![]() |
Kenalkan budaya Jepang lewat penggunaan furoshiki kepada ibu-ibu PKK di Kalikesek. |
Kegiatan ini merupakan bagian dari program sosial kemasyarakatan yang bertujuan mendorong gaya hidup ramah lingkungan di kalangan masyarakat. Program tersebut dilaksanakan oleh Rizqi Fatonah, mahasiswa S-1 Bahasa dan Kebudayaan Jepang, Universitas Diponegoro.
Rizqi mengatakan bahwa furoshiki adalah kain tradisional Jepang berbentuk persegi yang digunakan untuk membungkus berbagai barang, seperti bekal, hadiah, botol, hingga belanjaan. Selain memiliki nilai estetika, Furoshiki dapat digunakan berulang kali dan menjadi alternatif ramah lingkungan pengganti kantong plastik.
“Dalam kegiatan ini, Furoshiki tidak hanya diperkenalkan sebagai kain pembungkus, tetapi juga dipraktikkan menjadi tas serbaguna yang bisa digunakan untuk berbelanja maupun membawa barang sehari-hari,” ujar Rizqi.
Rizqi menjelaskan bahwa sebagai bentuk penerapan prinsip ramah lingkungan, proses pembuatannya menggunakan kain perca dan kain bekas yang sudah tidak terpakai. Penggunaan bahan ini tidak hanya mendukung prinsip daur ulang, tetapi juga menjadi contoh konkret penerapan nilai mottainai, yaitu tidak menyia-nyiakan sumber daya yang masih dapat dimanfaatkan.
“Kegiatan yang berlangsung di Balai Dusun Kalikesek ini turut mengenalkan konsep mottainai, prinsip hidup dari Jepang yang menekankan pentingnya menjaga dan memanfaatkan barang sebaik mungkin. Konsep ini mencakup empat prinsip utama: reduce (mengurangi sampah), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), dan respect (menghargai barang dan lingkungan),” tambahnya.
Suasana kegiatan berlangsung meriah dan penuh gelak tawa saat para ibu mencoba teknik mengikat Furoshiki menjadi tas. Beberapa ibu dengan antusias menunjukkan hasil kreasinya kepada peserta lain sambil bercanda dan saling memberi semangat.
Salah satu ibu PKK yang mengikuti kegiatan menyampaikan kesan positifnya. “Program yang dilaksanakan sangat bermanfaat. Dari bahan yang tidak terpakai bisa menjadi sesuatu yang berguna dan dapat mengurangi limbah,” ungkap ibu itu.
Sebagai penutup, diadakan kuis ringan berhadiah yang menguji pemahaman peserta mengenai materi Furoshiki dan nilai-nilai Mottainai. Ibu-ibu pun tampak antusias menjawab pertanyaan dengan semangat, berharap bisa membawa pulang hadiah kecil sebagai kenang-kenangan.
Program ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk mulai menerapkan gaya hidup berkelanjutan dari hal-hal kecil di lingkungan sekitar melalui kebiasaan sederhana yang berdampak besar. (Rizqi Fatonah, Mahasiswa S1-Bahasa dan Kebudayaan Jepang, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro)