyas namanya. Beliau guru kelas V di sekolah kami.  Pak Ilyas guru yang galak. Bila mengajar suaranya terdengar sampai di luar kelas. Bila ada murid yang tak mendengar atau tak memperhatikan,  akan dilempar kapur.  Bila  ada murid yang lupa mengerjakan PR, Pak Ilyas tak segan-segan memberi hukuman. Seperti peristiwa  di hari Selasa itu.

”Selamat pagi anak-anak!”
        
”Selamat pagi Pak guru!”

”Keluarkan buku tugas kalian. Bapak akan memeriksa PR matematika!”
          
Kami mengeluarkan buku  tugas. Pak Ilyas memeriksa satu per satu. Berkeliling ke seputar kelas sambil membawa penggaris  kayu. Pak Ilyas mencekal dua orang yang kedapatan tak mengerjakan PR.
         
”Anton...maju ke depan!”
          
Anton takut-takut melangkah menuju ke depan kelas.
          
”Mengapa kau tidak mengerjakan PR?”
          
”Saya...saya lupa, Pak.”
          
”Alasan! Kalau kau lupa mengerjakan PR... mengapa kau tak lupa memakai baju atau celana!?  Kau bediri di depan kelas, dan sebelah kakimu diangkat!”
         
Pak Ilyas memukulkan penggaris kayu ke punggung Anton sebelum dia menjalani hukuman. Kemudian   kembali berkeliling.  ”Edi  kamu maju ke depan!”
         
Edi, bocah gemuk, dengan perasaan takut melangkah maju ke depan kelas.
        
”Mengapa kau tidak mengerjakan PR?”
        
”Saya...saya...”
        
”Kau mau bilang kalau lupa seperti Anton?”
         
Edi menggeleng. ”Saya sudah  mengerjakannya, Pak. Tapi buku saya hilang. Mungkin jatuh di jalan atau...”
        
”Kau pasti berbohong!” Pak Ilyas menatap tajam.
       
”Sungguh, Pak. Benar.  Saya tidak berbohong, saya tidak ber...!”
       
”Saya tak mau mendengar ceritamu. Bukumu mau jatuh di jalan, di kali, atau di kandang kerbau, yang jelas hari ini  kau tak mengerjakan PR! Kau berdiri di dekat Anton. Kalian berhadapan. Kau juga  angat kaki kirimu. Cepat!”
  
Selama pelajaran Anton dan Edi menjalani  hukuman di depan kelas. Sebagian besar teman-temannya memandang kasihan.

* * *
        
Pak Ilyas memang guru yang galak. Suaranya yang keras, suka  membentak dan memberi hukuman menjadikan anak-anak takut. Terutama yang tak bisa pelajaran matematika. Mereka semakin takut dan semakin tak bisa mengikuti pelajaran tersebut. Karena mendengar penjelasan pak Ilyas, bukannya mengerti  matematika, tapi mereka semakin bodoh.

”Ina Mariana maju ke depan!”
         
Bocah perempuan bertubuh mungil, berambut kuncir dua  takut maju ke depan.
         
”Kerjakan soal no. 1!” Pak Ilyas memberi tugas.
         
Ina Mariana mulai mengerjakan soal. Sebenarnya soal di papan tulis itu mudah. Tapi karena Ina Mariana  mengerjakannya di depan kelas dan dipelototi Pak Ilyas membuatnya merasa takut,  Gemetar. Konsentrasinya buyar. Akibatnya dia salah   menghitung perkalian.
         
Pak Ilyas marah-marah. ”Tolol! Kelas V menghitung perkalian tak becus! Masak,  8X8=81?”
         
Ina Mariana menghapus angka, menggantinya. Dia ingin menulis angka 64. Tapi karena gugup dia menulis  angka 46. Pak Ilyas semakin marah. Pak Ilyas membentaknya! ”Idiot! Kau berdiri di depan kelas!  Angkat sebelah kaki!”
          
Ina Mariana berdiri di depan kelas mengangkat sebelah kaki, sambil  menangis.
         
”Zahra Aulia. Maju ke depan kerjakan soal. Awas jika  kau tak bisa mengerjakan kau boleh menemani temanmu yang idiot!”
          
Dengan perasaan takut-takut Zahra bangkit dari duduknya. Tapi ketika bangkit teman-temannya menyorakinya. Karena ketakutan, Zahra ngompol di bangkunya!

* * *
  
Pak Ilyas memang guru matematika yang galak. Suka  menghukum. Suka membentak. Suka  menghukum. Suka memukul. Sebagian besar murid takut.

Hari ini pelajaran pertama adalah matematika. Pak Ilyas sedang mengajar, ketika pintu kelas di ketuk. Nila  masuk dan menunduk takut-takut. Karena terlambat datang ke sekolah.
      
”Mengapa kau terlambat?!” Pak Ilyas menatap galak.
     
”Saya… saya  kendaraan macet, Pak.”
      
”Alasan!” Pak Ilyas memukulkan kayu penggaris. Buk! Kayu mengenai bahu Nila. Terlihat Nila  meringis kesakitan.
       
”Kau duduk di bangkumu!”
       
Nila  melangkah. Tapi  baru dua langkah dia terjatuh. Nila  pingsan. Murid-murid menjerit. Pak Ilyas pun tak  kalah terkejut.  Penghuni sekolah geger. Bapak Kepala Sekolah segera bertindak. Nila  dibawa  ke UKS. Tapi tak juga siuman. Nila  dibawa  ke rumah sakit. Nila dirawat. Orang tuanya datang ke sekolah dan marah-marah. Berita menyebar ke mana-mana. Wartawan pun memberitakannya.  Stasiun TV menanyangkannya.

”Seorang guru memukul siswanya sampai pingsan. Gara-gara siswa terlambat ke sekolah. Padahal siswa  baru saja sembuh dari sakitnya.”
        
Hari-hari selanjutnya kami tak diajar matematika.  Pak Ilyas ditahan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kami merasa kehilangan juga karena tak melihat pak Ilyas. Sebenarnya pak Ilyas guru yang baik.  Disiplin. Tapi siapa pun  murid tentu tak suka pada guru yang galak. Pak Ilyas yang tak hanya galak dengan kata-kata dan sumpah serapah, tapi juga hukuman fisik.
        
Semoga Pak Ilyas menyadari perbuatannya yang keliru. (*)

Kota Ukir, 12 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar