Notification

×

Iklan

Iklan

Drama Korea Karma; Lolos dari Hukum, Tak Lolos dari Karma

Jumat, 08 Agustus 2025 | 20:28 WIB Last Updated 2025-08-08T13:28:04Z

Cover drama Korea Karma. 



“Sebelum membedah ‘s-line’ dalam drama Korea yang saya ulas sebelumnya, benang merah sesungguhnya justru lebih dulu saya temukan dalam drama Karma (악연). Istilah itu kembali mengemuka, tapi bukan untuk memaknai bentuk tubuh atau hubungan asmara—melainkan sebagai simbol takdir yang tak bisa diputus: benang merah karma yang mengikat manusia pada konsekuensi dari pilihannya, cepat atau lambat.”


Karma Tak Butuh Bukti, Ia Akan Datang Sendiri

Drama Korea Karma (악연), rilisan Netflix 2025, bukan sekadar tontonan kriminal-thriller. Ia mengusung pesan yang jauh lebih universal: bahwa tak ada satu pun tindakan manusia yang bebas dari konsekuensi. Ia menghapus batas antara korban dan pelaku, menggugat moralitas secara diam-diam, dan memperlihatkan bahwa meskipun hukum bisa dilewati, karma tetap akan menagih.


Mereka yang Terikat oleh Benang Takdir

Lima tokoh utama menjadi simpul dari narasi penuh liku:

• Park Jae-yeong (Lee Hee-joon), pria yang tega merekayasa kematian ayahnya sendiri demi uang asuransi.

• Kim Beom-jun (Park Hae-soo), saksi kecelakaan yang terseret ke dalam skema kebohongan yang lebih besar.

• Jang Gil-ryong (Kim Sung-kyun), ayah tunggal yang mengambil tindakan ekstrem untuk anaknya.

• Han Sang-hun (Lee Kwang-soo), dokter pengobatan tradisional yang menanggung beban pilihan orang lain.

• Lee Ju-yeon (Shin Min-a), dokter muda dengan masa lalu yang traumatik dan menjadi pusat emosi dari drama ini.


Kisah mereka bukan tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, melainkan tentang bagaimana satu keputusan bisa memicu rangkaian takdir yang saling menjerat.


Ketika Korea yang Sekuler Pun Tak Lolos dari Karma

Di negara yang mayoritas penduduknya tidak meyakini konsep ketuhanan mutlak, Karma justru bicara banyak soal keseimbangan alam semesta. Tidak ada penyebutan Tuhan, tidak ada akhirat. Yang ada adalah logika tak kasatmata yang mengatur bahwa setiap tindakan akan kembali dalam bentuk yang tak bisa diprediksi.


Ju-yeon: Ingin Membalas, Tapi Karma Memilih Jalan yang Lain

Lee Ju-yeon tidak digambarkan sebagai tokoh yang suci atau selalu rasional. Ia sempat nyaris kehilangan kendali, terutama saat dihadapkan langsung dengan orang yang menjadi sumber luka masa lalunya. Di titik inilah, satu karakter—yang identitasnya sengaja dibangun penuh teka-teki—hadir sebagai penyeimbang.


Bukan hanya menahan Ju-yeon untuk tidak membalas, tetapi juga menyadarkannya bahwa tindakan itu akan merusaknya lebih dalam daripada luka yang ia terima.


Peran inilah yang kemudian diam-diam menjadi “tangan karma”. Ia melanjutkan apa yang tidak bisa dilakukan Ju-yeon—bukan sebagai balas dendam pribadi, tapi sebagai siklus penyelesaian.


Dan dari sinilah drama ini menunjukkan bahwa karma tidak selalu datang melalui tangan korban. Kadang ia hadir lewat orang asing, yang membawa luka sendiri, tapi tahu betul keadilan itu bukan untuk ditunda.


Pesan Moral yang Tak Menggurui

Alih-alih menyampaikan moral lewat dialog panjang, Karma memilih pendekatan diam-diam. Penonton dipaksa melihat dan merasa: bahwa tidak ada dosa yang lenyap begitu saja, dan tidak ada perbuatan baik yang sia-sia—meskipun ganjarannya tak datang saat itu juga.


Seperti yang disampaikan salah satu penonton lewat akun @kdrama_menfess di X:

"Ada satu karakter di akhir yang jadi semacam mesin karma. Bikin merinding, karena dia nggak pernah bilang balas dendam, tapi justru dia yang ngebuat semua utang lunas.”


Penutup: Tidak Ada Tindakan yang Benar-Benar Hilang

악연 (Karma) adalah pengingat bahwa kita hidup dalam rangkaian tak kasatmata. Mungkin kita bisa menipu hukum, menutupi bukti, atau memutarbalikkan cerita. Tapi tak satu pun itu mampu mengelabui semesta.


Karma tidak akan mengetuk. Ia masuk tanpa suara—dan membawa tagihan yang nilainya tidak bisa ditawar. (Saskia Hasri Sholekah/17)

close close