Remitansi TKI Diharapkan Menanggulangi Kemiskinan - Soeara Moeria

Breaking

Senin, 18 November 2013

Remitansi TKI Diharapkan Menanggulangi Kemiskinan

Jepara-Pembangunan ekonomi masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah persoalan kemiskinan. Faktanya, saat ini jumlah penduduk miskin masih tinggi. Data yang didiseminasi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, Maret 2012, sebanyak 29,13 juta (11,96 persen) penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.


Sementara 26,39 juta (10,83 persen) lainnya rentan untuk jatuh miskin karena kondisi kesejahteraan yang tidak jauh berbeda dengan penduduk miskin.

Selama ini pemerintah memang telah mengerahkan segenap upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin secara berarti. Berbagai progam penanggulangan kemiskinan berlapis pun telah diluncurkan, yang tentu saja menghabiskan anggaran yang tidak sedikit–mencapai 90 triliun di tahun 2012. Namun sayangnya, penurunan jumlah penduduk miskin berjalan lambat dan jauh dari harapan.

Karenanya, pemerintah perlu terus bekerja keras dan berupaya penanggulangan kemiskinan hendaknya tidak hanya bertumpu pada berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan selama ini. Berbagai upaya lain juga perlu dicoba dan salah satunya adalah pemanfaatan potensi uang yang dikirim oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri (remitansi).

Berpijak dari problem itu, Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Kemenakertrans) RI mengadakan Sosialisasi Perlindungan TKI “Jangan Berangkat Sebelum Siap” yang diselenggarakan di Gedung Haji Jepara, Sabtu (16/11).

Kegiatan yang diikuti oleh 500an orang difasilitasi Musthofa Kamal, SH, MH (Kepala Dinsosnakertrans Jepara), Ir. Guntur Witjaksono, M.Agric (Directur TKLN Kemnakertrans RI), Abdurrahman, M.Si (Kepalas BP3TKI Semarang), Drs. H. Fathan Subchi (Staf Khusus Menakertrans RI), Hj. Hindun Annisa, SH (Satgas TKI)

Salah satu pembicara, Drs. H. Fathan Subchi menyebutkan hingga 2012 jumlah TKI yang bekerja di luar negeri telah mencapai 3.998.592 orang. Menurutnya tiga negara utama tujuan para TKI adalah Arab Saudi (1.427.928 orang), Malaysia (1.049.325 orang). dan Taiwan (381.588 orang).

Hal itu sebutnya merupakan data resmi yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang tentu saja tidak mencakup mereka yang bekerja di luar negeri tanpa melalui jalur resmi alias ilegal.

“Jumlah TKI ilegal cukup besar, khususnya di Malaysia. Saat ini, belum ada data pasti mengenai jumlah mereka. Di Malaysia, misalnya, jumlah TKI ilegal diperkirakan mencapai 2/3 dari total pekerja migran asal Indonesia yang bekerja disana,” lontarnya.

Pihaknya menyayangkan sebagian besar TKI (71 persen) bekerja di sektor informal. Mudahnya sebagian besar mereka adalah pembantu rumah tangga (PRT). Hal itu terang staf Khusus Menakertrans RI sejalan dengan hasil studi yang dilakukan Suhariyanto yang menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2007 menunjukkan, sekitar 48,8 persen TKI bekerja sebagai PRT. Temuan itu bersesuaian dengan fakta bahwa sekitar 76 persen TKI adalah perempuan.

Meski sebagian besar TKI bekerja di sektor informal, masih menurutnya mereka berperan penting bagi perekonomian melalui uang yang mereka kirimkan ke Indonesia. Itulah sebabnya mereka kerap digelari sebagai “pahlawan devisa”. Hingga kini tidak diketahui secara pasti jumlah remitansi yang dikirim oleh para TKI. Sebagai gambaran, pada tahun 2012, jumlahnya diperkirakan mencapai 6,77 miliar dollar AS (BI dan BNP2TKI).

Angka 6,77 miliar dollar AS tersebut dipastikannya lebih kecil dari jumlah remitansi sesungguhnya yang diterima dari para TKI. Pasalnya, selama ini belum ada sistem yang memadai terkait penghitungan jumlah remitansi yang diperoleh dari para TKI. Secara sederhana, selama ini remitansi dihitung dari semua residual pada neraca pembayaran (balance of payment).

Selain itu, remitansi dalam jumlah signifikan yang mengalir ke Indonesia lanjutnya masih banyak yang tidak terdeteksi karena dikirim melalui berbagai saluran tidak resmi. Sebagai contoh, Survei Remitansi Nasional yang dilakukan Bank Indonesia mengungkap fakta bahwa di Nunukan, Kalimantan Timur, hanya 30 persen TKI yang mengirimkan uangnya ke tanah air dengan menggunakan saluran resmi atau bank. Sisanya, lebih memilih untuk mengirim uang mereka melalui karabat atau teman yang kembali ke tanah air serta berbagai jalur tak resmi lainnya.

Potensi Besar
Umumnya, para TKI berasal dari rumah tangga dengan kondisi ekonomi pas-pasan. Karena itu, peran remitansi dari para TKI cukup besar bagi upaya penanggulangan kemiskinan. Hasil studi yang dilakukan oleh Suhariyanto juga menemukan bahwa sebagian besar sumber pendapatan rumah tangga migran yakni rumah tangga dengan minimal satu anggota rumah tangga bekerja sebagai TKI, berasal dari remitansi. Donasinya mencapai 31,2 persen terhadap total pendapatan yang diterima oleh rumah tangga.

Hasil studi juga menunjukkan, pola pengeluaran (expenditure pattern) rumah tangga migran yang menerima remitansi lebih baik ketimbang rumah tangga migran yang tidak menerima remitansi: porsi pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, dan barang tahan lama lebih tinggi. Itu merupakan indikasi bahwa kondisi kesejahteraan rumah tangga migran penerima remitansi lebih baik dibanding rumah tangga migran yang tidak menerima remitansi.

Peluang rumah tangga migran penerima remitansi untuk jatuh miskin juga lebih kecil dibanding rumah tangga migran yang tidak menerima remitansi. Selain itu, persentase rumah tangga miskin serta tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan untuk rumah tangga migran penerima remitansi lebih rendah dibanding dengan rumah tangga migran yang tidak menerima remitansi.

Hal itulah yang dikemukakannya menunjukkan potensi besar remitansi terkait upaya penanggulangan kemiskinan. Karena itu, program dan kebijakan untuk memaksimalkan pemanfaatan remitansi bagi program penanggulangan kemiskinan mutlak diperlukan.

Sejalan dengan hal itu, berbagai kebijakan terkait TKI juga harus memperhatikan hal-hal berikut: perekrutan, orientasi, dan pelatihan yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas TKI; perlindungan dari tindak kekerasan di negara tujuan; minimalisasi biaya remitansi; serta pemulangan TKI yang lebih terorganisir dan terintegrasi. “Jangan sampai TKI diperas oleh oknum yang tidak bertanggungjawab saat pulang ke tanah air,” tegas Fathan. (Zulfa Nurul Laily/ qim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar