![]() |
Demonstrasi warga Pati pada 13 Agustus 2025 lalu. Foto: tribunnews.com |
Oleh : Ali Achmadi, praktisi pendidikan, peminat masalah sosial, tinggal di Pati
Tanggal 13 Agustus 2025 menjadi
titik penting dalam perjalanan politik Kabupaten Pati. Dan paska demo
besar-besaran tersebut, suara masyarakat yang selama ini terpendam akhirnya ditindaklanjuti
dalam bentuk petisi “Pati Bergerak”,
sebuah desakan moral sekaligus politik agar DPRD benar-benar menjalankan tugas
konstitusionalnya: memproses pemakzulan Bupati Sudewo.
Selama ini, kepemimpinan Sudewo
dinilai banyak kalangan sarat dengan arogansi. Ucapan-ucapan yang dianggap
menantang rakyat, gaya intimidatif terhadap lawan kebijakan, hingga praktik
mutasi dan pemecatan pegawai tanpa alasan jelas, menimbulkan ketakutan
sekaligus kemarahan. Lebih dari itu, cara otoriter yang digunakan untuk menekan
instansi pemerintahan dianggap mengikis prinsip demokrasi di tingkat daerah.
Di tengah situasi itu, masyarakat
Pati menemukan satu kata kunci: melawan dengan cara konstitusional. Caranya adalah mengawal kerja DPRD, yang setelah
demo besar-besaran telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pemakzulan.
Petisi “Pati Bergerak” menyuarakan tiga tuntutan pokok
kepada DPRD. Pertama, Akses informasi
dibuka selebar-lebarnya. Pansus tidak boleh berjalan di balik pintu
tertutup, sebab rakyat berhak tahu setiap perkembangan.
Kedua,
Proses tidak boleh berhenti di tengah jalan. Pansus
harus ditindaklanjuti hingga ke mekanisme pemakzulan sesuai undang-undang.
Ketiga, DPRD harus berpihak pada
rakyat. Petisi ini menolak DPRD dijadikan alat kompromi politik elit. Intinya,
pemakzulan ini tidak semata persoalan kursi kekuasaan, melainkan martabat
masyarakat Pati.
Dalam isi petisi, rakyat Pati juga
menegaskan bahwa mereka tidak ingin Pansus hanya menjadi formalitas politik.
Harus ada langkah nyata, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Petisi ini juga mengingatkan agar jangan ada kompromi atau permainan politik
yang melemahkan proses pemakzulan.
“Pati Bergerak” menunjukkan bahwa
rakyat bukan sekadar penonton dalam drama politik lokal, melainkan subjek
utama. Jika DPRD abai, legitimasi wakil rakyat sendiri yang akan dipertaruhkan.
Apa yang terjadi di Pati hari ini
adalah ujian demokrasi di tingkat lokal. Masyarakat telah berbicara lewat suara
kolektif, kini bola berada di tangan DPRD. Apakah mereka akan menunaikan tugas
konstitusional, atau justru terjebak dalam tarik-menarik kepentingan politik? Petisi
ini menegaskan satu hal: kehendak rakyat tidak bisa dibungkam.
“Pati Bergerak” adalah bukti bahwa
di balik kesunyian kabupaten agraris, ada denyut perlawanan terhadap
kepemimpinan yang arogan. Dan sebagaimana sejarah mencatat, sekali rakyat
bergerak, sulit bagi kekuasaan manapun untuk menghentikannya. (*)